PLHU - 26

9.9K 439 19
                                    

Weekend, Rumah baru Viola menjadi tempat berkumpul keluarga dan sahabat nya.

Setelah seminggu di kurung Eva dan di tahan wanita tua itu akhirnya Erick dan Viola di Izinkan pergi, meski begitu Eva selalu saja menyempatkan waktu untuk berkunjung ke rumah pasangan tersebut dengan niat menceramahi Viola yang faktanya lebih seperti dirinya saat berumah tangga, tak bisa melakukan pekerjaan Rumah.

"Xavi tambah cantipss," puji Viola mengerucutkan bibirnya pada anak kecil berusia setahun yang berada di gendongan Erick.

Xavier tersenyum dengan mengedipkan mata cukup lama, membuat Viola semakin gemas pada adiknya, segera jemari lentik wanita itu mencekik pelan leher Xavier.

"Viola!" Tegur Erick dan Namara bersamaan, sedangkan Agatha yang sejak tadi mengamati terbahak dengan memukul bahu Jesslin.

"Kamu mau bunuh Xavier?" Celoteh Namara, mengambil Alih putranya yang masih sangat menggemaskan dari Erick.

"Ih mama, kalau ngomong tuh jangan betul bisa kan?" Balas Viola, wanita itu menarik tangan Erick agar merangkul lehernya.

"Yah Vio," pasrah Namara.

Tak beberapa lama Bigail, Jesslin dan Agatha datang, menyeret Viola menjauh dari Erick.

Hari berlalu begitu cepat tak terasa kandungan Viola sudah delapan bulan dan dalam delapan bulan itu juga Erick harus menerima permintaan wanita itu yang kadang Aneh kadang Aneh banget, kadang prik kadang prik banget, kadang menyesatkan kadang terlalu menyesatkan, intinya menjadi suami Viola terlalu berat untuk di katakan normal.

"Sayang," panggil Viola mendekati Erick yang sedang duduk di balik meja kerjanya.

"Yah?" Pria itu menyahut dengan mengambil jarak dari meja membiarkan Viola yang semakin berisi duduk di pangkuannya.

"Di mana Agatha?" Tanya Erick memperbaiki kaca mata yang bertengger di hidung nya.

"Di lobby lagi ngobrol sama duda," jawab Viola semakin memperbaiki posisi agar nyaman di atas pangkuan Erick.

"Oh,"

"Sayang aku ngidam," bisik Viola semakin bersikap manja dengan menyandar nyaman didada bidang Erick.

"Katakan!" Singkat Erick semakin cepat menggerakkan tangannya agar pekerjaannya cepat selesai.

"Baby mau papanya jadi duda lagi," mendengar permintaan Viola, Erick terkekeh lalu segera mengecup puncak kepala Viola.

"Serius, Aku udah hubungin pengacara tadi pagi buat bantu urus perceraian kita," kali ini Viola menatap serius Erick, bahkan menahan pergerakan tangan suaminya.

"Bercandanya kelewatan, Sayang," dengan senyum manis Erick mencoba bersabar.

Viola berdiri dari duduknya hingga dengan tegas wanita itu menatap tajam Erick, puncak keseriusan wanita itu begitu tampak di wajahnya tak ada celah yang Erick dapatkan dari wajah yang selalu tersenyum konyol itu lebih seperti keras kepala yang terekspresikan.

"Aku mau kita Cerai,"

Erick sendiri segera berdiri dan menarik lengan Viola untuk mendekat padanya tetapi wanita itu justru menepis kasar, titik amarah segera menyelimuti kepala Erick, Viola sudah kelewatan. Sekarang tangan pria itu terangkat menuju wajah istrinya hingga beberapa detik kemudian hanya ada suara tangis Viola dalam ruang kerja Erick.

_____

"Kamu bicara apa? Kamu jangan mau mengikuti semua permintaan istri kamu yang jelas-jelas berlebihan?" Eva memijat kepalanya dengan cukup tekanan.

"Itu karna Viola mengandung," gagas Erick dengan kekosongan.

"Lalu kenapa? Kamu kalau mama liat terlalu membebaskan istri kamu untuk melakukan hal semaunya, kamu cinta Viola mama tau Erick, tapi bercerai? Kamu fikir perceraian itu lolucon?" Eva sungguh tidak sampai memikirkan tingkat ketidak warasan menantunya hingga meminta bercerai dengan anaknya, dan alasannya adalah keinginan cucunya?

Pillow talk [Hallo Uncle]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang