Season 2 | Bab 12

416 44 3
                                    

Enjoy
.
.
.


Susan menatap sendu pada adik lelakinya yang tengah menangis. Pasalnya setelah mereka dan Lucy bicara tentang Peter dan Eva, Edmund mulai menangis sesegukan.

Karenanya, dia sebagai kakak yang baik, membawa sang empu ke kamar dan membuatkan teh chamomile.

Tapi sudah sekitar setengah jam lelaki itu tak kunjung menghentikan air matanya, tidak pula memberikan kejelasan atas apa yang telah terjadi.

Melihat Edmund menangis begini, mengingatkannya pada cerita lama. Lantas dia mendudukkan diri di sofa sebelah Edmund.

"Ed, apa kau ingat dulu kau juga menangis seperti ini?"

Nampak Edmund menatap sang kakak, masih dengan air mata yang mengalir deras.

"Yang hiks... Mana?" Suaranya serak selepas menangis.

"Saat umurmu masih tujuh tahun. Kau menangis karena Peter merebut bola baseball yang dibelikan ayah khusus untukmu. Saat itu kau terlihat lucu sekali."

Biasanya jika Susan menceritakan hal ini, Edmund akan membalas dengan mendelik sembari melemparkan bantal.

Tapi kali ini tidak. Air mata Edmund justru mengalir lebih deras. Hal itu membuat Susan menjadi kalut.

"Oh Ed, apa yang sebenarnya terjadi?"

"Hiks... Su! Aku... Aku juga tidak mengerti."

Lelaki itu mencoba menghapus air matanya, tapi tetap saja air mata itu mengalir semakin deras bak air terjun di pegunungan.

Lantas Susan memeluk sang adik, sembari mengelus pelan punggungnya. Edmund juga membalas pelukannya, menenggelamkan kepala pada ceruk leher sang kakak.

Setelah dirasa agak tenang, akhirnya Susan melepaskan pelukan. Namun Edmund menggeleng. Ia masih membenamkan kepala seolah tak mau dilihat.

"Aku... Aku pikir aku sakit."

Susan mengernyit. "Sakit apa, Ed?"

"Dadaku sesak. Jantungku terasa berdetak lambat. Aku... Aku pikir aku akan mati."

Lantas Susan mendorong bahunya. Memaksa menampilkan wajah Edmund yang memang lebih pucat dari biasa.

"Jangan bicara sembarangan! Apa yang membuatmu begini? Kau salah makan apa? Atau baru habis melakukan apa?"

Netra biru sang adik menatap lurus sang kakak. Binar yang biasanya ada, menghilang entah kemana.

"Kau juga tahu. Kita seharian bersama dan makan dengan menu yang sama. Mungkin saja ini penyakit yang sudah lama kuderita."

Edmund benar. Seharian ini mereka selalu bersama. Jika Edmund salah makan sesuatu, harusnya dia dan dua saudaranya yang lain juga ikut merasa sakit.

Tapi ini hanya Edmund. Lantas dia mengingat percakapan terakhir mereka dengan Lucy. Jangan-jangan....

"Edmund... Apa yang kau pikirkan jika Peter dan Eva benar-benar menikah?"

Netra biru melebar. Susan bisa melihat bahu sang adik menegang. Tapi Edmund tak kunjung bicara. Dan itu membuat Susan semakin curiga.

"Bagaimana jika Eva yang menikah denganmu?"

Kepala hitam itu menoleh. Susan bisa melihat jelas rona merah yang menghiasi pipi hingga ke telinganya.

Tidak mungkin. Masa adiknya... Menyukai Eva?

***

Peter tidak bohong saat dia bilang akan berusaha membuat Eva mencintainya. Selama beberapa hari terakhir, lelaki itu benar-benar mengejar Eva seolah gadis itu akan langsung berpaling jika ia memberi jeda sedikit.

High Witch of Narnia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang