Giovanno menatap Eric, adik Yujionna yang bersandar di mobilnya. Ketika jarak sudah cukup dekat, Eric mengambil alih koper Yujionna untuk dia angkut ke bagasi dengan bantuan Giovanno.
Sempat Giovanno bertanya kepada Kalaresh perkara haruskah dia mengenalkan dirinya sebagai pacar baru Yujionna atau tidak. Sebagai jawaban, Kalaresh hanya memukul Giovanno sambil mengejek umur hubungan mereka yang baru satu hari lebih beberapa jam.
"Pulang sama siapa, Kak?" tanya Eric ke Giovanno.
"Panggil Gio aja. Dijemput kok. Eric ya?" Giovanno menyapa.
Eric mengangguk.
Giovanno suka dengan gaya Eric. Walaupun baru bertemu beberapa menit, namun Eric tampak hangat walaupun lebih cuek dan irit bicara jika dibandingkan dengan Yujionna. Dalam obrolan beberapa menit selagi menunggu Papa Giovanno menjemput, mereka membicarakan kejuaraan junior yang dimenangkan Eric beberapa bulan yang lalu. Dapat Giovanno simpulkan bahwa Eric adalah orang yang cerdas dan tangkas. Semua obrolan terasa begitu ringan dan menyenangkan bersama anak itu.
Ketika Papa Giovanno sudah sampai, mereka memutuskan untuk berpisah.
Sebelum Yujionna memasuki mobilnya, dia berlari kecil untuk memeluk Giovanno singkat. "See you, Gio."
"See you, Nona cantik."
Di dalam mobil Papa, Giovanno habiskan waktunya untuk mengenang semua masanya di Okinawa. Dia belum cerita banyak soal dirinya, kampus di Okinawa, pertemanannya dengan Kalaresh si atlet nasional ternama, hingga kisahnya yang baru dimulai dengan Yujionna.
"Nak, jadi ke rumah sakit? Revan lagi terapi."
"Revan terapi sampe jam berapa, Pa?"
"Biasanya agak lama. Sekarang dia udah lumayan kuat, makanya latihan semakin sering. Kamu mau nengok sekarang atau di rumah aja?"
"Sekarang aja, Pa."
Ketika kemudi dibelokkan ke arah rumah sakit di tengah kota, Giovanno merasa gelisah. Dia tidak pernah senang jika memikirkan tentang Revan dan keadaannya yang memaksanya untuk kembali belajar jalan dan melatih keseimbangan.
Terakhir Giovanno temui, Revan masih dalam keadaan yang jauh dari baik-baik saja. Enam bulan yang lalu, Giovanno hanya menemui Revan sebentar saja sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Okinawa setelah seminggu izin pulang ke Jakarta untuk kejuaraan.
Sesampainya di rumah sakit, Giovanno turun dan membiarkan Papa mengobrol dengan Papa Revan yang ditemui di parkiran. Dengan langkah yang penuh keraguan, Giovanno memasuki ruangan yang berada di paling ujung di bangsal yang dingin itu.
Giovanno melangkah pelan medekati suster yang tampak sedang menuntun Revan berjalan.
"Sakit?" tanya suster yang menopang beban tubuh Revan.
"Sedikit." jawab Revan pelan.
Saat susternya menoleh ke arah Giovanno, Giovanno sontak terpaku di posisi berdirinya.
"Ada temennya. Mau jalan ke temennya?" tanya susternya lagi sebelum benar-benar mengarahkan Revan ke arah Giovanno. "Ayo ke temennya. Seperti biasa, kalo belok pelan-pelan."
Setiap langkah Revan selalu diiringi pujian dari suster tersebut.
Dikit lagi. Hebat. Pelan-pelan aja. Tarik napas dulu. Kuat kok. Bisa, Revan. Dikit lagi boleh?
Giovanno mengulurkan tangannya untuk menyambut langkah-langkah kecil yang dibuat Revan sebagai usaha untuk mendekat ke tempatnya berdiri.
Hati Giovanno rasanya hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Okinawa | Remake
FanfictionHere in Okinawa, let's just let the wave washes the pain away.