Tidak ada yang menyenangkan dari sebuah perpisahan.
Tidak peduli bagaimana bentuk perpisahan yang ada, rasanya akan selalu pahit dan menyakitkan.
Yujionna, Giovanno, dan Kalaresh sibuk berpamitan dengan teman-teman kelas dan dosen di kampus. Jika ada waktu luang, mereka akan mengiyakan ajakan makan dengan teman-teman club masing-masing.
Sebelum hari kepulangan mereka, semua pertemuan dengan teman-teman kampus sudah dikosongkan. Sebagai gantinya, mereka bertiga pergi menjelajahi Okinawa untuk terakhir kalinya.
Karena saldo kartu transportasi umum Yujionna masih banyak, maka mereka memutuskan untuk mengitari Okinawa menggunakan pemberangkatan bus pertama. Mulai dari pantai, wisata kulier, kafe cantik, hingga destinasi terakhir; resto klasik dengan gaya vintage.
Kalaresh sudah menghabiskan dua gelas beer kesukaannya. Giovanno dan Yujionna memilih untuk minum seadanya karena enggan merepotkan Kalaresh.
"Biarin kali ini kita yang direpotin dia, Nona." ujar Giovanno.
"Pusing, Resh?" tanya Yujionna.
"Sedikit. Tidur bentar boleh gak? Nanti bangun setengah jam lagi. Keburu kan bus terakhir?"
"Keburu." Giovanno pindah untuk duduk ke sebelah Kalaresh dan menyandarkan kepala lelaki itu di bahu kirinya. "Kalo gak keburu paling kita sprint ke rumah. Besok flight pagi."
Kalaresh sudah jatuh ke dalam tidurnya.
Kini Giovanno dan Yujionna duduk berseberangan tanpa bertukar kata. Sesekali Yujionna memainkan rambut atau kukunya guna menghilangkan rasa bosan.
"You are so pretty, Nona."
Yujionna menatap Giovanno. Giovanno tampak meneliti wajah Yujionna dengan serius. Sesekali Giovanno menyandarkan kepalanya ke kepala Kalaresh ketika dirasa bahunya mulai kebas.
"Cantik." ulang Giovanno.
Yujionna masih terdiam. Selain tidak tahu harus merespon apa, Yujionna juga terlalu terkejut dengan pernyataan yang dirasa terlalu tiba-tiba itu.
"Tangan, Nona." Giovanno mengulurkan tangan kanannya untuk menerima tangan mungil Yujionna. Ketika tangan perempuan itu sudah terkunci dengannya, dia elus lembut penuh sayang. Giovanno salurkan betapa tulusnya rasa yang ada di dirinya untuk Yujionna. "Nona, gue mau bikin kesan yang beda sebelum kita ninggalin Okinawa. Tahun lalu kita datang sebagai teman. Kalo gue mau kita pulang dengan status lebih dari teman, lo keberatan gak?"
Yujionna tersenyum. Detik berikutnya dia menggeleng. "Gue ikut lo aja, Gio."
"Mau ya?"
"Mau."
"Lo seneng gak?"
Yujionna menatap tangannya yang aman di genggaman Giovanno. It is as if her hand was made to fit on his.
"Gue gak pernah gak seneng ketika sama lo."
"Sama gue terus ya?" tanya Giovanno.
Yujionna mengangguk.
Giovanno tersenyum. Dia diterima.
"Duduk sini." Giovanno menepuk bangku kosong di sebelahnya.
Yujionna berpindah untuk duduk di sebelah Giovanno. Mereka duduk menghadap ke jendela yang mengarah keluar. Okinawa di malam hari tidak pernah ramai. Bahkan kalau dibandingkan dengan komplek rumah Yujionna di Jakarta, jalanan komplek itu jauh lebih ramai daripada jalanan Okinawa.
Resto tempat mereka makan mulai sepi ketika memasuki waktu larut. Dapat Yujionna lihat beberapa karyawannya tampak mengantuk menatap kosong ke depan dengan mata yang merah. Diiringi lantunan musik klasik, suasana malam itu tampak menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Okinawa | Remake
FanfictionHere in Okinawa, let's just let the wave washes the pain away.