counting days

385 80 4
                                    

Hanya tersisa dua bulan lagi sebelum mereka meninggalkan Okinawa.

Beberapa hari belakangan Giovanno sudah mulai membicarakan beberapa hal tentang jadwal kejuaraan dan beberapa kepentingan brand deals yang harus dia hadapi dua bulan lagi. Selain itu, dia juga sudah rajin membuat daftar makanan yang harus dibuat Mama di rumah untuk menyambut kepulangannya nanti.

Kalaresh sudah membuat rincian tagihan kekalahan Naren dan Jeno yang beberapa kali kalah taruhan selama Liga Eropa. Jika ditotalkan, tagihan Jeno sudah nyaris satu juta karena selalu kalah taruhan. Walaupun Kalaresh dan Naren tidak menganggap taruhan itu sebagai hal yang serius, namun Jeno tampak serius menebus kekalahannya. Dia menjanjikan traktiran di open bar dan beberapa keperluan latihan yang dibutuhkan. Hal itu tentu membuat Kalaresh semakin semangat menyambut kepulangannya ke Jakarta.

Berbeda dengan Yujionna. Berkali-kali Coach Dean tidak berusaha mengusik masa-masa terakhir Yujionna di Okinawa. Hanya ada beberapa update dari member club yang disampaikan setiap akhir minggu sesuai pintanya Yujionna. Selama tidak ada masalah besar, maka Yujionna dapat merasa lega. Yujionna sudah muali rindu dengan kesehariannya di Jakarta. Bangun pagi untuk latihan fisik, pertemuan club, hingga latihan dari pagi hingga pagi lagi dengan para senior ternama.


"I will miss you, Nona." ujar Kalaresh sambil membersihkan sepeda yang akan dikembalikan sore nanti. Sengaja tidak Kalaresh perpanjang masa sewanya sebab tidak ada lagi yang sering menggunakan sepeda untuk kebutuhan sehari-hari.

"I will miss you. Lo main-main sama gue ya di kampus."

Kalaresh mengangguk. "Lo nonton gue ya di ISC Liga Nusantara."

"Mau. Gue sama Gio nonton ya!" jawab Yujionna semangat. Dia perhatikan Kalaresh yang sedang membenarkan rantai sepeda dengan dua telapak tangannya yang sudah penuh noda hitam. "Gak kerasa ya, Resh? Baru kemaren kita jalan kaki muterin rumah dan kampus, sewa sepeda, Gio tanding di Jakarta, main ke Tokyo, gue pulang karena Papa, dan banyak hal yang rasanya baru kemaren."

Kalaresh mengangguk. "Lo seneng gak mau pulang?"

"Seneng. Gue kangen sama Eric."

"Eric juniornya Gio?"

Yujionna mengangguk. "Mereka belum saling kenal. Nanti mau gue kenalin. Harusnya Eric udah sering denger tentang Gio."

"Iya lah. Giovanno Hayya Ilios kebanggaan negara, Nona."

Yujionna tersenyum.

"I wish I can bring him to Papa, Resh."

Kalaresh menatap Yujionna yang sedang bersandar asal di sofa. Perlahan matanya memerah. Kepalanya dia bawa untuk mendongak agar air mata itu tidak jatuh.

"Nona..." panggil Kalaresh.

"Takut pulang, Aresh." lirih Yujionna. "Takut sedih lagi."

Segera Kalaresh bergegas menuju dapur untuk mencuci dua tangannya yang penuh noda kehitaman dari rantai sepeda. Tidak sekali atau dua kali, Kalaresh cuci tangannya dengan sabun sebanyak tiga kali. Setelah dia keringkan tangannya dengan beberapa lembar tisu, dia bawa Yujionna ke pelukannya.

"Gue gak sempet cerita apa-apa soal Gio ke Papa,"

Kalaresh mengangguk. Yujionna sudah kalut dalam tangisnya.

"Papa selalu sayang sama orang yang gue sayang. Dulu, Papa selalu minta gue bawa Kak San ke rumah kalo Kak San ulang tahun. Karena Papa udah gak bisa bicara dan gerak banyak, Papa cuma elus-elus rambut Kak San sebagai ucapan ulang tahun dan ucapan terima kasih karena udah nemenin gue. Papa selalu sayang sama orang yang gue sayang, Aresh. Papa harus ketemu sama Gio."

Okinawa | RemakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang