9

1.4K 268 19
                                    

Jangan lupa voment,
Selamat membaca :)

Pagi ini sedikit berbeda saat Dirandra masuk ke ruang kerja. Wanita itu melihat Adam sedang sibuk dengan laptop, ini pertama kali ia melihat laki-laki itu bekerja dengan serius.

"Selamat pagi."

"Pa---gi." 

Seperti biasa Dirandra menempati sofa dan siap bekerja. 

"Anda melewatkan sarapan," kata Dirandra, ia tahu laki-laki itu masih memperhatikannya. "Mau saya buatkan kopi?"

"Lakukan seperti biasa." 

Dirandra mengangguk. Meninggalkan tas-nya wanita itu bergegas turun ke dapur. Secangkir kopi sebagai sapa pagi. Sarapan tadi ia ditemani oleh bu Hamidah karena tuannya tidak turun pagi ini.

Selesai membuatkan kopi, Dirandra kembali ke ruang kerja Adam.

"Kita akan makan siang di sini, kamu tidak keberatan kan?"

"Baik." Dirandra tidak keberatan untuk hal yang lain, dia hanya keberatan pada hidup Adam  harusnya laki-laki itu yang terkubur di sana bukan adiknya.

Pagi ini Dirandra sengaja mengenakan parfum yang banyak. Wangi wanita itu menguar. Manis dan mengundang, tidak sesuai dengan raut datarnya.

"Jika sudah selesai dengan dokumen itu, tolong periksa email ini." 

Tatapan laki-laki itu membuatnya geram, Dirandra ingin mencongkel dua biji mata dan menjadikan makanan serigala.

"Apakah pendingin ruangan ini rusak?" tanya Dirandra saat mendekat. Wanita itu membuka satu kancing kemejanya. Ia sedikit menunduk untuk membaca isi email tersebut. Saat merasa kurang pas, ia membuka satu lagi, akses ke kamar yang dibutuhkan sekarang. Jika perlu sepanjang hari ini kakak almarhumah Denada berada di kamar itu.

Dirandra melihat laki-laki itu mengambil remote AC.

"Kamu akan bertelanjang jika saya mematikannya?"

"Anda menggoda saya? Kita sedang bekerja." kancing kemeja sudah terbuka, Dirandra juga fokus melihat beberapa email yang masuk tanpa mengabaikan kegelisahan laki-laki di sampingnya.

Parfum dan pakaian dalam berenda cukup membantu. 

"Apakah terjadi sesuatu? Kenapa saya merasa panas?"

Sesuai perkiraan, Dirandra merasakan tangan Adam merangkul erat pinggangnya hingga wanita itu jatuh di pangkuan si tuan. Perlahan, ia menoleh pada wajah keras yang memiliki tatapan tajam sedang mengarah padanya.

"Siapa yang menggoda?" suara laki-laki itu parau. 

Dirandra tidak merasa aneh, bukankah Adam bejat? Ia memang tidak tahu bagaimana cara almarhumah adiknya jatuh pada laki-laki itu, tapi ini caranya membuat keadaan terbalik. Walaupun masih awal, wanita itu sudah melihat celah lemah.

Ketika laki-laki itu menarik tengkuknya, dengan sengaja Dirandra meletakkan tangannya dibagian inti Adam seolah ia akan jatuh. Erangan tak terhindarkan, wanita itu mendengarnya menikmati sesuatu yang sedang ditahan oleh ayah dua orang anak itu, gerakan tangannya lembut hanya sekali selanjutnya tangan indah itu kembali ke laptop.

"Katakan kalau kamu butuh kamar." 

"Saya lebih nyaman bekerja di sini." mata Dirandra terpejam bukan karena menikmati sebuah jilatan di tengkuknya melainkan sedang menahan tangan agar tak memutuskan urat leher laki-laki itu.

"Katakan, setinggi apa jam terbangmu?" laki-laki itu menggigit leher Dirandra. "Kamu selalu seperti ini? Diam berpura-pura polos?"

Satu gerakan lagi, kamar itu akan menjadi milik Dirandra. "Selama ini tuan merasa seperti itu?"

Senyum sinis, Dirandra melihatnya lagi. Khas seorang Adam, karena ini Denada tersentuh? Wajar, mengingat betapa polos sang adik.

"Jangan bertele-tele."

"Apa yang saya dapatkan?"

Senyum laki-laki itu masih bertahan. "Jangan berharap lebih." kemudian jarinya memainkan perut Dirandra. "Bukankan kamu profesional?"

Ingin ditampar wajah itu, Dirandra segera berdeham. "PSK dibayar." tatapannya syahdu. "Saya ingin menggenggam Tuan."

"Saya tidak ingin berkomitmen."

Karena itu kamu membunuh adikku? "Sama." Dirandra menjelaskan. "Anda milik saya di kamar  juga di ruangan ini."

Tak bisa membaca pikiran Adam bukan berarti Dirandra tidak tahu apa-apa. Deal, ia hanya menunggu laki-laki itu mengatakannya.

"Kamu bisa menjaga sikap?"

"Sama seperti anda, saya juga punya wilayah pribadi."

Tangan laki-laki itu harus terhenti tepat saat ingin menangkup sesuatu. "Untuk pertama kali, rasanya tidak baik jika di ruang kerja." Dirandra menurunkan tangan Adam. Ia kembali berbisik. "Saya tidak membawa lingerie. Tapi, lebih menawan dengan setelan kantor. Anda sependapat?"

Damn it!

Dirandra bangun dari pangkuan laki-laki itu kembali ke sofa tanpa mengancing kemejanya. Sepasang mata menatap lapar dan wanita itu tidak peduli. Menunduk, bersandar hingga mengibas tangan dengan mata fokus pada dokumen. Keindahannya sedang dinikmati, ini pertama kali ada wanita menawarkan diri tanpa sebuah komitmen dan uang. Wanita itu terlihat perfect, tidak salah kan jika mencari tahu lebih detail setalah sebuah adegan?

Kamar, itu murni permintaan wanita berkelas. Biasanya di manapun bisa asalkan sama-sama menikmati. Meja kerja, sensasinya luar biasa kan? Baiklah, di kamar sore ini pilihan yang bagus.

"Sore ini, saya menunggu di kamar."

Dirandra menghentikan kegiatannya dan melihat wajah laki-laki itu. Baguslah, lima belas menit laki-laki itu memikirkannya, sebuah kemajuan.

"Saya akan masuk dari sini." saat mengatakannya, Dirandra tidak melihat wajah Adam karena wanita itu fokus pada pekerjaannya. "Yang anda inginkan, terjadi. Tenang saja, saya juga menginginkannya." 

"Karena kamu pernah ke kamar saya, pasti lebih mudah."

"Tentu." Dirandra mengangkat wajah. "Berhenti memikirkan saya, sore ini kan? Semoga pekerjaan ini selesai secepatnya."

Lagi Dirandra tidak melihat, saat laki-laki itu menatap tajam pada satu arah.

Pesona Yang Ternoda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang