10

1.4K 261 9
                                    

Parfum yang begitu menyengat namun memabukkan apalagi khusus digunakan untuk memikat lelaki. Pertama, jajakan pesona selanjutnya biasakan diri di kamar itu agar bisa menguasai pemiliknya untuk memudahkan mencincang tubuhnya.

Di ranjang atau lantai baiknya anggota tubuh itu nantinya ditata? Perlukan mawar hitam Sebagai hiasan? Oh, Dirandra tidak sabar melakukannya.

"Tiga menit dua belas detik." Dirandra melepaskan arlojinya.

"Kamu terbiasa on time?"

Alih-alih menjawab, Dirandra malah memberikan sebuah tanya. "Anda tidak ingin aku yang membukakannya?"

"Kamu tidak bisa memerintah." laki-laki itu mendekat, setelah melempar asal kemejanya. Benar-benar angkuh, tubuh polosnya hanya bisa disaksikan oleh selimut hingga Dirandra tak bisa melihat s-inci pun bagian bawah Adam.

"Aku tidak suka wanita telanjang." Adam tidak melihat semu di wajah Dirandra. "Melihatmu begitu berani, aku merasa tertantang."

"Anda ingin saya membukanya sekarang?"

"Berbaliklah."

Dirandra tidak melakukannya, ia mulai membuka kancing kemeja memamerkan pakaian dalam yang senada dengan warna kulit.

"Aku menyuruhmu berbalik!"

Sama seperti Adam, Dirandra melempar asal kemejanya. Tanpa melepaskan tatapannya pada lelaki itu kakak almarhumah Denada selesai membuka pakaiannya.

"Anda belum mengundangku ke ranjang." Dirandra mengabaikan wajah murka sang tuan.

"Aku tidak berminat."

Dikatakan dengan tatapan lapar, Dirandra ingin menyilet lidah pria itu. Setan sekalipun tidak akan percaya.

"Oke. Aku akan melakukannya." ia sudah siap sejak lama, saat naik ke ranjang yang akan membakar tubuhnya, wanita itu mengenyampingkan harga diri, perasaan dan logika.

Tidak lama untuk permulaan dia akan membuat lelaki itu tertantang, tidak butuh latihan untuk itu skillnya hanya perlu mendapatkan penghargaan sore ini.

Adam Chandrakusuma tidak bisa memejamkan mata ia juga tidak memuji tubuh di atasnya. Menikmati? Tidak salah, walaupun liuk tubuh nan indah mulai bergerak di atasnya laki-laki itu tidak melepaskan kesadarannya. Hentakan demi hentakan tidak menyakitkan hanya satu tanya dalam benak kenapa begitu mudah Dirandra menyerahkan diri, padahal wanita itu masih gadis benarkah semata karena uang?

Gelora tidak ditepis, keduanya bercinta dengan panas, menutup rapat mulut mereka hingga tak satupun desahan yang keluar. 

Jimat ini ditemukan Dirandra dari seseorang yang dipercayai olehnya. Usapan lembut di punggung ketika pria klimaks setelah bertarung. Ucapkan perlahan, aku yang paling cantik dan seksi kamu akan terbakar bersamaku hingga telapak kakiku begitu mulai di atas kepalamu yakin jika mantra itu akan menjadikannya dewi bagi si lelaki.

"Apa yang kamu inginkan?"

Dirandra sudah mengenakan pakaiannya, hawa panas beberapa menit yang lalu sudah kembali normal.

"Lihat saja aku." wanita itu memberikan jawaban samar untuk diartikan.

"Kamu ingin uang?"

"Tidak."

"Aku tidak ingin menikah."

"Sama," jawab Dirandra. 

Adam melihatnya baik-baik saja, tidak tertekan apalagi takut. Seolah wanita itu terbiasa melakukannya padahal ia menyaksikan dengan mata kepalanya darah perawan milik Dirandra.

"Aku tetap akan bekerja, katakan kalau anda butuh."

Saat ini pun Adam masih menginginkannya, tapi ia belum melihat sirat nyata dari keberanian wanita itu menyerahkan tubuh untuknya.

"Kamu akan ke mana?"

"Kerja." ruangan yang bisa diakses langsung dari kamar ini. "Kenapa?"

"Tidak ada." Adam tidak berkata apa-apa lagi, tak ingin melihat wanita itu lantas menyuruhnya pergi.

******

Di ruang kerja, Dirandra menarik napas dalam. Ia tidak ingin menangis karena itu diingat lagi tujuannya berada di kediaman Adam Chandrakusuma. 

Untuk almarhumah adiknya, ia melakukan semuanya. Beberapa bukti sudah dalam genggaman, Dirandra hanya menunggu waktu Adam melantiknya sebagai dewi hati. Yakin, ia tak akan menunggu lama untuk itu.

Si tuan tidak kembali ke ruang kerja hingga tengah malam dan Dirandra menyelesaikan pekerjaan yang harusnya bisa diselesaikan besok. Ingin sekali dirinya melihat isi lemari yang terletak di belakang meja kerja Adam, di sana pasti ada bukti baru.

Saat jam menunjuk pukul empat pagi, Dirandra mulai mengantuk tapi matanya dipaksakan melihat berkas-berkas itu. Sedikitnya kesibukan ini membuatnya lupa akan sakit di selangkangan.

Tidur sepuluh menit biasanya bisa membantu untuk kembali bugar, Dirandra memejamkan mata.

Laki-laki di kamar sudah siap keluar, bukan untuk melihat Dirandra, lantaran ia tidak bisa tidur. Melihat wanita itu tidur di sofa Adam terkejut, ia pikir sudah tidak ada orang di ruang kerja.

Bukan memanfaatkan kesempatan, tapi tas di samping wanita itu menarik perhatiannya. Perlahan Adam mengambil dan memeriksa isinya. Tidak ada yang aneh, buku notes , pena dan flashdisk ada juga ponsel, pria itu melihat layar terkunci. Dengan hati-hati mendekatkan ponsel ke ibu jari dan layar menyala.

Hal pertama yang dilakukan Adam adalah menghubungi nomornya lalu segera menghapus. Meminta nomor wanita itu tentu menjatuhkan harga dirinya. Syukur saat ini, ia mendapatkan dua nomor telepon sekaligus.

Kamu di mana? Jangan bertindak bodoh.

Adam tidak mengerti isi pesan yang masuk ke ponsel Dirandra, karena sudah selesai ia berniat memasukkannya kembali ke dalam tas. Tapi pesan dari pengirim yang sama datang lagi.

Di, aku menunggumu. Kali ini dengarkan aku.

Siapa dia? Pacar Dirandra?

Adam tidak ingin mengetahui lebih banyak, jadi mengembalikan benda itu ke dalam tas kemudian berdeham membangunkan Dirandra.

"Anda menungguku?"

"Apakah ruangan ini membuat nyaman?" 

"Aku hanya ingin dekat dengan anda." Dirandra merapikan pakaiannya.

"Kalau begitu kenapa tidak tidur di kamar?"

Wanita itu meminta maaf.

"Boleh aku bertanya?" laki-laki itu memperhatikan wajah Dirandra.

"Silahkan," sahut Dirandra.

"Kamu sedang bertengkar dengan pacarmu?"

Apa?

Pesona Yang Ternoda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang