Dirandra mengingat semua kejadian tadi malam. Ketika ia mengacungkan pisau tidak lama Adam membekapnya dengan sebuah sapu tangan sehingga membuatnya hilang kesadaran. Satu hal yang aneh, harusnya laki-laki itu membawanya ke tempat jauh bukan ke kediaman nan megah tempat ia bekerja.
"Kamu pasti berpikir kenapa aku tidak membunuhmu."
Bahkan tubuhnya tak terikat, tenang seperti orang baru bangun tidur hanya saja kepalanya penuh dengan beban.
"Kalau aku membunuh, kamu tidak akan tahu kebenarannya."
Dirandra tidak berbicara, menatap tajam laki-laki yang duduk tidak jauh darinya. Tidak perlu melihat telapak tangan Adam yang dibalut dengan perban, tangan yang terluka karena menahan pisau yang diacungkan oleh dirandra.
"Aku membawamu kesini, ingin memberitahu tentang kecurigaanmu selama ini."
Dengan jemarinya Adam memberi sebuah kode, dan seseorang keluar dari pintu rahasia.
Wajah Dirandra pucat, melihat seorang laki-laki yang begitu mirip dengan Adam Chandrakusuma. Tubuh wanita itu sedikit lemas, tapi tidak diperlihatkan pada dua lelaki yang ada di hadapannya.
Ini bukan mimpi, walaupun Dirandra belum melihat perbedaan antara kedua laki-laki itu. Mulai dari rahang hingga bulu yang tumbuh di sekitarnya sama serta bentuk hidung hingga bibir bak pualam.
"Tidak ada yang ingin kamu tanyakan?"
Dirandra tidak tahu siapa yang bertanya karena saat ini dia tidak mengenali yang mana Adam Chandrakusuma.
"Dia pasti terkejut," kata salah satu pria itu.
Mereka belum memperkenalkan diri tapi sepertinya Dirandra cukup cerdas membedakan dua pria yang berinteraksi dengannya.
Pria yang muncul tadi adalah orang pertama yang bertemu dengannya di kediaman ini. Dan laki-laki yang membekapnya tadi malam adalah sosok yang akhir-akhir ini sering ditemuinya. Mengingat sebuah fakta Dirandra meneguk ludah karena dia tidak bisa memastikan siapa ayah biologis dari anak yang dikandungnya.
Tidak mungkin dia berhubungan dengan dua pria kan?
Meyakinkan diri dirandra menepis kepentingan untuk kenyataan tersebut. Dia bisa membuang perasaan itu tidak dengan tragedi atas kematian almarhumah Denada.
"Selama bekerja kamu pasti sudah mendapatkan banyak informasi."
"Sudah cukup, setelah keluar dari sini aku bisa membawa kalian ke hadapan publik."
Dua pria itu saling pandang mereka berbicara dengan bahasa isyarat sehingga Dirandra tidak bisa menebak kode apa yang digunakan oleh mereka.
"Kamu menemukan jejak di komputer dan menganggap itu sebagai bukti, setelah itu sebuah gaun di lemari, itu yang membuat pradugamu kuat?"
Kini kedua laki-laki itu memasang raut yang sama, sungguh Dirandra ingin mencekik keduanya. Ia murka saat tidak bisa mengenali pria-pria itu.
"Kalian menyekapku ingin memaksa agar aku menutup mulut?" Tak ada satupun difoto yang ditemukan oleh Dirandra yang menampilkan dua laki-laki tersebut, hanya ada salah satu dari mereka.
"Ini tidak akan mengubah apapun karena kasus ini telah ditutup."
Dirandra tersenyum sinis, seperti dugaannya Adam Chandrakusuma akan memperlihatkan sisi terburuknya.
"Kalau begitu anda bisa tenang, tidak usah repot-repot menyekapku aku."
Sepertinya ucapan Dirandra memancing emosi dua lelaki itu.
"Bagaimana kalau kita bertemu di pengadilan? Karena tidak bersalah aku yakin kalian tidak akan menghalangi langkahku."
Sempat berpikir ingin menemui bu Hamidah menanyakan seperti apa sosok Adang Chandrakusuma namun setelah hari ini Dirandra tidak bisa percaya kepada siapapun. Hanya menyangka ada satu Adam yang terlibat dalam kematian adiknya ternyata di hadapannya kini berdiri dua orang yang yang sulit untuk dibedakan.
Turun dari ranjang Dirandra sempat oleng namun kedua laki-laki itu tidak terlalu memperhatikan mereka hanya awas pada pergerakan kakak almarhumah Denada sehingga salah satu diantaranya menolak wanita itu, cukup keras hingga kepalanya membentur dindingnya. Seandainya dia berjalan pelan mungkin bisa menahan tapi Dirandra berjalan cukup cepat sehingga mau tidak mau Adam harus melakukannya.
Masih diingat oleh Adam betapa kuatnya wanita itu tadi malam, mudah bagi Dirandra untuk memberontak.
Bukan Adam yang menggendong Dirandra ke ranjang melainkan Arkan, adiknya. Terlahir dengan jeda waktu sepuluh meni menit kedua pria itu memiliki karakter yang berbeda. Kadang Arkan memaklumi sikap egois Adam Chandrakusuma lantaran kakaknya itu belum pernah memiliki hubungan serius dengan seorang wanita berbeda dengannya yang sudah memiliki dua orang anak.
Namun saat ini Arkan kesal melihat sikap kakaknya. "Kendalikan dirimu." setelah menegur Arkan menghubungi dokter keluarga mereka.
"Aku mendengar banyak hal yang terjadi diantara kalian, dan kamu tidak memberitahuku."
Adam masih menatap tajam wanita yang terletak di ranjangnya.
"Bukankah kamu yang memberitahunya akses masuk ke kamar?"
Arkan tidak mengelak, mereka berbicara sebagai laki-laki dewasa. "Aku sering mendengar putriku menyebut nama Diandra, saat bertemu aku merasakan hal yang sama jika dia memang berbeda."
"Dan kamu merencanakan hal itu?"
Arkan mendecih. "Aku memang yang membuat rencana, tapi siapa yang melakukannya?"
"Dia yang memulai, aku hanya mengikuti alurnya."
Seperti biasa Adam Chandrakusuma akan selalu mengelak bila dihadapkan pada hal yang akan menyudutkannya.
"Aku tidak tahu harus berkata apa, terlebih dia adalah kakak almarhumah Denada."
Saat nama itu kembali disebut, Adam kembali melihat Dirandra. Walaupun hanya bertemu beberapa kali ia masih ingat bagaimana wajah almarhumah, dan mereka sama sekali tidak mirip.
"Aku datang."
Kedua laki-laki itu melihat dokter yang dihubungi oleh Arkan. Seperti biasa dokter Cindy tidak banyak bicara, ia segera menangani wanita yang terletak di ranjang.
"Apakah dia hamil?" Wanita itu bertanya pada kedua pria tersebut tanpa mengalihkan tatapannya dari perut Dirandra.
"Dia bilang sudah menggugurkannya." Adam menjawab tanpa rasa bersalah. Sementara Arkan terkejut, melihat perut Dirandra yang sedikit buncit.
"Di dalam ini ada bayi, kalian tidak menyiksanya kan?"
Arkan menggeleng dan terpaksa berbohong pada dokter Cindy. "Dia terjatuh." pria itu meneguk ludahnya melihat kenyataan darah daging Adam berada di rahim Dirandra.
Benar, Dirandra tidak menggugurkannya dan ia tidak tahu untuk apa wanita itu mempertahankan janin yang mungkin saja tidak akan dianggap oleh Adam Chandrakusuma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Yang Ternoda
Mystery / ThrillerDia bukan wanita pemuja romansa. Karena cinta bukan anugrah, tapi malapetaka, itu menurutnya. kematian adiknya, menyisakan misteri. Secara sadar, ia masuk dalam kehidupan yang penuh marabahaya demi mengungkapkan kasus kematian sang adik. Ia tidak ta...