15. Adore

290 68 5
                                    

Reagan menarik anak panahnya, mengarahkannya kepada papan objek yang ada di depannya. Ia memfokuskan arah pandangnya untuk mengenai sasaran dengan tepat. Satu anak panah ia lepas dan tepat mengenai sasaran. Anak panah Reagan memang tidak pernah meleset sedikitpun. Bahkan babi hutan yang sedang berlari dapat dia panah dengan tepat.

Sekali lagi Reagan mengambil anak panahnya kembali dan menariknya. Sudah ada 5 anak panah yang mengenai sasaran. Semenjak mimpi malam itu, pikiran Reagan entah melayang kemana. Hal-hal negatif selalu menghantuinya, cara untuk menghilangkan adalah memanah dan berpedang, setidaknya dia akan menyibukkan diri.

Sudah hampir seminggu pula sejak ia melawan Gildart, pemuda itu tidak pernah mengusik dirinya. Jikapun berpapasan, Gildart akan menatap Reagan sebentar lalu memalingkan wajahnya, meski senyum licik penuh isyarat selalu ia tunjukan. Ini juga yang membuat Reagan semakin was-was. Reagan bukan takut kepada Gildart, hanya saja ia takut pemikiran licik Gildart mempengaruhinya.

"Yang Mulia, saatnya makan siang. Anda sudah ditunggu oleh Yang Mulia Raja dan Ratu di ruang makan." Ucap salah satu pelayan istana yang datang menghampiri Reagan. Reagan mengangguk menanggapi si pelayan.

Reagan memberikan busur dan sisa anak panahnya kepada salah satu prajurit yang menjaga di sana dan pergi menuju ruang makan. Hari ini tanpa Zeno dan Louis di sampingnya, karena kedua sahabatnya itu sedang melakukan pekerjaan mereka di luar istana.

 Hari ini tanpa Zeno dan Louis di sampingnya, karena kedua sahabatnya itu sedang melakukan pekerjaan mereka di luar istana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Reagan duduklah Nak," sapa Ratu Wendy kepada putra tercintanya.

Reagan berjalan menuju meja makan dan duduk dikursi yang sudah menjadi miliknya. Meja makan di istana sudah tidak terisi tiga orang lagi, sejak Gildart datang dengan segala kewenangannya. Kursi di sampingnya yang biasanya kosong, kini sudah diduduki Gildart.

"Reagan, Zeno dan Louis akan kembali 3 hari lagi. Ayah meminta mereka untuk mengawasi pelabuhan. Ada bandit-bandit yang dengan sengaja membawa barang dari luar dan menjualnya secara bebas di pasar. Ayah juga meminta Louis untuk melihat barang itu, apakah berbahaya atau tidak."

"Tidak masalah Ayah, itu sudah menjadi tugas mereka. Lagipula aku sudah dewasa bukan anak kecil lagi, aku bisa melindungi diriku sendiri."

"Ayah percaya padamu."

Mendengar percakapan ayah dan anak itu membuat telinga Gildart terasa gatal. Tanpa sadar tawa samarnya terdengar oleh Reagan, seolah-olah Gildart mengejeknya, perang dingin itu dapat Chandresh rasakan. Putra dan keponakannya itu sejak awal memang tidak pernah akur, sebenarnya Chandresh juga masih tidak percaya kepada Gildart, mengingat dulu sang kakak pernah melakukan kudeta kepadanya. Padahal saat itu Chandresh sangat mempercayai Rudolf sebagai panutannya, namun rasa iri dalam hati Rudolf mampu menghapus ikatan darah diantara keduanya.

Kali ini Chandresh berusaha mencoba mempercayai Gildart, ia pikir mungkin saja Gildart tidak seperti Rudolf, namun kebencian dalam hari Gildart terhadap dirinya dan keluarganya harus tetap diwaspadai.

LACRIMOSA | HUANG RENJUN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang