Reagan memasuki gerbang pembatas antara Tartier dan Terios. Pemandangan pertama yang disuguhkan adalah kobaran api, tangisan anak-anak dan wanita serta beberapa masyarakat desa dan prajurit yang mencoba memadamkan api. Seketika Reagan teringat tentang mimpinya, mimpi yang ia yakini adalah kenyataan di mana dia berdiri di sebuah tempat yang dikelilingi api, tapi dengan cepat Reagan menggelengkan kepalanya untuk menyangkal.
"Beda. Ini tidak sama. Atmosfer yang kurasakan jelas berbeda, meski terlihat sama," sangkalnya.
Reagan turun dari kudanya, ia menyisir keadaan sekitar mencari sosok laki-laki muda yang ia kenal. Tidak jarang Reagan menolong wanita paruh baya dan anak-anak menjauh dari kobaran api.
"Louis, evakuasi mereka dari sini!" Louis mengangguk mendengar perintah Reagan.
"Aku harus menyelesaikan ini semua!" Gerutunya.
Reagan melihat sosok laki-laki muda yang sedari tadi dicarinya, laki-laki itu tengah membopong laki-laki tua untuk keluar dari rumahnya yang sudah terbakar separuh.
"Zen!!" Laki-laki muda yang merasa namanya terpanggil sontak menoleh ke arah suara.
"Reagan?! Sedang apa kau di sini?!"
"Sebaiknya kita bawa kakek ini menjauh dari sini terlebih dulu, pertanyaanmu akan kujawab nanti."
"Kau sendiri?"
"Tidak. Louis bersamaku."
Mereka mengevakuasi seluruh masyarakat desa yang tidak mengetahui aksi pemberontakan menjauh dari tempat terjadinya pemberontakan.
"Kalian aman di sini, tidak perlu khawatir aku akan mengembalikan tempat tinggal kalian," ucap Reagan penuh kelembutan kepada masyarakat yang duduk di depannya.
"Kalian!" Tunjuk Reagan kepada beberapa prajurit, "Tetap di sini, lindungi mereka!" Prajurit yang di sana mengangguk penuh rasa hormat. Laki-laki muda yang baru saja memberi perintah kepada mereka, baru kali ini mereka lihat, tapi entah mengapa para prajurit itu merasa bahwa kepemimpinannya jauh lebih tinggi dari Zeno selaku panglima.
Reagan berlalu setelah memberikan perintah, meninggalkan masyarakat yang kini memandang punggungnya penuh tanda tanya. Siapakah pemuda berparas indah itu?
Reagan berlalu diikuti Louis dan Zeno. Masyarakat desa berharap penuh kepada ketiganya, terutama Reagan yang seakan memberi keyakinan bahwa ucapannya bukan omong kosong belaka."Kau belum menjawab pertanyaanku," tanya Zeno di sela-sela perjalanan mereka.
"Semua ini akan kuselesaikan Zen, tidak semuanya bisa kupasrahkan kepada orang lain."
Zeno menoleh sejenak kepada Louis yang ada di samping Reagan. Tatapannya seolah-olah bertanya, "Kenapa tidak kau halangi Louis?" Louis membalas tatapan saudaranya itu dan menjawab pertanyaan yang dapat ia mengerti, "Sudah kuhalangi, tapi tetap saja." Seperti mengerti perawakan yang Reagan miliki, Zeno kembali bertanya kepada sosok Pangeran yang berjalan di sampingnya.
"Kau yakin?"
"Hm." Sebuah anggukan yang Zeno anggap sebagai jawaban tanpa ada keraguan yang mampu menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di otaknya.
•••
Lilyan duduk kursi yang terletak di halaman depan kastil. Setelah menyelesaikan acara bersih-bersihnya Lilyan hendak beristirahat di halaman depan kastil yang ditanami bunga-bunga indah. Hari sudah berganti malam, matahari sudah lama kembali ke peraduannya dan diganti oleh bulan. Lilyan sesekali mendongakkan kepalanya guna melihat bulan yang sudah bertengger di langit malam.
"Sudah malam, kenapa mereka belum kembali?" tanya Lilyan kepada dirinya sendiri. Karena semenjak siang tadi Reagan dan Louis belum kembali. Baginya ini bukan hal yang biasa, jika Zeno yang jarang berada di kastil bisa Lilyan maklumi. Berbeda dengan Reagan dan Louis yang selalu berada di kastil.
KAMU SEDANG MEMBACA
LACRIMOSA | HUANG RENJUN✓
Fantasi[SILAKAN FOLLOW DAN JANGAN LUPA DI VOTE, SEBAGAI BENTUK DUKUNGAN] [LENGKAP] "Putra Mahkota Kerajaan yang sengaja disembunyikan oleh Raja akibat kutukan yang ia miliki sejak lahir. Karena jika dia bernyanyi di hadapan orang lain, maka nyanyiannya dap...