17. Rencana Kudeta

271 55 2
                                    

Reagan menunggangi kudanya, di tangannya sudah ada sebilah pedang. Ia mengayunkan pedangnya begitu lihai. Reagan mampu mengimbangi serangan yang Zeno berikan. Kedua pedang mereka saling bergesekan satu sama lain.

Sedangkan di tempat lain, tidak jauh dari keduanya, Louis sudah siap menarik panahnya mengarahkannya kepada Reagan. Ya, ketiganya saat ini sedang latihan. Reagan dan Zeno menunggangi kuda saling menyerang, dan Louis membidik Reagan dengan anak panahnya.

Dengan sekali tarik, Louis melepaskan anak panahnya. Anak panah itu melesat dengan cepat, tertuju pada Reagan yang sedang menerima serangan dari Zeno. Hebatnya, anak panah yang Louis kirimkan ditepis begitu saja oleh Reagan. Anak panah itu terbelah menjadi dua, dan tergeletak di tanah.

Zeno yang melihat kejadian sekejap itu, kehilangan fokusnya hingga ini menjadikan celah bagi Reagan untuk menyerang Zeno. Dengan gerakan yang cepat pedang milik Reagan sudah berada di leher Zeno. Gerakan pedang yang diberikan Reagan seperti angin, dan mampu membuat Zeno membeku.

"Hei, Zen. Bukankah selama perang kita tidak boleh kehilangan fokus?"

Zeno menarik nafasnya pasrah, "Baiklah, aku mengaku kalah."

Louis berjalan mendekati Reagan dan Zeno. Reagan dan Zeno turun dari kudanya setelah Louis sudah berada di hadapan mereka. Keduanya mengusap kepala kuda mereka masing-masing, mengisyaratkan bahwa kedua kuda itu telah melayani dengan baik, dan akhirnya kedua kuda itu dibawa masuk oleh kedua penjaga.

"Gerakan dan kepekaanmu semakin cepat Reagan," ucap Louis yang merasa bangga dengan kemajuan Reagan.

"Ini semua berkat latihan yang kalian berikan." Ketiganya berjalan beriringan.

"Kau benar saudaraku, aku saja sampai lengah dengan gerakan cepat Reagan. Sepertinya aku harus berlatih lebih keras lagi," sanggah Zeno dengan semangat yang membara. Ketiganya tertawa bersama, membuat lelucon-lelucon kecil.

Ketiganya saat ini sedang duduk pinggir lapangan berumput, menikmati angin yang menerpa tubuh berkeringat mereka. Beberapa pelayan sudah menghidangkan makanan dan minuman.

"Sudah beberapa hari ini aku tidak melihat Gildart."

"Kau benar Louis, biasanya dia akan mencari masalah." Louis dan Zeno menatap Reagan yang duduk diantara keduanya dengan tatap bertanya. Seperti paham apa yang mereka tanyakan, Reagan hanya menarik napasnya.

"Jika kalian bertanya kepadaku? Aku tidak tahu, dan bukan urusanku." Keduanya hanya mengangkat alis, seolah mengerti.

"Hei Reagan, saat kau meminta kami menyelediki keluarga Aislyn. Sejauh itukah hubunganmu dengan Lilyan?" tanya Zeno penasaran, pasalnya hubungan Reagan dan Lilyan tidak sedekat itu, tapi sejak Reagan mengajak Lilyan untuk tinggal bersama di istana, hubungan keduanya semakin dekat. Seperti saling membutuhkan.

"Kau juga menyebutnya sebagai Putri Mahkota, apakah ucapanmu sudah mendapat restu Raja, Yang Mulia?" goda Louis kepada Reagan.

"Apakah semua tindakanku harus meminta restu Ayah? Tidak bukan?"

"Hei, Yang Mulia. Ini perihal Putri Mahkota, dan kau dengan seenaknya menunjuk orang," timpal Zeno kembali.

"Kalian berisik!"

"Lihat Louis, sepertinya Tuan kita sedang jatuh cinta."

"Kau benar Zen."

Mendengar ocehan Louis dan Zeno yang tidak kunjung berhenti. Reagan berdiri dari tempatnya dan pergi meninggalkan si kembar Wisteria. Zeno dan Louis tidak henti-hentinya menggoda Reagan. Bagi keduanya ini kesempatan bagus.

***

Lilyan duduk dengan tangannya yang sibuk memasukkan jarum, mengikut pola yang ia gambar sebelumnya. Rambutnya di sanggul dengan cantik, dengan hiasan mahkota bunga di kepalanya. Sesekali Lilyan tersenyum, hingga membuat pelayan yang menunggunya terlihat bingung. Mengapa nonanya terlihat sangat berseri-seri.

LACRIMOSA | HUANG RENJUN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang