19. Griffin dan Tartaros

285 59 4
                                    

Gerhana bulan merah telah berakhir, tapi api tidak kunjung padam dari istana, seperti halnya matahari yang akan terbenam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gerhana bulan merah telah berakhir, tapi api tidak kunjung padam dari istana, seperti halnya matahari yang akan terbenam. Suara teriakan prajurit istana melawan pasukan pemberontak yang dibawa Gildart terus berkumandang, bahkan suara gesekan pedang yang saling membentur menjadi melodi malam itu. Darah yang mengalir di tanah, menjadi mata air untuk tanaman. Tidak hanya dari pasukan pemberontak yang tumbang, tapi prajurit istana-pun banyak yang gugur.

Mereka bertahan dengan satu jiwa yang mereka miliki untuk melindungi kerajaan tempat mereka mengabdi. Rakyat yang berada di dekat istana, tidak berani mendekat. Bukannya mereka tidak ingin ikut berperang, tapi apalah daya seorang rakyat melawan pasukan bersenjata, dengan penuh tipu muslihat. Mereka hanya bisa berdoa dan melakukan semampunya, agar keluarga kerajaan aman. Mereka tidak ingin kehilangan pemimpin yang sudah lama mereka layani.

Louis dan Zeno memandang tajam ke arah Gildart yang terus menyeringai, seperti meremehkan kehadiran si kembar Wisteria. Kedua pasang mata itu penuh dengan amarah. Louis sudah mengeratkan giginya, bersiap menyerang Gildart dengan pedang yang sedari tadi ia genggam. Terlebih saat ia melihat bagaimana kacaunya Reagan dalam lingkaran api yang diciptakan oleh Gildart.

Tanpa memberikan aba-aba, Louis berlari secepat kilat menyerang Gildart. Serangan cepat yang diberikan oleh Louis mampu melepaskan jerat yang membelenggu Lilyan. Lilyan terjatuh ke lantai, ia memegangi lehernya yang sangat terasa perih, mengatur nafasnya yang sesak.

"Kau tidak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja Zen, tapi..." ucapan Lilyan terjeda, ia melihat ke arah Reagan yang masih terlihat linglung dalam lingkaran api.

"Tidak perlu khawatir, serahkan kepada kami. Aku dan Louis akan melindungi Reagan, dan itu sudah menjadi tugas kami dari lahir."

Lilyan mengangguk, mempercayai perkataan Zeno yang baru saja membantunya berdiri. Lilyan akui, Gildart bukanlah lawannya.

Zeno berjalan menghampiri Chandresh dan Wendy, membantu Wendy membopong tubuh Chandresh.

"Yang Mulia, sebaiknya Anda menjauh dari tempat ini. Di luar sana, prajurit istana membutuhkan Anda. Serahkan Gildart kepada kami."

"Baiklah Zen, kami serahkan Reagan kepada kalian berdua." Zeno mengangguk menyanggupi permintaan sang Raja.

Chandresh dan Wendy mempercayakan semuanya kepada Louis dan Zeno. Keahlian dan kemampuan keduanya tidak pernah diragukan. Chandresh dan Wendy pergi meninggalkan ke empat pemuda itu, mereka membawa Lilyan bersama mereka.

"Lilyan, kau ikut kami. Panahmu bisa membantu pasukan kita. Tempat ini, serahkan saja kepada Louis dan Zeno."

"Baik Yang Mulia." Lilyan menuruti ucapan Wendy dan ikut pergi bersama Raja dan Ratu negeri itu. Setidaknya kemampuan Lilyan bisa berguna di luar sana, jika tetap di tempat ini, Ia takut akan menjadi beban dan kelemahan bagi ketiganya.

Setelah kepergian Chandresh, Wendy dan juga Lilyan, Zeno sebisa mungkin mencoba memadamkan api yang mengurung Reagan. Ia melepas jubahnya, membawa jubah itu dan merendamnya di kolam depan gereja dan kembali membawa jubah basah itu, untuk memadamkan api.

LACRIMOSA | HUANG RENJUN✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang