Awan hitam yang bergelayut rendah di atas langit seakan dapat mencerminkan apa yang Anjani rasakan saat ini. Perasaannya gundah gulana, cemas seperti orang-orang yang tersadar tidak membawa payung, alih-alih awan hitam menurunkan hujan.
Sudah dua hari Jeno tidak pulang ke rumah, belakangan ini, dalam seminggu, Jeno hanya pulang ke rumah paling banyak 2 hari. Sisanya, entah pria itu habiskan di kantor atau melakukan perjalanan dinas keluar kota.
Hati Anjani gundah gulana, tidak hanya karena Jeno jadi jarang pulang ke rumah, perubahan sikap suaminya itu juga membuat pikiran-pikiran negatifnya semakin bertumpuk.
Anjani tidak lagi dapat menutupi rasa amarahnya saat Jeno—yang sudah tidak pulang selama dua hari—memunculkan batang hidungnya di kamar mereka.
"Udah inget pulang kamu?" Sindir Anjani pada suaminya kala Jeno baru saja melepaskan setelan jasnya.
"Maaf ya, biasalah urusan kantor lagi hectic."
"Kamu bilang, kamu ada dinas ke Jogja, tapi aku tanya sekretaris kamu di kantor, kamu gak ada tuh perjalanan dinas ke Jogja." Anjani seakan tidak mau membuang waktu dan langsung melakukan konfrontasi pada Jeno. "Kamu tuh sebenernya pulang kemana? Ke apartemen Karin?!"
"Anjani! Jaga ya mulut kamu kalo berbicara!"
"Loh? Emang salah ya perkataanku barusan?" Anjani sudah kehilangan kesabarannya dan tampaknya dia sudah memutuskan untuk menunpahkan segala yang telah dirinya pendam beberapa bulan ini. "Tujuan kamu buat nikahin aku dulu, bukan karena kamu cinta sama aku kan? Karena kamu cuma manfaatin aku buat ngelupain Karin!"
"Anja," kini suara Jeno kembali merendah, tangannya sudah memegang lengan Anjani. "Kita bicara kalau emosi kamu udah mereda, okay?"
Anjani lalu menepis kedua tangan Jeno dengan kasar. "Aku gak butuh bicara dengan kepala dingin, yang aku butuhin sekarang adalah kejelasan perasaan kamu. Kamu cinta gak sih sama aku?"
"Nja, aku cinta sama kamu! Kalo aku gak cinta sama kamu, aku gak mungkin nikah sama kamu!"
"Yakin kamu beneran cinta aku?" Tawa Anjani terdengar begitu sinis, seperti meremehkan. "Terus kenapa sikap kamu berubah semenjak kamu tahu ada laki-laki yang ngedeketin perempuan sialan itu?!"
Jeno terdiam dan hanya bisa menatap Anjani dengan nanar. Dia memang mencintai Anjani, namun sepertinya, perasaannya pada Karina juga masih tersisa.
"Itu cuma pikiran negatif kamu aja, Nja. Lagi pula, kamu tau sendiri, aku sama Karin sekarang itu saudara." Jeno berusaha menenangkan Anjani yang kini air matanya sudah mulai berkumpul di pelupuk matanya.
"Tapi kenapa perasaanku bilang kamu masih cinta sama dia, Jeno?" Tanya Anjani dengan suara yang parau, air matanya kini sudah tak terbendung lagi. "Sikap kamu berubah, Jen. Kamu gak usah bohong sama aku, aku gak buta, aku bisa liat cara kamu memperlakukan Karin itu bukan lagi sebatas dua orang yang bersaudara."
"Nja, please, berhenti omongin Karina."
"Kenapa aku harus berhenti? Dan kenapa kamu gak menyangkal? Kamu masih cinta dia, kan?"
Pertanyaan Anjani yang bertubi-tubi membuat amarah Jeno seketika mencuat, ditinjunya sebuah kaca yang menempel di dinding kamarnya hingga kaca itu terpecah belah dan Anjani terperangah dibuatnya. Tetesan darah perlahan mulai mengalir dari buku-buku jari Jeno.
"Memang salah kalau aku masih cinta Karin?!" Teriak Jeno pada akhirnya mengakui perasaannya yang masih bersisa pada Karin, wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. "Kamu tau sendiri walaupun aku masih cinta dia, aku sama Karin tetap gak akan bisa bersama!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Cruising On You • Yoshi x Karina •
Hayran KurguYoshi, seorang captain muda dari maskapai penerbangan ternama bertemu dengan Karina, wanita yang bekerja sebagai Air Traffic Controller-their world collides, in a way, Yoshi needs Karina to land safely; Cruising On You. "Ibarat pesawat nih, hidup gu...