Li(ps)brary - DY

15.3K 129 1
                                    


Kalau Hyena boleh jujur, tempat paling nyaman nomor satu untuk jadi tempat tidur di kampus itu tidak lain tidak bukan ya jelas di kelas.

Tapi kalau ditanya, 'dimana yang nomor dua?' jelas Hyena bakal langsung jawab; di perpustakaan.

Kampus Hyena termasuk salah satu kampus bergengsi, tercermin dari lantai perpustakaan yang tidak cukup hanya pada satu lantai saja—melainkan lima.

Kini, Hyena sedang tertidur pulas bagai bayi yang habis disusui pada lantai paling atas di perpustakaan kampusnya. Tempat paling sepi, paling nyaman, paling sedikit gangguan, dan satu lagi yang paling penting; ada bilik kecil spesial yang jarang diketahui oleh mahasiswa-mahasiswa lainnya.

Rambut-rambut halus Hyena menutupi area wajahnya bagai membelai lembut. Hyena beruntung, karena rambut-rambut itu tanpa disengaja dapat menutupi sebagian daerah mata Hyena agar tidak terkena sinar senja yang terpantul pada jendela-jendela kaca.

Kalau begini, bisa saja Hyena melanjutkan tidurnya hingga malam nanti...

"Hyena, bangun!"

Tampaknya rencana Hyena saat sebelum akan terlelap tadi malah jadi berantakan. Di tengah-tengah bunga tidurnya, Hyena bisa merasakan ada tangan dingin yang menepuk pelan pipinya.

"Mami lo nyariin, Hyen."

"Ahhhh... Bentar lima menit lagi..." jawaban Hyena persis seperti orang yang sedang berkumur; pelan dan tidak jelas.

Kesal sebab usahanya tidak berbuah hasil, orang tadi langsung ikut duduk di samping Hyena. Jari-jarinya menyingkirkan rambut-rambut halus yang menutupi wajah Hyena. "Buruan. Lo nyusahin banget sih."

"Tinggal aja napa!" Hyena berseru sedikit keras. Untung di lantai itu nampaknya hanya ada mereka berdua saja.

Dahi yang berkerut milik orang tadi perlahan menghilang, kini ia malah tersenyum geli ketika melihat bibir Hyena yang mengerucut gemas di sela-sela tidurnya.

"Ya udah gue tunggu disini sampai lima menit. Lebih dari lima menit, gue seret."

"Doyong bawel!" Hyena mengeluh lalu mengubur dirinya diantara lengan yang menjadi tumpuan agar kepalanya tidak terantuk meja.

Orang yang dipanggil Doyoung tadi hanya menyenderkan dirinya di rak buku sambil mengambil asal salah satu buku yang tadi menjadi alas tidur Hyena—buku tentang pola asuh orang tua.

Yah, bukan tanpa alasan Doyoung menghampiri Hyena ke perpustakaan yang berjarak cukup jauh dari fakultasnya. Hari ini adalah hari dimana persidangan cerai kedua orang tua Hyena di gelar. Doyoung yang juga adalah tetangga sekaligus teman Hyena menjadi punya tanggung jawab lebih yang diberikan oleh sang ibu untuk menjemput Hyena pulang. Namun Doyoung lebih tahu dari siapapun bahwa Hyena sedang tidak baik-baik saja.

Doyoung juga tahu bahwa Hyena pergi ke tempat ini karena tidak ada tempat lain di dunia ini yang bisa membuat Hyena nyaman, bahkan di rumahnya sekaligus.

Sambil menyusuri mata Hyena yang terpejam, Doyoung bisa melihat kedamaian di wajah Hyena. Kedamaian yang selama ini tersembunyi dari wajah penuh ketakutan dan penuh kerentanan dari gadis itu.

Akhirnya setelah melalui sesi berdiskusi yang cukup alot dengan otaknya, Doyoung memutuskan untuk ikut menaruh kepalanya di meja dan menunggu Hyena. Doyoung sempat menyusuri ulang bentuk wajah Hyena hingga Doyoung berhenti di bibir gadis itu. Jari-jari Doyoung terulur—menyentuh pelan bibir Hyena yang melengkung ke bawah, mungkin karena mimpi buruk.

Dalam hati sebelum kedua kelopak matanya ikut memberat, Doyoung membisikkan doa. Semoga setelah ini bibir yang menanggung beribu-ribu kata sedih yang tidak terungkapkan itu bisa perlahan mulai tersenyum lagi. Dengan dirinya yang menjadi alasan di balik senyuman itu.

Kedua insan saling bersua dengan bunga tidur mereka. Masing-masing saling menghadap ke wajah orang di depannya seakan tak terganggu dengan langit senja yang semakin gelap. Keduanya tertidur dengan nyaman, seakan-akan menemukan rumah masing-masing.


***



"Doy! Doyoung lo parah banget gak bangunin gue?!"

Merasa tubuhnya diguncang hebat, Doyoung langsung bangun dan mulai membaca keadaan sekeliling. Semuanya gelap lebih gelap daripada saat ia sampai di perpustakaan tadi sore. "Ini jam berapa?" tanya Doyoung dengan suara serak khas bangun tidurnya.

"Jam sebelas! Gila gue minta dibangunin lima menit malah kelebihan sampai delapan jam! Mana lo ikut tidur."

"Sorry-sorry... Bentar gue pastiin dulu perpus udah di kunci atau belum." Doyoung melirik ke arah ponselnya. Ia mengetikkan beberapa pesan sebelum akhirnya menatap ke arah Hyena.

"Apa?" tanya Hyena panik. "Jangan bikin gue takut dong!"

"Hyen, lo besok ada kelas?" ucap Doyoung yang malah menjawab Hyena dengan pertanyaan lagi.

"Kagak. Kenapa emang?"

"Kayaknya kita baru bisa keluar besok deh. Perpus udah dikunci dari jam sepuluh malam."

"What the fuck?!" Hyena mengumpat. "Aduh, gue niat kesini mau self- healing tapi kenapa malah tambah pusing?"

"Gue juga lupa. Gue habis begadang bikin laprak, jadinya gue malah ikut tidur," jawab Doyoung pelan. Ada sedikit siratan bersalah di kalimatnya.

Merasa tak bisa melakukan apa-apa sebab nasi sudah menjadi bubur, Hyena kemudian kembali duduk lalu menenggelamkan kepalanya di kedua lutut. "Ya udah gak apa-apa deh. yang penting gue gak sendirian."

Melihat Hyena yang sudah mulai tenang, Doyoung juga ikut duduk di sebelah Hyena lalu dia diposisi itu dengan waktu yang cukup lama.

"Hyen, lo kalau masih gak puas nangis, lo boleh kok nangis disini sekarang," ucap Doyoung pada akhirnya.

Sesaat kemudian dia bisa merasakan ada kepala yang tersender di pundaknya—kepala Hyena.

"Udah ah gue nangisnya. Gue mau gini aja," jawab Hyena sambil menyenderkan kepala di bahu Doyoung dan memejamkan matanya. "Kalau dipikir-pikir cinta tuh ada gak sih menurut lo?"

Doyoung hanya diam, ia tahu Hyena memang sedang tak membutuhkan jawaban darinya. Hyena hanya butuh didengar saja. "Kalau gue... Gue gak tahu sih. Selama ini gue gak pernah ngerasain. Terus kok bisa ya orang tahan hidup bareng sama orang lain ketika cinta di hati mereka udah gak ada? Artinya kalau mereka pisah sekarang bakal bagus kan? Mereka gak usah pura-pura kelihatan saling mencintai di hadapan gue lagi."

Hyena dan Doyoung kini bisa mendengar detak jantung masing-masing. Hingga rasa hangat itu sama-sama muncul diantara keduanya. Doyoung paham Hyena masih meragu, namun kali ini ia bertekad membuktikan apa itu rasanya dicintai kepada gadis yang ia selalu tunggu kabarnya sehari-hari. 


Contains: 21+ di perpus (asdfgjkl), double penetration, not confident Hyena and softt dy)

[kindly check my bio for the next story on trakteer🤗, next chap 'When I Sleep' will be updated next week (amin)] 

[NC] When I SleepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang