Dengan dagu terangkat dan wajah yang anggun serta berwibawa, disembunyikannya ekspresi heran sang ratu setelah tanganya tak dibiarkan lepas oleh salah satu anggota survey corp didepannya.Para manusia yang telah berjasa mengambil kembali tembok Maria ini pun saling mengarahkan pupil ke sumber masalah, Eren.
Kebingungan terlukis di wajah-wajah yang masih menunduk hormat di hadapan ratu, bersabar untuk menunggu giliran mendapatkan penghargaan.
"Psstt.. Eren" entah siapa yang menegurnya, suara tersebut tidak membuat Eren melepaskan tangan Historia dari tubuhnya yang diam membatu.
Tidak tahan menahan kesabarannya lagi, dengan cepat dan hentakan yang keras Historia menarik tanganya dari genggaman Eren. Eren mengedipkan matanya, sadar dari pikirannya, ia pun kembali ke posisi hormat.
Diam-diam Eren menormalkan ritme nafasnya. Menetralkan otot-otot wajahnya yang tegang dan menahan air yang akan keluar dari Indra pengelihatanya . Ya, terdapat konflik didalam dirinya.
.
.
.Tuk tuk..
Langkah sepatu kuda mengiringi perjalanan pulang para survey corp dari wall Sina kembali ke markas.
Terlihat wajah-wajah lelah bersamaan dengan perasaan lega dan puas bahwa mereka bisa membawa kembali wilayah mereka.Tanpa sadar langit sudah menyingkirkan cahaya matahari dan berganti menjadi sinar sendu bulan purnama.
"Ereh!" Panggil Mikasa sedikit menekankan suaranya.
Mereka sudah sampai di bangunan besar markas survey corps, tetapi bukannya turun dan bersiap masuk, Eren masih duduk di atas kudanya. Tidak hanya itu, pandangannya pun kosong seakan ia tidak ada di dalam sana.
Kedua sahabatnya itu paham, setelah berhasil menguak rahasia ayahnya, Eren memang sudah sedikit berbeda, tetapi sekarang? Ia jauh berbeda. Sangat berbeda.
Eren mengedipkan matanya dan menggelengkan kepalanya bersamaan. Wajahnya menunduk, menatap kedua temannya yang tampak khawatir.
"Iya?" Jawab Eren dengan wajah tanpa bersalah.
Sejenak Mikasa dan Armin saling menatap satu sama lain, keheranan memenuhi pikiran mereka.
"Ayo masuk Eren" ujar Armin setelah menepis pikiran khawatirnya.
"Ah iya iya"
"Kau baik-baik saja Eren?" Belum sempat Eren menyentuh tanah, Mikasa menyalurkan perhatiannya.
Tidak, aku tidak baik-baik saja.
Rupanya pertanyaan tersebut malah membuatnya mengingat hal lain. Mengingat masa depan yang terpampang jelas di depannya.
" ah Armin, Mikasa.. aku baik-baik saja" bohong. Jelas Eren tidak dalam keadaan baik. Tetapi apa boleh buat? Ia tidak bisa menceritakannya kepada mereka kan?