Dream 3

1.2K 219 11
                                    

🥀 Happy Reading 🥀

Di gedung Seanatic, Sean Xiao nampak duduk di kursi kerjanya yang nyaman, kursi tinggi berlapis kulit hitam empuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di gedung Seanatic, Sean Xiao nampak duduk di kursi kerjanya yang nyaman, kursi tinggi berlapis kulit hitam empuk. Kedua sikut bertumpu pada pinggiran kursi, sedikit berputar sambil menautkan sepuluh jemari.

Di depannya duduk di sofa putih, Yi Lai yang sedang sibuk membuka satu demi satu tumpukan map berwarna biru. Matanya serius memperhatikan profil yang masuk ke dalam agensi SXM untuk mengikuti audisi pemilihan model merk perusahaan tersebut.

Sean melirik asistennya yang begitu asyik membaca satu-satu data yang masuk.

“Kapan kau mengadakan interview?” tanyanya sambil lalu.

“Siang ini,” Yi Lai menjawab singkat.

“Haruskah di interview semua? Kau bisa memilih yang kira-kira masuk kriteria kita.”

“Itu sebabnya aku sedang melihat semua data, dan menyortir sebagian. Kau cukup menunggu hasil. Kenapa mendadak bawel?” Yi Lai memilah lagi berkas yang menumpuk.

“Aku hanya ingin tahu diantara daftar yang masuk, apa ada yang menarik perhatianmu?”

Sesaat Yi Lai melihat atasannya yang sedikit gelisah. Sedetik kemudian dia mengulum senyum.

“Kalau ada yang mampu menyaingi ketampananmu, aku akan memberitahumu. Kau tenang saja,” senyuman masih tertinggal di bibirnya yang sensual.

Sean menyandarkan kepala, memejamkan mata sejenak. Semalam dia kembali memimpikan sosok itu, yang sempat ia lihat di luar toko roti walau dia tidak yakin apakah itu benar-benar pemuda dalam mimpinya atau hanya penglihatannya saja. Tetapi malamnya sosok itu kembali mendatanginya di dalam mimpi. Tersenyum begitu indah dan mengatakan kalau mereka akan segera bertemu. Dia tidak yakin dengan yang terjadi selama ini.

Mungkinkah dia secara membabi buta mempercayai mimpi yang jelas-jelas hanya bunga tidur?

Namun sosok itu semakin mengganggunya, dan ia benar-benar kebingungan. Perasaan rindu yang secara aneh menyerangnya membuatnya semakin gelisah dari hari ke hari.

“Sepertinya aku harus memeriksakan diri,” gumamnya samar sambil memutar lagi kursi kerja.

Yi Lai mendadak mengumandangkan tawa lepas mendengar gumaman atasannya. "Aku sarankan kau mendatangi psikiater,” ucapnya memperburuk suasana hati.

“Asisten tidak berperasaan. Aku akan membuatmu menderita,” desis Sean setengah mendelik.

Tawa berderai Yi Lai kembali terdengar. Sesaat kemudian matanya sedikit melebar melihat satu profil yang ada dalam pegangannya. Sedikit tak percaya dia berulang kali membolak balik lembaran profil serta foto-foto yang menyertai. Sekilas dia melirik Sean yang masih komat kamit tidak jelas sambil memainkan mouse di tangan. Diam-diam dia menyisakan data itu di bagian paling bawah. Senyum jahil menghiasi wajahnya yang tampan.

𝑳𝒐𝒗𝒆 𝒊𝒏 𝑴𝒚 𝐃𝐫𝐞𝐚𝐦 [𝓔𝓷𝓭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang