16. Settle Down [END]

2.7K 302 51
                                    


Aleysha terbangun saat gigil menyerang tubuhnya. Gadis itu berusaha meraih selimut yang sudah menelannya agar semakin merapat guna menghalau dingin. Kepalanya terasa sedikit berat. Lalu ketika dingin itu tak kunjung hilang, Aleysha akhirnya menyerah dan membuka mata.

Hal pertama yang ia sadari adalah, tidak ada Jeno di sisinya pagi itu. Dalam hening ia mengingat betapa berkualitas dan nyenyak tidurnya dalam pelukan lelaki itu hingga kini Aleysha baru terjaga pukul sembilan pagi. Kedua matanya juga terasa berat, mungkin efek menangis semalam.

Gadis itu bergerak untuk duduk. Menyapu sepanjang ruangan dengan matanya dan masih tidak menemukan Jeno dimanapun. Saat baru saja akan bersandar di kepala ranjang, tiba-tiba saja Jeno muncul dari arah lorong menuju pintu keluar dengan dua piring dalam genggamannya. Lelaki itu tampak terkejut untuk sesaat sebelum lanjut meletakkan piring bawaannya ke atas meja dan berjalan mendekati ranjang.

"How's feeling?" tanya Jeno ringan.

Begitu sampai, ia duduk di pinggiran ranjang. Lalu telapak tangannya yang hangat mampir tanpa permisi pada kening Aleysha guna mengecek suhu tubuhnya.

"Masih demam." ujar Jeno menyimpulkan observasinya.

Aleysha yang terkejut kemudian ikut menempelkan tangan pada kening dan menggeleng tidak terima.

"Udah enggak." bantahnya.

Jeno hanya tersenyum tipis menanggapi. Tangannya meraih selimut yang jatuh di atas paha gadis itu dan menyampirkannya pada kedua bahu Aleysha.

"Kamu kedinginan." balas Jeno tenang. "Sekarang sarapan dulu, habis itu minum obat dan istirahat." lanjutnya.

Aleysha melihatnya berjalan menuju meja dan mengambil salah satu piring.

"Di sana aja."

Jeno yang tidak mengerti tampak menatap Aleysha bingung. Gadis itu menunduk malu dan melanjutkan dengan, "Sarapannya.. di sana aja."

Gadis itu buru-buru bangkit dan menyusul Jeno untuk duduk di atas sofa yang berhadapan langsung dengan jendela besar di kamar. Hordennya masih tertutup rapat sebab,

"Badainya masih bakalan datang sampai siang ini, petugas juga butuh waktu untuk ngebersihin jalanan. Kemungkinan kita baru bisa keluar sore."

Jeno memberi tau saat dilihatnya Aleysha menatap lama horden yang belum dibuka meski bumi sudah seterang ini. Ia hanya ingin gadis itu tau bahwa tidak ada gunanya membuka horden sebab tidak ada yang dapat dilihat di luaran sana selain salju yang menumpuk.

Ketika Aleysha magut-magut mengerti dengan sebuah garpu yang menyangkut di mulutnya dan tubuh yang tenggelam dalam selimut tebal yang sengaja ia bawa turun dari ranjang, Jeno tersenyum lembut dan mengangsur segelas minuman miliknya agar dekat dengan jangkauan.

"Thanks.." cicit Aleysha tanpa berani menatap Jeno.

Namun alih-alih menjawab, Jeno hanya mengulas senyum tipis dan menyuruhnya kembali makan.

"Makan yang banyak." imbuh lelaki itu perhatian.

●●●●

Aleysa menatap pantulan dirinya dari balik kaca. Pagi itu usai sarapan, ia berkata ingin membersihkan diri terlebih dahulu di kamar mandi. Dan kini Aleysha pikir itu adalah pilihan yang tepat. Sebab ia tidak pernah tau jika rupanya ia terlihat sangat mengerikan.

Rambut kusut masai, kedua mata sembab yang terlihat bulat seperti ikan hias dan wajah yang kusam. Aleysha merutuki dirinya sendiri, kenapa ia berani sekali berhadapan dengan Jeno saat terlihat seperti ini?!

[✔] Querencia | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang