Jeno pastilah sangat bodoh hingga membuat Aleysha semakin menghindarinya berhari-hari kemudian. Ia sudah mempercepat langkah guna mengejar dan memanggil gadis itu saat jam makan siang berlangsung, tapi Aleysha selalu berhasil lolos dan membuatnya mengerang frustasi.Eve pun terlihat tidak ingin membantu. Mungkin karena pagi itu Aleysha masuk dengan mata yang lagi-lagi sembab. Dan seketika saja, Eve langsung menatap Jeno murka.
“Jangan lupa berbenah, besok kita berangkat outing. Kumpul pukul tiga sore di lobby kantor, mengerti?”
Jeno menghela napas mendengar Eve yang terdengar seperti seorang ibu yang tengah mendiktenya. Tapi itu jelas bukan salah Evelyn sebab Jeno sudah sering kali hilang fokus beberapa hari belakangan. Rekan kerjanya itu justru tengah berusaha agar Jeno tetap berpijak di bumi dan sadar jika ia punya banyak tanggung jawab selain memikirkan Aleysha untuk saat ini.
Keesokan harinya, para anggota outing pun berkumpul di lobby perusahaan. Ada empat buah mobil yang terparkir di sana. Eve, Jeno, juga rombongan pertama akan berangkat terlebih dahulu. Selebihnya beberapa staff kantor akan menyusul besok pagi menggunakan bus sebagai akomodasi.
Jeno memasukkan koper miliknya dan juga milik Eve ke dalam bagasi. Mobil sempitnya hanya akan diisi oleh dirinya sendiri, Aleysha dan Evelyn. Mobil lain juga tidak memiliki banyak penumpang. Mereka sengaja membawa empat buah mobil untuk mengantisipasi keadaan darurat jika terjadi.
Outing akan diadakan di sebuah villa di dekat daerah perbukitan yang berjarak kurang lebih empat jam dari pusat kota. Jeno sudah duduk di dalam mobil usai pengarahan dari divisi yang mengurus acara outing kantor selesai. Tampaknya lelaki itu terlalu malas untuk ikut berbincang bersama orang-orang lainnya karena kepalanya sedang sedikit pusing.
Sepuluh menit kemudian tepat pukul empat sore Eve masuk ke dalam mobil, begitu juga Aleysha yang duduk di kursi belakang tanpa bersuara sedikit pun. Suasana mobil mendadak jadi sedikit canggung.
Rombongan berangkat tak lama kemudian. Jeno berada di urutan tiga dari iring-iringan mobil. Hanya ada suara musik di sepanjang perjalanan. Tepat saat mereka baru saja akan memasuki tol untuk keluar kota, ponsel Eve berdering nyaring.
“Ya, Mark?”
‘Eve, Jisung demam. Aku harus bagaimana?’
“Loh kenapa bisa demam?”
‘Tadi pagi Dad mengajaknya bermain salju. Dia sudah mengigau sejak satu jam yang lalu. Aku harus bagaimana?’
“Sudah cek suhu tubuhnya? Mungkin hanya demam biasa, kamu bisa kompres dengan air hangat.”
’38,6˚ Eve. Apa harus dibawa ke dokter?’
“Mark seriously?”
Eve memukul lengan Jeno yang baru saja akan membayar biaya tol. Membuat lelaki itu menoleh terkejut.
“Putar balik, Jeno. Aku harus pulang.”
“What?”
“Putar balik. Aku harus pulang, Jisung sakit.”
“T-tapi Onni—“
“Kalian bisa pergi duluan, aku akan menyusul besok pagi dengan rombongan bus jika kondisi Jisung sudah lebih baik.”
Jeno tidak bisa menolak. Mobilnya berbelok setelah menemukan pintu keluar dari tol dan berhenti di stasiun terdekat. Eve akan melanjutkan perjalanan menggunakan kereta sebab mereka sudah terlalu jauh dari kota dan tidak mungkin jika Jeno harus bolak-balik mengantarkannya sekarang. Lagi pula, kereta jauh lebih efisien untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Querencia | Jeno Lee
Romance[Fallacious Side Story] Bagaimana jika Aleysha datang saat Jeno masih menyimpan perasaan yang sama pada Evelyn?