"Yakin kau akan baik-baik saja?"Jeno melihat Mark mengangguk. Lelaki itu ingin diantarkan ke tower apartment Evelyn segera usai ia keluar dari rumah sakit. Semula Jeno merasa tidak yakin dengan keputusannya mengingat kakak kandung Eve masih ada di sana. Namun Mark justru tidak ingin ditemani. Dia bilang, itu adalah urusan pribadinya.
Mark menitipkan barang bawaannya pada Jeno dan membiarkan ketiga sahabatnya pergi. Jeno masih menghela nafas saat mereka memutuskan untuk mampir di sebuah cafe sebentar. Renjun beberapa kali menepuk bahunya pengertian.
Bagi Jeno dan juga dua lainnya, masalah Mark bukanlah hal sederhana yang bisa mereka abaikan. Jeno, Donghyuck dan juga Renjun berusaha keras membantu lelaki itu semata karena mereka tau bahwa Mark sudah berubah dan lelaki itu sangat bersungguh-sungguh pada Evelyn kini.
Baku hantamnya dengan Johnny sesungguhnya mengejutkan semua pihak. Tapi Jeno pikir itu bukan urusannya. Sebab jika Mark terima-terima saja dipukuli oleh Johnny, kenapa pula Jeno harus protes? Mark sudah dewasa, Jeno yakin sahabatnya itu tau jalan yang ia ambil dan juga segala resiko di belakangnya.
"Menurutmu apa Mark akan mendapatkan pukulan lain hari ini?"
Donghyuck mengangguk. Mereka bertiga menunjukkan ekspresi gusar yang sama. Di satu sisi ingin membantu Mark agar tidak melukai dirinya sendiri tapi di sisi lain tidak bisa mencegah lelaki itu untuk tetap mendatangi Johnny sendirian.
"Tapi mungkin Eve akan mencegahnya lagi." jawab Donghyuck.
"Eve tidak ada di rumah. Aku mengirimnya ke luar kota selama tiga hari."
Kedua sahabatnya mengalihkan tatapan pada Jeno.
"Kenapa?"
"Dia butuh refreshing. Memangnya semua ini tidak berat untuknya?"
Kedua lelaki dewasa itu mengangguk setuju. Mereka saling diam, menyeruput minuman dalam tenang dan mulai berperang dalam pikiran masing-masing. Hingga kemudian sekelebat Jeno melihat sosok Aleysha di sudut kafe tengah duduk sendirian.
Mata gadis itu menatap jauh ke luar jendela. Tidak kosong tapi tidak pula tampak hidup. Ia terlihat melepaskan napas dari mulutnya dengan ekspresi frustasi. Jeno baru saja berniat akan beranjak untuk menghampiri sebelum gerakannya terhenti seketika saat sosok lain tampak sudah berdiri di depan Aleysha, menghalangi pandangan Jeno pada gadis itu.
Dan yang kemudian membuat Jeno semakin bungkam adalah Aleysha yang dengan cepat berdiri dan memeluk lelaki itu erat. Mereka tampak berbicara ringan. Jeno melihat dengan jelas bagaimana lelaki itu menggenggam jemari Aleysha, juga mengacak rambutnya untuk membuat gadis itu tersenyum.
Diam-diam membuat Jeno mengepalkan jemarinya.
Benaknya mulai berbisik jengkel.
Bukankah baru beberapa waktu yang lalu Aleysha menyatakan perasaannya pada Jeno? Dan sekarang, ia sudah terlihat sangat nyaman memeluk lelaki lain di tempat umum?
Seketika, Jeno mendadak merasa sedikit.. terhianati.
●●●●
"Sya?""Ya, Onni?"
Aleysha meletakkan secangkir teh hangat di atas meja Eve dan menatapnya iba. Wanita itu tampak lelah dan lemas. Padahal pagi itu ia ada survey lapangan lainnya untuk proyek yang tengah ia emban. Aleysha jadi tidak tega, tapi ia juga tidak bisa menggantikan posisi Evelyn sebab Aleysha tidak kompeten dalam bidang ini.
"Kamu ikut aku survey ya, hari ini?"
Eve menggenggam jemari Aleysha. Hal yang kemudian membuat Aleysha mengangguk tanpa bisa menolak. Meski kemudian Aleysha menyadari jika survey itu akan membuatnya kembali bertemu Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Querencia | Jeno Lee
Romance[Fallacious Side Story] Bagaimana jika Aleysha datang saat Jeno masih menyimpan perasaan yang sama pada Evelyn?