Aleysha menemukan sosoknya di suatu musim semi. Kala itu, ia baru memulai penantian panjangnya untuk bekerja di sebuah perusahaan konstruksi dan desain yang lumayan terkenal di Korea.
Itu adalah hari pertama Aleysha menjalankan tugasnya sebagai asisten pribadi seorang bernama Evelyn Seo. Ia yang terlambat berlarian memohon agar seseorang menahan pintu lift dan dua pasang manik mereka beradu.
Dalam bola matanya, Aleysha dapat melihat keteduhan yang luar biasa menenangkan dan juga ketegasan yang tampak membara.
Namanya Lee Jeno.
Dan ia adalah partner kerja Evelyn Seo.
Aleysha pikir, mungkinkah ini ulah takdir? Mempertemukannya dengan Lee Jeno, lelaki bermata teduh yang membuat jantungnya berpacu hebat, di sebuah kotak kecil bernama ketidaksengajaan?
Seiring berjalannya waktu, meski seringkali menemukan tatapan jengah Jeno karena kecerobohannya, Aleysha tidak pernah mendengar lelaki itu marah atau memaki. Ia akan berbicara pelan agar Aleysha cukup paham dengan apa yang akan ia kerjakan.
Jeno tampak baik dan sangat sering membantu. Ia juga sangat menjaga kata-katanya. Berbicara dengan sopan, berjalan dengan tegap, memimpin rapat dengan berwibawa, tersenyum dengan lembut.
Deg
Deg
Deg
Dan debaran dalam dada Aleysha membuatnya berpikir, mungkinkah ia jatuh cinta?
Mungkin Aleysha benar jatuh cinta.
Mungkin Jeno adalah takdirnya.
Dan pikiran Aleysha sudah melayang terlampau jauh, hingga kemudian suatu hari ia melihat Jeno menatap Evelyn Seo dengan binar mata yang menyala-nyala. Penuh cinta dan rasa kagum.
Lalu dari sana lah Aleysha menyadari bahwa mungkin, ia sudah berkhayal terlampau jauh.
Aleysha tidak pernah mengenal Evelyn Seo sebelumnya. Mereka baru dipertemukan untuk pertama kalinya di kantor. Dan entah bagaimana Aleysha mengerti mengapa Jeno begitu jatuh hati pada wanita itu.
Evelyn adalah sosok yang lembut dan begitu baik. Ia cerdas juga tampak sangat tegar. Mungkin wanita seperti itu adalah tipe ideal Jeno.
Hingga kemudian suatu hari, Aleysha mengetahui bahwa Evelyn sudah memiliki seorang anak. Padahal, status atasannya itu masih single. Belum pernah menikah. Aleysha berusaha mencari-cari kekecewaan dalam bola mata Jeno. Namun ia tidak menemukannya.
Jeno menerima Evelyn apa adanya.
Seperti yang selalu ingin Aleysha lakukan pada lelaki itu.
●●●●
“Apa kau pernah jatuh cinta, Aleysha?”
Aleysha berpaling menatap Jeno yang masih membuang pandangannya jauh pada kerlip jalanan di bawah mereka. Ia tampak menghela nafas pelan. Aleysha jadi mengerti bahwa pasti sulit bagi Jeno untuk mengatur perasaannya.
Mereka baru saja berkunjung ke kediaman keluarga Evelyn dan Aleysha tidak sengaja mencuri dengar perdebatan mereka perihal ayah kandung Jisung.
Aleysha memeluk erat Jisung dan membawanya menjauh agar tidak perlu mendengarkan hal-hal yang belum pantas ia dengar.
Ia menyayangi Jisung seperti anaknya sendiri. Apa yang terjadi diantara dirinya dan Jeno tidak pernah membuat Aleysha membenci Evelyn. Ia menyayangi wanita itu layaknya seorang kakak.
“Entahlah, mungkin pernah. Tapi aku tidak menyadarinya.”
Aleysha menyadari bahwa Jeno berpaling dan menatapnya lalu bertanya,
“Sudah menemukan cinta pertamamu?”
Aleysha mulai berpikir jauh. Dan ia tidak memiliki bayangan siapapun kecuali Jeno. Lelaki itu adalah yang pertama mampu membuat Aleysha membuka hati. Ia adalah yang pertama mampu membuat Aleysha merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta.
Tapi kemudian Aleysha menggeleng.
“Aku tidak pernah benar-benar tau apakah itu cinta atau hanya sekedar kagum.”
Mungkin Aleysha bisa mengalah. Toh orang-orang bilang cinta pertama memang selalu berakhir tragis, bukan? Jeno akan membuatnya belajar. Begitu yang Aleysha yakini sekarang.
“Bagaimana perasaanmu saat bertemu dengannya?”
Aleysha menatap Jeno bingung namun kemudian tetap menjawab. “Berdebar dan menyesakkan? Namun menyenangkan dalam waktu yang bersamaan. Orang bilang cinta pertama adalah kisah gagal yang sulit dilupakan.”
“Kau percaya itu?”
“Kenapa tidak?”
“Jadi benar sulit dilupakan?”
Aleysha tertawa mendengar pertanyaan Jeno kemudian. “Tidak tau. Aku belum mencoba.”
“Kenapa belum?”
Aleysha menarik nafasnya panjang lalu berhenti menatap Jeno, ia justru mengalihkan pandangannya pada jalanan. Terlalu sesak. Kedua tangannya bersandar pada pagar balkon, menumpukan dagu disana.
“Karena aku tidak ingin memaksakan diri pada suatu hal yang sudah pasti bukan untukku.”
Jeno terlihat ikut mengalihkan pandangannya pada jalanan di bawah mereka. “Kau bahkan belum mencoba, kenapa mengambil kesimpulan sendiri?”
Mata Aleysha tertutup saat semilir angin membelai pipinya yang memerah karena udara gigil malam itu.
“Mr. Lee pernah dengar peribahasa mata adalah jendela diri?” Aleysha berpaling, menatap bola mata Jeno sebentar dan tersenyum tipis. “Aku pikir itu benar. Karena semua jawaban yang aku butuhkan ada dalam bola matanya.”
Aleysha pikir, apa gunanya mencoba?
Saat ia sendiri tau bagaimana kisahnya akan berakhir nanti.
●●●●
Dee's Note:
Ini bakal jadi short story aja ya guys, soalnya aku nggak bakalan sanggup nulis ini in details kaya Fallacious dan nggak sanggup juga kalau harus melibatkan banyak side story lainnya disini. Jadi kita fokus di perjalanan kisah Jeno-Aleysha aja. Okey?
Lets begin the journey!
With love,
Dee ☘️
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Querencia | Jeno Lee
Romance[Fallacious Side Story] Bagaimana jika Aleysha datang saat Jeno masih menyimpan perasaan yang sama pada Evelyn?