5. Hope

1.7K 383 45
                                    


Aleysha berusaha menghindari Jeno sekuat yang ia mampu. Namun walau bagaimanapun, mereka terhubung lewat ikatan yang tidak akan pernah bisa Aleysha hindari kecuali ia memilih untuk keluar dari perusahaan.

Dan Aleysha belum segila itu.

“Kamu ada masalah?”

Jeno bertanya di tengah perjalanan mereka menuju tempat survey. Aleysha menggeleng menjawabnya.

“Memangnya kenapa, Mr. Lee?”

Jeno menghembuskan nafasnya berat.

“Bukan apa-apa. Mungkin hanya perasaanku saja.”

Survey itu diadakan di pertengahan musim panas. Saat Aleysha datang, debu dan pasir beterbangan diterpa angin. Aleysha merapatkan masker wajahnya agar tidak terkena debu dan mengikuti langkah Jeno ke sana kemari.

Ia tidak pernah tau apa tujuan Jeno memintanya untuk ikut karena Aleysha sendiri tidak datang untuk mencatat hal-hal penting atau membantunya berdiskusi. Ia hanya bertugas untuj mengikuti langkah Jeno hingga survey itu selesai.

Aleysha menatap pondasi bangunan dengan kening berkerut. Sudah memasuki jam makan siang kala itu sehingga beberapa pekerja tampak bersiap-siap untuk istirahat.

Di tengah-tengah panas terik itu Aleysha melihat betapa sulitnya bekerja di lapangan. Seluruh tanaman di sekitar proyek akan menghilang karena dianggap akan mengganggu jalannya proyek, tempat itu akan gersang dan tentu saja panas akan terasa semakin menyengat.

Aleysha mengusap bulir keringat yang mulai muncul di keningnya, menunggu Jeno yang masih berbicara dengan kepala kontraktor selesai. Lalu tak lama kemudian Aleysha tiba-tiba merasa lebih sejuk. Sebuah payung abu-abu bertengger di atas kepalanya melindungi Aleysha dari panas.

“Lain kali bawa payung, Aleysha.”

Aleysha terkejut mendapati Jeno berada di sisi kanannya dengan jarak yang begitu dekat.

“Ayo pulang.” ujarnya membimbing Aleysha yang masih kebingungan menuju mobil.

Mungkin efek panas siang itu membuat sistem kerja kepala Aleysha sedikit terganggu. Membuat gadis itu sedikit lambat dalam berpikir. Ia yang tampak masih space out hanya menuruti Jeno hingga akhirnya baru menyadari jika lelaki itu tidak menjalankan mobilnya menuju kantor setelah arah mereka melenceng terlalu jauh.

“Kita mau ke mana lagi?”

“Makan siang.”

Dan makan siang yang terjadi ternyata tidak seperti apa yang Aleysha pikirkan. Jeno membawanya ke sebuah restoran privat sedikit jauh dari kantor. Restoran bernuansa jepang itu memiliki bilik yang membuat siapapun akan merasa privasinya terlindungi.

“Kenapa kita ke sini?”

Jeno melirik Aleysha sebentar sebelum menjawab.

“Sedang ingin makan makanan jepang.”

Kening Aleysha berkerut bingung. Kenapa pula mereka harus pergi sejauh itu untuk menikmati makanan jepang? Ada banyak sekali restoran di sepanjang perjalanan menuju kantor dan Jeno justru memilih berputar arah menjauhi kota.

Untuk apa?

Saat Aleysha masih sibuk dengan berbagai protesan dalam benaknya, suara ribut dari arah luar membuat mereka berdua berpaling. Rombongan lelaki berpakaian formal tampak memasuki restoran dan berhenti tak jauh dari hadapan Aleysha dan Jeno.

Beberapa pegawai tampak menunduk hormat padanya. Tapi yang membuat Aleysha bingung adalah, kenapa ia merasa sangat familier dengan wajah itu?

“Restoran tidak sedang dipesan untuk acara privat, kan?”

[✔] Querencia | Jeno LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang