ECHIDNA

4 1 0
                                    

Feri sampai di hutan belantara, Lion kembali mengecilkan tubuhnya setelah Feri Melompat dari tubuhnya. Hutan gelap mencengkam menyambut kehadiran mereka. Hari masih siang, namun seakan sudah malam disana, sinar sang surya tak mampu menembus lebatnya daun di hutan belantara itu.

Tidak ada suara kicauan burung terdengar di daun telinga pria remaja berjubah coklat ini, bahkan suara jangkrik satupun tak terdengar, semuanya hening dan hampa, memberikan sensansi mencekam.

“Disini menyeramkan.” Feri mendesis.

Pohon-pohon tinggi menjulang, daun-daunnya sesekali menari dibelai oleh hembusan angin. Terlihat buah berwarna merah dan hijau bergelantungan di atas sana, nampaknya itu buah apel, mendadak perut Feri keroncongan dibuatnya, dengan kekuatan tanahnya ia menjulangkan lokasi yang diinjaknya mencapai setinggi pohon, dengan begitu Feri dapat menjangkau buah sekehendak hatinya.

“Kalau tidak ada buah-buahan ini, hutan ini persis seperti kuburan.” Feri berkata lagi sembari mengunyah lembut buah. Ketika itulah, ketika Feri hendak mengunyah kali kedua dari manis dan lembutnya buah apel, dengan secepat kilat tiba-tiba satu monyet bergelantungan dan merampas buah dari tangannya.

“Sialan.” Feri mendesis. Bumi yang diinjaknya kembali diturunkan, di bawah sana segerombolan monyet-monyet kecil bersiap untuk menyerang.

“Mereka tidak memberikan aku kesempatan untuk istirahat... Terrakinesis element!” Feri langsung mengudarakan bola-bola tanah, memberi tembakan ke arah monyet-monyet. Beberapa terpelanting, sisanya maju ke depan. Gerakan mereka sungguh cepat, satu cakaran mendarat di lengan kanan Feri.

“Siall..” Feri merasa sedikit kesakitan, setetes dua tetes darahnya keluar. Zoodam dari Feri turun ke tanah, cakar panjang dari kedua tangan di depannya menggali tanah. Feri masih memperhatikan, tiba-tiba di arah segerombolan monyet muncul lubang besar, monyet-monyet itupun semuanya ditelan tanah. Lion muncul dari tanah, dan kembali terbang ke samping Feri.

“Hebat Lion..” Feri terpukau, tidak menyangka kalau Zoodamnya mempunyai kekuatan sehebat itu, sedikit kesakitan karena cakaran dari kuku monyet tadi.

“Kau rupanya mempunyai kekuatan sehebat itu Lion.” Feri berkata, pandangannya beredar ke seluruh tumbuhan.

“Itu belum seberapa Feri.” Lion menjawab.

Feri berdiri, menghampiri rumput kecil, mengambil daun-daunnya, menggiling menggunakan tangan dan meletakkan ke luka barusan. Feri sedikit tahu obat alami dari tanaman, hal itu ia pelajari dari Vera.

“Kau tahu bagaimana bentuk dari Makhluk yang akan kita hadapi, Lion?” Feri bertanya. Sekarang mereka sudah berjalan, menyibak rerumputan yang berdaun panjang.

“Kau akan tahu sendiri, karena kita sudah sangat dekat dengannya.” Lion menjelaskan.

Baru selesai Lion mengatakan itu, sesuatu mengagetkan Feri.

“Ulaaar !!” Feri terperanjat melihat ular putih tiba-tiba melintas di kakinya, ia begitu ketakutan dengan ular. Bulu kuduknya bergidik.

“Kau takut dengan ular Feri? Aku rasa kau sial sekarang..!” Persis selesai Lion mengatakan itu, dari arah kejauhan munculah sesosok makhluk jelmaan dari kepingan bintang hitam. Sileut tubuhnya berbalut dengan aura gelap di hutan, Feri terhenti sejenak memandangi makhluk apa yang hadir di hadapan mereka. Sedikit demi Sedikit makhluk itu mendekat, menghampiri Feri dan Lion, dan nampaklah sesosok itu. Bongkah-bongkah keringat mendadak keluar dari pori-pori pelipis Feri, rambut tegaknya pun basah oleh keringat. Tidak pernah Feri setakut itu sebelumnya, berkali-kali ia meneguk ludah. Sesosok wanita dengan rambut ular-ular putih dan tubuh setengah ular putih muncul di hadapannya, astaga. Lutut Feri bergetar hebat, tak bisa melangkah kemana-mana. Rasa-Rasanya remaja tampan itu hendak pingsan, namun apa daya, dia harus mengalahkan makhluk tersebut agar dapat menyelamatkan keluarganya dan orang-orang di bumi.

“Ada Pesan untukmu Feri.. Tatap mataku..” Lion memecahkan sejenak ketakutan Feri. Walaupun tak tahu apa perkataan dari Zoodamnya, ia menatap kedua mata tringgiling berkepala singa tersebut. Keadaan di sekitarnya pun berubah drastis, ia langsung berhadapan langsung dengan kakek Jerolin.

“Nama makhluk yang akan kau hadapi adalah Echidna, seorang wanita setengah ular putih. Dia mempunyai bisa yang sangat mematikan, berhati-hatilah Feri.” Jerolin duduk di hadapan Feri.

“Kakek.. Bagaimana mungkin aku bisa menghadapi Makhluk itu? Sedangkan aku paling takut dengan ular..” Feri protes.

“Apakah kau mau menyelamatkan kedua orangtuamu?”

Feri mengangguk.

“Kalau begitu kau harus mengalahkan wanita setengah ular tersebut. Kakek Tahu kalau kau takut dengan ular. Dengar nak, jika kau benar-benar ingin menyelamatkan orang yang kamu sayangi, lakukanlah apapun, kalahkan rasa takut di dalam dirimu, rasa takut hanya akan menghalangi langkah dirimu dalam membuat sebuah perubahan.

“Kekuatan bintang yang ada di kening kalian mempunyai kekuatan yang luar biasa dan tak terduga, walaupun kalian belum optimal melatihnya, kekuatan- kekuatan tersebut akan membantu kalian.”

Jerolin menjelaskan kalau Echidna juga merupakan makhluk dari alam berbeda dari alam manusia, dan kelemahannya ada di leher, menebas kepalanya merupakan salah satu cara untuk membunuhnya. Setelah selesai dengan semua penjelasan, Jerolin pun menghilang. Semua keadaan kembali seperti semula.

Feri mengatur napas, menenangkan saraf. Rasa takut benar-benar melanda pikiran-nya.

“Kau sudah siap Lion?”

“Seharusnya aku yang bertanya hal seperti itu. Kau sudah siap Feri?” Lion balik bertanya. Feri mengangguk Patah-Patah.

Terrakinesis Element...” Feri menerbangkan Bola-Bola tanah ke arah wanita setengah ular. Satu serangan berhasil mengenai tubuhnya, membuat wanita setengah ular putih terpental jauh. Hanya saja, serangan itu telah membuat dirinya marah besar. Rambutnya yang berupa ular putih kecil memanjang dan balik menyerang. Mata Feri terbelalak dan tanpa ia bisa lari lagi tubuhnya pun sudah dililit oleh puluhan ular. Feri semakin merinding dibuatnya, bagaimana tidak, kulit ular yang paling ditakutinya selama ini, malah sekarang bersentuhan langsung dengan kulitnya, apalagi lilitan ular itu semakin mengencang, mencekik, merenggut sedikit udara untuk Feri bernapas. Lion membesarkan tangan dan kukunya, tubuh ular-ular itu dipotong dengan cepat, darah putih mencuat di tubuh ular-ular. Wanita ular putih sedikit memekik kesakitan. Feri bernapas lega, sedikit terbatuk. Dan ia cepat mengeluarkan tongkat, bersiap untuk balas menyerang...

RAINBOW STAR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang