TENGU

23 1 0
                                    

Sayap bening kupu-kupu dari Zoodam milik Ling-Ling terus menggayuh udara, sensorik di dalam tubuhnya mengarahkan dirinya ke tempat tujuan.

Beratus-ratus meter telah terlewati, gumpalan awan putih menggerumuni. Ling- Ling sudah sedikit kelelahan, tubuhnya rasanya remuk karena terlalu lama duduk setelah sekian lama menjelajah.

Hamparan putih terlihat sejauh mata memandang, kiranya disana sinar sang surya tidak pernah mampir menyumbangkan kehangatannya. Udara dingin luar biasa menyambut kehadiran Ling-Ling dan Fly-Fly di langit. Ling-Ling hanya berharapn dirinya tidak dipaksa untuk turun disitu dan menemukan kepingan bintang hitam di samudera es tepat di bawah mereka.

“Haiya... Dingin sekali disini..” Suara Ling-Ling berseling dengan gigi- gigi putihnya yang saling beradu, bergeletuk.

Sialnya kupu-kupu raksasa dengan sayap berkomposisi air itu malah mendapatkan sensorik bahwa salah satu makhluk jelmaan bintang hitam berada disitu, Fly-Fly pun meluncur turun. Ling-Ling menghela napas, sesuatu yang ia tidak harapkan malah terjadi. Seperti biasa, kadang-kadang hal-hal yang tidak diharapkan malah ternyata muncul di hadapan, memberi kejutan mahadahsyat pada seorang insan. Tapi Ling-Ling tak mau mengeluh, Ling-Ling berspekulasi bahwa keluhan diibaratkan cacing yang hadir dalam sebuah kue, cacing itu akan merusak rasa enak dari kue dan membuat kuenya menjadi tidak layak dimakan,nbegitulah keluhan, menurut Ling-Ling keluhan merusak sisi baik dari kehidupan, membuat kehidupan terasa menjadi payah. Ling-Ling berusaha bersikap kuat, lagipula semua yang dilakukannya ini untuk menyelamatkan orang-orang tersayangnya.

Delapan Kaki Fly-Fly menginjak hamparan es, Ling-Ling turun dari tubuh Zoodamnya itu dan Fly-Fly kembali mengecilkan tubuhnya, melayang kembali di samping Ling-Ling.

Hamparan es itu terlihat datar dan nampak tak ada aura kehidupan disini.

Monyet-monyet kecil menjijikkan itupun tak nampak dari pandangan kedua mata sipit anak perempuan cina tersebut.

“Benar-Benar dingin.. Haiya..” Mulut Ling-Ling mengeluarkan kepulan asap tipis. Ia membalutkan jubah birunya ke tubuh, juga memakai penutup kepala.

Ling-Ling berjalan tergopo-gopo, mencoba mencari tahu kalau saja ada rumah di sekitar situ. Perutnya juga telah berkeroncong.

Nasib baik rupanya hadir, setelah beratus-ratus langkah kaki ternyata ada rumah bundar terlihat dari arah kejauhan. Rumah itu berbentuk bundar dan berwarna putih yang hampir tertutup dengan bulir-bulir salju, namun cerobongnya tampak tak berasap. Meskipun begitu, rupanya ada pula kehidupan disini, apalagi semakin dekat Ling-Ling menghampiri, nampak tak hanya satu rumah adanya, tapi puluhan, berjejer dan semuanya berwarna putih dengan bentuk yang serupa.

Dengan semangat Ling-Ling mempercepat langkah kaki, mengetuk salah satu pintu rumah putih bundar tersebut.

“Permisi... Apakah Ada orang?” Suara Ling-Ling terdengar menggigil. Tak ada jawaban di dalam.

“Permisi, adakah orang di dalam?” Kembali Ling-Ling mengetuk.

“Sepertinya tidak ada orang di dalam Ling-Ling, Lebih baik kau buka saja pintunya langsung.” Fly-Fly memberi usul. Ling-Ling mengangguk, tangannya langsung berusaha mendorong pintu. Beruntung pintunya tidak terkunci, ia melongokkan kepala, tidak terlihat satupun orang, dengan hati-hati Ling-Ling melangkah masuk.

Di dalam rumah itu suhunya terasa lebih hangat, Ling-ling membuka balutan jubah dan penutup kepala. Pandangannya mengedar menyapu seluruh ruangan, dan di arah tempat meja hidangan terbentang banyak makanan berupa makanan kaleng dan makanan instan yang belum dimasak, dan rupanya sang pemilik rumah juga sudah berubah menjadi batu, pengaruh dari monyet-monyet sialan itu telah sampai ke sini juga.

RAINBOW STAR (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang