18. Harus Jadi Yang Terakhir

35 7 0
                                    

Kami masuk ke dalam hutan yang mengarah ke sungai Arelu. Katanya tak jauh di depan sana jika sudah terdengar suara aliran sungai, maka artinya kami sudah semakin dekat.

Aku khawatir pada Qion yang sekarang berjalan menggunakan tongkat. Sayapnya sedikit demi sedikit mulai menjadi butiran abu yang terbawa angin, jari-jarinya sudah kaku, sorot matanya meredup. Kami terus berjalan dan berhenti ketika sudah lewat dua jam. Pergantian shift jaga aku usulkan karena tidak mungkin yang jaga itu-itu saja. Yang lain juga butuh istirahat, jadinya aku kebagian jaga saat sore tiba.

Ketika istirahat, kami mendirikan ranting-ranting pohon yang diikat dengan tali hingga berbentuk seperti atap. Qion yang menempati tenda itu, untuk beristirahat dan memulihkan tenaganya sedikit-sedikit.

"Rin, ayo kita mencari ikan," ajak Vin, membuatku menganggukkan kepala.

Kami pergi menghindar dari hutan sana menuju danau kecil, tak jauh. Di danau ini pula para Elfam mengambil air. Airnya air tawar.

"Kita udah hampir sebulan di sini, kondisi rumah gimana ya, Vin?" tanyaku ketika sedang mengaitkan benang ke ujung ranting kayu. "Gimana sama sekolah... apakah ada polisi yang datang ke rumah?"

"Aku masuk ke ruangan itu lalu menguncinya dari dalam. Gak ada yang bisa masuk lagi. Untuk polisi dan sekolah... entahlah, Rin. Aku juga enggak tahu keberadaan selama kita di sini mempengaruhi waktu di dunia kita atau enggak."

"Hmm." Aku melemparkan benangnya yang terdapat cacing kecil di ujung benang itu. "Aku enggak pernah menyangka omongan kamu benar soal peri. Dulu cuma Ayah yang terobsesi sama hal-hal fantasi kayak gitu, aku mana peduli dan tertarik walau sering nonton film fantasi. Hanya setelah menonton saja penasaran, setelahnya aku biasa aja."

"Aku biasanya nonton bareng teman-temanku, sih. Di bioskop. Kami pergi ke kota dan bersikap norak, tapi kami senang."

Aku menunduk. "Teman, ya? Kayaknya kamu teman pertamaku, Vin," kataku, menoleh padanya. "Bersamamu aku gak begitu khawatir di dunia yang asing ini." Bersamanya aku melewati banyak hal mengerikan dan menakjubkan, bersamanya aku masih bisa tertawa dan bersyukur.

Vin tersenyum, dia menatap ke arahku, lalu ke danau, melirik ke atas, dan terkikik. Sikap anehnya itu kadang membuatku tersenyum juga.

"Dunia ini penuh kejutan, Rin. Entah di dunia kita, atau di dunia para peri. Lihat sekitar, mana ada pohon-pohon menyala seperti ini? Kristal rubi menggantung sebagai pencahayaan, ikan-ikan aneh, air danau yang cerah. Rumput sewarna ungu. Bahkan bunga-bunga itu bisa mencapai pinggangku." Vin menunjuk beberapa hal menarik yang baru kusadari sekarang.

Benar. Hutannya lebih terang dan bercahaya daripada di Hutan Tak Bertuan. Entah pohon apa itu, tapi tinggi menjulang dan teduh. Daunnya rindang, merambat ke bawah. Dahannya berwarna-warni, rumputnya ada yang hijau dan ungu. Hewan-hewan pula bergelantungan di pohon, banyak yang melewat. Ketika aku mendongak, bintang-bintang bermunculan dengan banyak sama seperti saat di Faegufler. Bintang-bintang itu terasa dekat, seolah aku bisa terbang dan menggapainya.

"Rin, berjanjilah kita akan pulang bersama dan kembali bersekolah, aku ingin memperkenalkanmu pada teman-temanku," kata Vin, membuatku menoleh dan melihat dia sudah berhasil mendapatkan satu ikan. Wajahnya sumringah, senyum lebar itu terpampang di sana, dia mengangkat benang yang berisi ikan menggelantung.

Melihat Vin yang seperti itu membuatku tersenyum lalu menjawab, aku janji.

Kemudian, tak lama ketika aku dan Vin berbincang-bincang seputar sekolah dan teman-temannya, suara Qion terdengar di kepalaku; Rin, pergilah dari sini sejauh mungkin!

Aku segera bangun membuat Vin terkejut. Kulihat ke dalam, ada kepulan asap tampak pekat di tempat kami beristirahat tadi. Dan sejurus kemudian, tanah bergetar. Suara dentingan pedang terdengar jelas membuat Vin ikut berdiri dan melempar kembali ikannya ke danau. Dia menatapku dengan penuh tanda tanya. Apa benar aku mesti lari saja? Apa boleh begitu dengan meninggalkan mereka?

[END] MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang