11. Ayah dan Vin

44 11 0
                                    

Aku pikir, kerajaan yang dimaksud Qion adalah 'kerajaan' yang berdiri dengan pilar-pilar yang menjulang, lalu atapnya seperti kerucut dan memiliki banyak jendela. Dindingnya terbuat dari bata kokoh, ada lambang kuda atau sebagainya di atas menara. Tapi di sini, kerajaan Faegufler berbeda dari ekspetasi. Kerajaannya berupa pohon yang sangat besar bernama pohon Wishtern. Ini sangat tinggi dan megah, pohonnya berdiri di kelilingi oleh curam yang tidak berdasar-terdapat awan yang menutupinya. Satu-satunya cara agar kami dapat ke kerajaan adalah dengan cara melewati membayang yang menggantung-terhubung ke kerajaan. Lalu menaiki tangga yang memutar.

Kami tidak masuk melalui pintu depan, Qion menyentuh batu dengan sembarang, merapal mantra, lalu batu itu tiba-tiba terbuka. Qion segera menyuruhku masuk, kemudian pintu kembali tertutup.

Di dalam tidak gelap. Ada kristal-kristal kecil yang menyala terang di sepanjang jalan ini. Di sini juga terdapat semut berbadan manusia-mereka adalah para Antstyr, manusia setengah semut. Tubuhnya tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil, mereka mengingatkan aku pada para Centaur. Apakah di sini Centaur juga ada?

Aku tidak banyak bicara atau bertanya, semua hal fantasi di sini aku terima meski bingung dicerna oleh pikiran. Akhirnya, kamu sampai keluar dari lorong yang berbelok-belok, ke sebuah pintu besar. Ketika di buka, kami berada di ruang dapur. Qion merasa aneh karena dapur kerajaan tampak sepi, ke mana perginya para dayang? Harusnya mereka selalu sibuk di sini-entah itu bergosip atau menyiapkan makanan. Tapi sekarang tidak ada dayang sama sekali. Sangat sepi, hanya ada barang-barang mati: peralatan masak yang aneh.

"Ada yang tidak beres," kata Qion, mengerutkan keningnya.

Aku melirik sedikit heran, apa ini benar-benar sebuah kerajaan?

Qion kembali berjalan dan aku mengekor di belakang. Kami keluar dari dapur menuju lorong yang megah-sangat megah! Dindingnya adalah batang kayu, kami berada di dalam batang! Kristal-kristal hijau menggantung di atap-atap lorong, banyak lukisan dan pintu-pintu berjejer di sepanjang lorong. Banyak juga tulisan-tulisan dengan huruf yang tidak aku mengerti. Di sini tidak ada penjaga, ini membuat Qion semakin merasa aneh.

Kami kembali berjalan sampai berhenti di pintu raksasa yang sedikit terbuka. Tidak ada penjaga di pintunya, sedangkan pintu itu adalah pintu ruangan raja. Seharusnya ketat penjagaan.

"Apa harus sekarang?"

"Aku sudah membantu kau untuk naik tahta, Yowa. Kau harus menepati janji kau pada kami untuk memberikan sebagian besar warga Faegufler untuk jadi makan siang."

Suara berbicara terdengar samar di sini, tapi ada beberapa kalimat yang jelas. Salah satunya familier, aku kenal suara itu. Suara raja Yowa.

Qion mengepalkan tangannya, alisnya mengkerut kusut. Aku mengerti kenapa dia marah sekarang.

"Aku butuh waktu untuk berlatih pedang, Boulley. Aku butuh waktu agar dapat menjadi pahlawan untuk rakyatku."

"Terlambat, Peri dengan darah campuran. Kawan-kawanku sudah sampai di Faegufler. Berikan aku jantungnya sekarang."

Melihat Qion semakin diredam amarah, aku menyentuh sebelah bahunya. "Hey," kataku, "di mana letak jantung itu? Kita harus cepat, bukan?"

Qion menoleh dan mengangguk. Mimik panik dan marah itu masih belum hilang, tapi aku yakin Qion sanggup menahannya. Kemudian, Qion mendobrak pintu yang langsung membuatnya terbuka. Aku terkejut, aku pikir kami akan bunuh diri, tapi ternyata tidak. Qion segera menyentuh dinding lorong lalu muncul batang-batang kecil di langit-langit ruangan, yang mengikat tanganku juga tangannya untuk diangkat naik. Aku menahan keterkejutan yang nyaris berteriak ini.

Dia tampaknya benar-benar marah, sampai-sampai mengendalikan batang-batang ini tanpa perlu merapal mantra.

Raja Yowa keluar dari ruangan, diikuti sosok berbadan raksasa dengan wajah yang mirip seperti babi dan berbadan gagah seperti manusia-sangat dekil dan bau, gigi taringnya keluar dari mulut yang dipenuhi saliva. Matanya hitam, bajunya lusuh dengan kuku kaki yang sangat panjang. Dia memegang kayu seperti pemukul bola baseball tapi dipenuhi paku. Namanya Boulley, pemimpin Orc saat ini.

Untungnya Qion memang sudah waspada, aku yakin akan mati jika saja kami tidak cepat naik ke atas sini.

"Ada apa?" tanya Boulley. "Aku mencium manusia."

Tahan napasmu, kata Qion dalam kepalaku. Cepat, aku menarik napas dan menahannya.

"Ah, maaf. Sepertinya aku salah lihat ... mari kita bicarakan lagi." Yowa mengulurkan tangan ke dalam ruangan agar Boulley kembali masuk.

Ini kesempatan untuk Qion sebelum pintunya ditutup. Jadi, Qion memintaku untuk menunggu di atas sini sambil berjaga takut-takut para penjaga kembali datang. Sedangkan Qion akan masuk ke dalam dan mengambil jantungnya. Entah jantung apa yang dimaksud, yang pasti kuharap bukan jantung seperti manusia.

Qion masuk ke dalam, aku masih menahan napas setidaknya sampai Boulley dan Yowa tidak sudah menghilang di balik pintu.

Akhirnya aku dapat bernapas dengan lega. Pertama kali bagiku melihat Orc secara langsung dengan mata kepala sendiri. Untungnya Orc di sini masih dapat berbicara dan diajak negosiasi, bagaimana jika tidak? Mungkin seluruh Fae Realm dalam bahaya.

Aku menghela napas sambil waspada ke arah sekitar. Awalnya masih sepi, sebelum kemudian terdengar suara keributan samar di ujung lorong. Aku agak panik, takut-takut itu rombongan para penjaga. Tapi ternyata bukan. Terlihat dua empat orang penjaga menyeret seseorang dengan pakaian yang aneh-tidak daun seperti biasanya. Orang-orang itu memberontak, dan entah mengapa suaranya terdengar familier.

Penasaran, aku menyipitkan mata dan terkejut. Segera aku melepaskan diri dari ikatan batang pohon ini dan berjalan cepat (sebisa mungkin tidak bersuara) mendekati para penjaga itu.

Ayah. Ada Ayah, dan Vin.

Kenapa mereka ada di sini?

Aku mengikuti mereka dari belakang dan sama sekali tidak memikirkan Qion yang sedang berjuang mengambil jantung. Aku terus mengikuti dua penjaga ini, bahkan keluar dari kerajaan. Anehnya, para penjaga di luar kerajaan harusnya ada, tapi ini sepi. Apa terjadi sesuatu? Ah, aku tidak peduli. Toh, sepinya kerajaan ini menguntungkan.

Kupikir Ayah dan Vin akan dibawa menuju Ruang Penjara di dekat Perpustakaan Negara, tapi ternyata ada Ruang Penjara yang berhubungan ke sana di bawah pilar hitam yang menjulang dengan gambar sayap di atasnya. Mereka membawa masuk Ayah dan Vin.

Aku ingin menghentikan mereka, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku takut gagal, aku takut tidak berhasil. Sampai kemudian tiba di bawah, penjaga itu memasukkan paksa Ayah dan Vin di sangkar yang sama, kemudian berjaga di depan pintu. Aku jadi hilang akal, bagaimana caranya menerobos masuk jika mereka masih bisa terbang? Bisa saja para Elfam ini juga memiliki sihir, kan?

Ah, aku melupakan sesuatu. Aku, kan, bisa berteriak kencang membuat Elfam yang mendengarnya pasti pingsan.

Karenanya, dengan percaya diri aku maju masuk ke dalam Ruang Penjara dan menatap tajam ke arah para penjaga. Mereka terkejut aku dapat masuk, mereka juga segera melakukan pendataan tapi aku menolak. Lantas, saat ketahuan mencurigakan, aku berteriak. Membuat empat penjaga itu pingsan.

Sudah selesai.

Sekarang aku berjalan mendekati Ayah yang mundur ketakutan, begitu juga Vin yang sebenarnya antusias, tapi ditahan.

Melihat mereka, aku tidak menahan air mataku. Aku tidak dapat mengeluarkan kata-kata karena rasanya memang tidak bisa.

"H-hey," Vin mencoba menenangkanku.

"Kalian gimana bisa masuk sini? Yah?Vin?" tanyaku, setelah menangis.

"Yah ....?"

"Vin ....?"

Keduanya saling bertukar pandang. "Kamu mirip putriku tapi bukan."

Aku menggeleng. "Ini emang aku, Yah! Ini Rin!"

Ayah bengong sebentar, sebelum keterkejutannya melebihi diriku.

***

[END] MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang