24. Mellifluous

41 7 0
                                    

Aku bangun kembali dengan mendapati Qion tertidur di sampingku. Dia tak tidur di kamarnya, karena aku sekarang memiliki kekuatan Jantung—Qion tak bisa jauh-jauh. Qion bisa sekarat seperti saat perang waktu itu, dan aku pun sama. Ketika jauh darinya, energiku cepat habis, mudah mengantuk, lemas, seperti kakiku akan lumpuh kapan saja. Karenanya sekarang begitu sulit untukku pulang ke rumah—ke duniaku yang sebenarnya.

Hari-hariku di dunia peri ini sungguh ajaib, aku menemukan banyak hal baru, teman-teman baru, kasih sayang baru. Dan aku mengerti sekarang, bahwa semuanya terjadi karena memiliki alasan. Mungkin, memang seharusnya aku datang ke Bogor dan masuk ke dalam ruang bawah tanah, lalu tersesat ke Faegufler agar aku mengerti banyak hal.

Aku menatap Qion yang terlelap dengan cantik. Dia kalau di duniaku pasti mengalahkan idol-idol Korea. Parasnya luar biasa tampan, apalagi sekarang sayapnya sudah sembuh—kembali ada dua lagi. Ratu yang menyembuhkannya.

"Rin?" panggil Qion sembari matanya mengerjap pelan-pelan, dan terbuka sempurna.

Aku tersenyum. "Selamat pagi, Qion."

"Aku mendapat kabar semalam, tapi kamu sudah tidur." Qion bangun dari posisi tidur. "Kuncinya sudah ditemukan."

Senyumku agak menyurut. Rasanya senang, tetapi entah kenapa aku sedikit takut.

"Iya, jadi kamu mau nganter aku kan?"

"Kamu harus makan dulu," katanya, lalu beberapa pelayan kerajaan masuk setelah pintu berketuk beberapa kali. "Dan berganti baju."

Aku menghela napas lelah. Jadi seorang putri ternyata tidak mudah—aku harus mandi tetapi dibantu para pelayan, memakai baju juga dibantu, bahkan aku yang jarang bersolek ini dibantu oleh mereka, rambutku dirapikan dengan cantik. Tanganku terasa tak berguna, serius.

Setelah aku selesai berganti baju, aku keluar dari kamar bersama Qion menuju ruangan Ratu. Kepulangan kami akan dibicarakan di sana.

Tahukah kalian, di sini aku merasa seperti aku sangat-sangat berharga? Para pelayan atau prajurit yang berjaga di setiap penjuru lorong ketika berpapasan denganku menundukkan kepala hormat. Aku belum pernah diperlakukan seperti ini, sama sekali belum pernah. Makanya aneh, aneh banget malah. Apalagi saat aku sampai di depan pintu yang menjulang tinggi ini—ruangan Ratu—kedatanganku lagi-lagi diberitakan.

Ketika pintunya dibuka, aku melihat Ayah dan Vin ada di dalam. Mereka memakai baju saat pertama kali datang ke sini. Begitu juga aku. Baju peri ini akan menghilang jika dipakai sampai keluar portal, karena bajunya terbuat dari sihir sedangkan di duniaku tidak ada sihir.

Ada, sih. Sihir dukun.

Aku berjalan menuju mereka yang tengah tersenyum, lalu membungkuk hormat pada Ratu. Kata-kata pulang saat ini sangat berharga untuk kami.

"Karena sekarang sudah berkumpul semua, mari kita bicarakan soal kepulangan kalian." Ratu berbicara sembari duduk di kursinya yang penuh emas. Pasti mahal sekali kalau dijual, karena kudengar emas di sini sangat murni. "Pertama, aku sungguh minta maaf atas kecerobohan prajurit untuk menjaga gerbang, aku juga sungguh minta maaf membawa kalian pada hal-hal yang mengerikan. Bahkan membuat kalian terlibat perang, memenjarakan kalian. Atas perlakuan anakku dunia ini jadi kacau-balau.

Dan atas usulan dari ayahmu, Putri Rin, kami tidak akan menutup pintu untuk siapa pun mengeluhkan kejahatan dan bisa bergerak secara langsung. Karenanya, kalian tidak perlu khawatir lagi."

"Terima kasih kembali sudah menyambut kami di sini, Ratu. Aku juga datang ke sini karena kesalahan." Aku tersenyum. "Dunia ini sungguh luar biasa."

"Untuk kali pertama buatku ikut perang, sebenarnya itu seru," kata Vin, menggaruk pelipisnya yang aku yakin tidak gatal.

[END] MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang