09. Festival dan Ramalan

39 13 0
                                    

Ruang tengah berisikan beberapa kursi kayu yang memiliki bantal empuk di atasnya. Meja kayu, beberapa mangkuk dari batok kelapa yang berisi banyak kue dan madu, beberapa kotak mentega, dan gula. Ada juga lemari yang tidak begitu futuristik tapi ajaib, terdapat tirai yang terbuka dan menutup sendiri. Ada dua rumah kecil untuk tupai dan burung cendrawasih, satu perapian yang diisi oleh kadal berapi-Salamender-yang tengah tertidur. Tiga kristal menggantung di langit-langit ruangan, tapi tidak menyala terang. Satu jendela bulat yang berukuran besar tepat berada di dinding, mengarah ke jembatan dan hiruk-pikuk keramaian di luar.

Aku duduk di kursi, rasanya agak tegang. Bibi Magred masih di ruang utama karena sibuk membereskan buku-buku dibantu beberapa Faega. Di ruangan ini hanya ada aku, Emile, Ael, dan dua Faega yang sibuk menyapu.

Emile menyimpan daun berukuran besar dengan air di atasnya. Daun itu seperti daun talas. Aku melirik dengan penuh tanda tanya, apa yang akan dia lakukan dengan daun itu? Dan apa isi mimpi buruknya? Kenapa ada hubungannya denganku?

"Tidak perlu panik, Rin. Adikku hanya melakukan fleesaph pada ingatannya. Agar mimpi yang dia lihat dapat diingat dengan baik, dan bisa diceritakan pada kita dengan detail," kata Ael.

"Fleesaph?" tanyaku.

"Kemampuan seperti yang dimiliki para Seer." Ael menghela napas. "Kamu tahu, para penyihir memiliki banyak sebutan sesuai dengan keahlian mereka? Ada Sorcerer, Alchemist, Shapeshifter, Necromancer, Healer, Cleric, Banisher, Seer dan yang lain. Seer adalah penyihir yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi di masa yang akan mendatang. Di Faegufler, beberapa Elfam dapat melakukan itu, dan kami sebut sebagai kemampuan fleesaph."

Aku sedikit terkejut. Aku juga tahu Seer, hanya saja aku ingin memastikannya sendiri, apa Seer yang aku maksud itu sama dengan apa yang dimaksud Ael? Ternyata sama! Itu, kan, penyihir dari duniaku-maksudku, penyihir yang ada dalam buku-buku fiksi dari duniaku, dunia manusia. Dari mana dia tahu itu? Apa di Perpustakaan Negara juga terdapat novel-novel milik manusia?

"Jangan tanya aku tahu dari mana. Adikku ini gemar membaca buku, karenanya aku tahu banyak."

Aku mengangguk.

Emile sibuk berkonsentrasi sekarang, dia memejamkan mata dengan tenang seolah sedang tidur. Lalu di dalam air tiba-tiba muncul gelembung-gelembung cahaya sewarna merah muda mengelilingi tubuh Emile. Itu hanya sekejap, sebelum semuanya meledak dan Emile terjatuh dari tempat duduknya. Kami lantas panik dan membantu Emile. Tampaknya, fleesaph tidak berhasil. Emile mengeluh kesakitan, dia memejamkan mata sambil mengerutkan dahi. Tampaknya memiliki kemampuan fleesaph tidak dapat selalu disebut beruntung.

"Ini kehendak alam." Emile menatapku. "Ini sudah ditakdirkan. Apa yang hanya dapat terlihat sekali, itu berarti memang benar akan terjadi. Aku tidak dapat melihatnya lagi, tapi aku masih ingat walau samar. Apa namamu Erina Widyawati?"

Aku mengerutkan dahi. "Gimana kamu bisa tahu?"

"Benar. Kamu." Gerak-gerik Emile berubah gelisah. Dia mendelik panik pada Ael. "Raja Yowa akan berhasil menjalin hubungan dengan Orc dan Grendel. Faegufler dalam bahaya, Darkafae akan datang menemui Raja, akan terjadi perang-" Emile memegangi kepalanya dengan kencang. "Fae-Faegufler dalam bahaya, Ael. Pangeran Qion harus tahu hal ini. Aku harus menemuinya."

"Tenang dulu, Emile." Ael memeluk Emile. "Segala sesuatunya akan jauh lebih buruk jika kamu melakukannya dengan terburu-buru."

"Lalu, aku? Apa hubungannya sama aku?" Aku melirik tidak mengerti. Situasi sekarang amat dramatis.

"Entah siapa, ada dua orang lagi datang. Entahlah, aku tidak begitu ingat. Mereka akan membawamu ... atau kamu membawa mereka, jauh dari sini," jawab Emile dengan alis berkedut-kedut.

[END] MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang