[Mungkin untuk beberapa chapter ke depan, lagu 'Bertaut' akan menemani kita dalam tulisan fiksi ini. Selamat membaca, semoga pesannya tersampaikan]
***
“Esther, apa lo punya pacar?” Hari Senin, setelah rampungnya upacara bendera—suara yang pertama kali Nadin keluarkan adalah sebuah pertanyaan yang sulit Esther jawab dengan jujur.
Akhirnya karena bingung, gadis itu hanya tersenyum singkat lalu mengambil bukunya dari dalam tas. Nadin tampak menatapnya sorot akan penasaran dan sirat akan luka. Dalam hati ia berharap kalau hal yang minggu lalu dilihatnya adalah mimpi. Kalau pun bukan mimpi, setidaknya itu hanya ilusi atau apalah—pokoknya Nadin berharap bahwa itu tidak nyata!
“Esther, jawab,” lirihnya.
Esther menatapnya sebentar, meletakkan buku kimia di meja dan membuka ke halaman yang terakhir dibahas minggu lalu. Gadis itu menghela napas dan kembali menatap Nadin yang masih menunjukkan wajah seperti sebelumnya—penasaran tapi terluka.
“Pacar? Enggak, Nadin.” Esther menjawab dengan senyuman. Dalam hati ia melanjutkan, “gak ada pacar, aku punyanya langit.”
“Kalo orang yang lo taksir? Ada gak?” tanyanya lagi.
“Ada,” jawabnya lalu menjeda sejenak, “Jang Dong Yoon.”
“Jangan bercanda, Esther!” Ah, Nadin terlihat kesal. Itu membuat Esther terkekeh pelan dan terhenti ketika sang guru telah datang.
Seluruh penjuru kelas menjadi sunyi, tidak berani menyuara karena selain ini pelajaran yang penting—gurunya juga galak sekali. Waktu itu Esther dihukum mengerjakan banyak soal dengan waktu singkat hanya karena melamun saja, sudah cukup membuat teman sekelasnya tidak mau berulah.
Karen—seperti biasa—situasi dalam kelas saat pelajaran berlangsung tidaklah menarik, maka mari kita persingkat waktu dengan mereka yang sudah memasuki waktu istirahat dan sedang makan siang di kantin. Hari ini Cakra tidak ada walau tadi berangkat bersama dengan Esther. Kata Erwin dan Ryan, lelaki itu sedang dihukum membuat resume karena waktu itu bolos dengan Esther.
“Baru kali ini Cakra ketahuan bolos terus dihukum,” celetuk Erwin sambil mengaduk mi ayamnya.
“Dia di kelas?” tanya Esther dengan acuh, sambil memakan somaynya. Walau dalam hati, ia sangat ingin menghampirinya.
“Di perpustakaan.” Ryan menjawab.
“Sendirian?” Kali ini Nadin yang menyuarakan tanya, lalu dijawab anggukan oleh Erwin maupun Ryan.
Esther melirik Nadin yang hanya mengangguk singkat lalu kembali memakan makanannya. Dahinya mengerut heran, kenapa Nadin tidak menghampiri Cakra dan membawa makanan untuk lelaki itu? Bukankah gadis tersebut pandai memanfaatkan situasi? Otak Esther mulai berteka-teki sampai tidak sadar kalau makanannya sudah habis. Bel akan berbunyi sekitar 10 menit lagi, keempatnya sudah menyelesaikan makan dan kini sedang berjalan keluar kantin.
“Eh, gue ke toilet ‘ya?” Sekiranya 15 meter setelah keluar, Esther menyuara tanpa mendengar jawaban. Gadis itu langsung berlari ke arah toilet padahal aslinya kembali ke kantin untuk membeli makanan.
Setelah mendapat apa yang ia perlu—roti coklat dan teh tanpa gula yang dibungkus dengan cup—gadis itu langsung saja berjalan menyusuri koridor menuju ke perpustakaan. Karena di tempat yang banyak buku itu tidak memperbolehkan bawa makanan, akhirnya Esther memanggil Cakra untuk keluar sebentar.
“Ada apa?” tanya lelaki itu, tangannya banyak terkena coretan pulpen—kasihan.
“Belum makan ‘kan? Nih, dimakan di gazebo saja. Resumenya berhenti dulu sebentar,” jawab Esther sambil menyerahkan kantong plastik berisi makanan dan minuman tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [✔]
Fanfiction[R 15+] [COMPLETED] [●] Perayaan Patah Hati #1 ; Lee Haechan ft. Jeon Somi local fanfic. Kisah yang mereka rangkai bersama. Menyuara satu walau sebenarnya hati sedang ragu. Berseru padu walau harinya hampir selalu berseteru. Mereka yang memaksa teri...