[06] Dalam dekapmu, rapuhku

123 31 0
                                    

Cakra menyipitkan matanya, berusaha menerima cahaya yang masuk ke mata. Ia menatap sekeliling, ah-berakhir di sini lagi. Kapan ia di sini? Sepi sekali. Lelaki itu mencoba mendudukkan dirinya, mencari ponsel untuk melihat hari.

Minggu.

"Cakra, akhirnya kamu bangun juga. Saya takut sekali!" Lelaki itu menoleh, mendapati seorang pria berjas putih khas dokter-dokter pada umumnya.

"Biasa saja kali, dok. Kayak gak pernah lihat saya di sini," timpal Cakra dengan santai--walau suaranya serak hampir hilang.

"Masalahnya kamu tidur 4 hari!" ucap si dokter lagi.

"4 hari? Dari hari Kamis? Bisa dokter ceritain? Saya cuman inget waktu PAS hari terakhir, saya jajan somay di perempatan," ucapnya.

"Iya, kamu pingsan di sana. Bilang makasih sana sama abang somaynya yang rela-rela bawa kamu ke sini," jawab si dokter. Mari kita panggil Adnan saja.

"Yaudah makasih." Cakra berucap dengan cuek, membuat Adnan mendengus malas dan duduk di sebelahnya.

"Tapi, kok bisa pingsan, 'ya? Biasanya gak gitu," monolog Cakra.

Adnan menoleh, menatap pasien langganannya yang sedang tenggelam dalam rasa herannya sendiri. Ia agak kasihan dengan bocah itu sebenarnya. Karena--hey! Ayahnya di mana?! Pria tua itu hanya menjenguk anaknya sekali dan selanjutnya hanya menanyakan keadaan Cakra lewat pesan. Kalau boleh mengumpat, Adnan sudah lama memaki-maki Johnny tepat di depan wajahnya.

"Kamu mau makan apa?" tanyanya.

"Kalau saya bilang pengen pizza, diberi gak?" tanya Cakra, menantang.

"Palalu kendor!" umpat Adnan.

"Kepala kendor tuh bentukannya gimana?!" balas Cakra.

"Gak tahu dah. Saya minta bubur dulu, sama roti, 'ya? Susu atau teh?" tanya Adnan lagi.

"Vodka," jawab Cakra dengan enteng.

"Ini bocah emang cuman sayang sama pacarnya, 'ya? Sama lambungnya gak peduli sama sekali!" timpal Adnan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Iya, santuy. Teh saja, gak pake gula soalnya saya udah manis." Cakra menyuara.

Adnan membuat ekspresi ingin muntah sebelum keluar untuk meminta orang dapur membawakan apa yang tadi Cakra mau. Dokter itu lalu kembali, duduk di bangku sambil melihat tubuh kurus Cakra juga wajahnya yang lesu pucat pasi seperti mayat hidup. Lelaki itu tidak suka dikasihani, makanya Adnan kadang tidak enak sendiri kalau ia kedapatan melihat anak itu dengan tatapan sedih.

"Cakra, kamu gak mau ngasih kabar ke pacarmu? Masih mau bohong soal ini? Kalian pacaran udah lama, ini bukan hal sepele. Dia harus tahu, Cakra. Esther berhak tahu." Adnan tiba-tiba bersuara, membuat Cakra yang sedang mengirim pesan ke kekasihnya menoleh.

"Aku ngasih kabar kok." Cakra menjawab dengan acuh.

"Kamu ngasih kabar kalau kamu liburan, iya 'kan?" Cakra hanya terdiam, lalu meletakkan ponselnya.

Adnan menghela napas panjang, lalu kembali menatap pasiennya dengan lebih serius. Itu berhasil membuat Cakra menunduk takut.

"Selama ini mungkin kamu berhasil mengelabuhi dia. Tapi kamu pernah gak sih kepikiran kalau dia bakal ketemu ayahmu di jalan atau di mana, terus dia jadi mikir ; 'Cakra liburan sama siapa kalau ayahnya di sini?'. Dia bisa saja mikir kamu selingkuh, dan di situ hubungan kalian berakhir. Kamu mau begitu?" Adnan menghela napas lagi setelah mengucapkan kalimat panjang itu.

"Saya gak mau, dok. Tapi saya juga gak mau bikin dia khawatir, saya gak mau dia tahu kalau saya penyakitan." Cakra masih menunduk.

"Memang kenapa kalau kamu penyakitan? Kamu cuman kecapekan, kamu cuman tipes karena ngambis gak inget waktu dan makan. Kamu gak kanker, kamu gak sekarat, Cakra. Kalau dia beneran cinta, mau kamu botak juga dia gak bakal ninggalin kamu. Saya gak habis pikir sama kamu," ucap Adnan menggebu.

Rumpang [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang