Sudah lebih dua bulan kematian Hairani. Kejadian di rumah keluarga mendiang waktu itu, mungkin akan menjadi akhir hubungan mereka. Johnny sudah mentransfer biaya pengobatan luka Dimas dan juga biaya kerusakan pintu.
Sekarang semuanya kembali seperti biasa walau kosong dalam hati masih belum terobati. Senyum ramah Cakra sudah kembali, kendati ada sedikit janggal dalam setiap tarikan sudut bibirnya. Mungkin sampai keduanya menutup mata, seluruh dunia akan menjadi penjaranya. Karena penyesalan lebih dari rasa sakit mana pun.
Hubungan Cakra dengan Esther masih baik-baik saja. Begitu pula dengan Nadin, Erwin, dan juga Ryan. Walau Cakra tidak cerita segalanya, tapi mereka mengerti. Dari kelimanya, yang memiliki keluarga kurang hangat hanya Cakra dan Nadin.
Mari kita lupakan lukanya sejenak dan mulai fokus dengan apa yang terjadi hari ini. Memasuki semester gasal, semua murid pastinya mulai bersiap untuk ujian—ujian kenaikan kelas atau pun kelulusan. Sebelum menghadapinya, mereka akan dibuat senang dulu dengan adanya diesnatalis atau yang lebih awam disebut HUT sekolah.
Acara ini biasanya diisi berbagai perlombaan dan hiburan. Mulai dari sepak bola, lari cepat, membaca puisi, dongeng, karnaval, menghias tumpeng, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk hiburan, biasanya dari pihak sekolah dan panitia akan mengundang penyanyi solo atau pun band dan juga pentas seni dari perwakilan kelas.
Cakra ditunjuk oleh wali kelas juga semua teman kelasnya untuk bernyanyi nanti. Suara lelaki itu merdu sekali. Halus dan indah seperti perilaku dan wajahnya. Dan hal itulah yang sekarang jadi masalah untuknya dan Esther.
“Nanti semua orang jadi menikmati suara kamu!” seru gadis itu sambil bersungut-sungut.
“Yaudah gausah,” timpal Cakra yang sudah pasrah.
“Jangan, nanti kamu dimarahi wali kelas!” serunya lagi.
“Ya terus aku harus gimana, Esther Sorayaaaa?” Cakra jengah sekali. Dia menghela napas, lalu menyesap es bobanya. Omong-omong, mereka sedang berada di sebuah kafe.
“Terserah deh.” Dan kalimat itu, menjadi final percakapan mereka karena Cakra tidak menanggapi. Keduanya lalu keluar, berboncengan menyusuri kota—belum ingin berpisah walau senja sudah berseru bersama nyanyian pulang para burung.
Mungkin sekitar setengah jam berkeliling tanpa tujuan pasti, keduanya pulang karena hari mulai gelap. Cakra tidak mau mampir saat gadisnya menawarkan, karena ia harus memasak untuk sang ayah yang mungkin akan segera pulang bekerja.
Esther hanya mengangguk sambil tersenyum. Cakra kembali melajukan motornya setelah melihat kekasihnya sudah memasuki rumah. Dalam susuran jalanan kota malam ini, dalam setiap tarikan napasnya, Cakra mencoba ikhlas dengan semua yang telah terjadi.
Masih banyak penyesalan, tapi ia tidak mungkin larut dalam kalutnya emosi. Dunianya dan Johnny hancur, tapi alam semesta masih berjalan. Mereka tidak mungkin egois dengan tetap diam.
Melamun di perjalanan, ternyata dapat mempercepat sampainya ke rumah. Cakra memarkirkan motornya di bagasi, ia lalu melepas sepatu dan kaus kaki. Lelaki itu mulai memasak setelah mandi dahulu. Bagaimana pun, dia baru kembali—bisa saja ada kuman dan bakteri yang menempel pada tubuhnya.
Mungkin setengah jam sampai masakan terakhirnya matang, suara pagar terbuka dan mobil yang dikunci—terdengar. Johnny membuka pintu langsung disambut Cakra yang masih memakai celemek. Kedua manusia itu sama-sama tersenyum, kemudian yang lebih tua memutuskan untuk mandi dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumpang [✔]
Fanfiction[R 15+] [COMPLETED] [●] Perayaan Patah Hati #1 ; Lee Haechan ft. Jeon Somi local fanfic. Kisah yang mereka rangkai bersama. Menyuara satu walau sebenarnya hati sedang ragu. Berseru padu walau harinya hampir selalu berseteru. Mereka yang memaksa teri...