[19] Publikasi, maaf dan pindah

120 34 0
                                    

“Cakra sama Esther pacaran.”

Kalimat itu memenuhi seluruh penjuru sekolah. Cakra sangat terkenal, makanya fakta seperti ini sangat menggemparkan. Foto yang diunggah Cakra di Twitter waktu itu, menjadi viral sampai masuk base sekolah. Ah iya, belum lagi foto mereka agak...ya seperti itulah.

Keduanya berjalan santai di koridor menuju ke kelas Esther. Tanpa peduli tatapan setiap murid yang mereka lewati, Cakra dan Esther hanya ingin cepat sampai di kelas. Keduanya sedang perang dingin—sebenarnya hanya Esther yang mendiami Cakra karena hal yang waktu itu.

“Jangan lupa ke kantin bareng,” ucap si lelaki di ambang pintu kelas.

“Kamu beneran mau pergi, Cakra?” tanya Esther tanpa menimpali ucapan Cakra.

“Sepulang sekolah aku bakalan jelasin, oke?” jawabnya.

“Tapi aku mau sekarang.” Esther melipat tangannya di dada.

“Sekarang kita sekolah dulu, sayang.” Cakra memegang pundak gadis itu.

“AAAAAAAA YAMPUN BBL ALIAS BAPER BANGET LOOCCHHH!!!”

He saidsekarang kita sekolah dulu, sayang.’ AAAAAA TOLONG AKU MAU PINGSAN!!!”

Keduanya menoleh pada kerumunan siswi yang sedang mengintip adegan mereka lewat jendela kelas. Esther menunduk malu, sedangkan Cakra menghela napas sambil menahan senyumnya. Ternyata seperti ini rasanya ketika hubungannya diketahui semua orang. Cakra agak risi juga agak bahagia.

“Sana pergi, aku malu.” Esther mendorong tubuh lelakinya pelan, membuat Cakra mundur beberapa sentimeter.

Emm maaf, bisa gak usah ngintip dulu gak? Pacarku yang paling indah satu semesta katanya malu,” seru Cakra pada para siswi itu. Mereka sempat berteriak histeris dulu sebelum akhirnya menghilang dari jendela.

“Kamu ngeselin banget, Cakra!” Esther memukul pundak si lelaki, kini agak keras.

“Iya, aku juga cinta kamu. Dadah~ semangat sekolahnya, jangan mikirin aku mulu!” Lelaki itu melenggang pergi, meninggalkan Esther yang masih berdiri dengan segenap rasa malunya. Sekarang, ia bahkan tidak punya nyali untuk masuk kelas.

Dengan langkah kecil yang ragu, pun juga tundukkan kepala malu, ia beranikan diri untuk memasuki ruang kelasnya. Hening, senyap sekali bahkan ketika Esther sudah duduk di bangkunya. Gadis itu menoleh sedikit dan kemudian menyesal karena seisi kelas sedang menatapnya kini.

“A—apa?” tanyanya gugup.

“Dari kapan lo pacaran sama Cakra?” tanya salah satunya, panggil saja Dewi.

Eemm, 3 tahun yang lalu.” Esther terlihat seperti gadis cupu yang sedang ditindas seisi kelas.

WOAAHH UDAH LAMA KENAPA GAK BILAAANG?” pekik Fitri yang memang mutualan dengan Cakra dan yang mengirimnya ke base.

“I—itu...kita cuman pengen gitu saja.” Esther mencicit.

“Yang di twitter itu—“

“Itu becanda! Cuman becanda, kita gak—“

“Gak apa-apa, Esther. Wajar kok kalo pacaran udah lama terus begitu. Apalagi kalo pacarnya abis disentuh yang lain,” ucap Yona memotong kalimat Esther.

“Maksud lo?” tanyanya.

“Kita semua liat, Esther. Hari ini dia gak berangkat dan kalo gue jadi dia sih mending pindah saja ke luar kota,” jawab Dewi.

“Lo sakit hati ‘ya pasti?” Fitri menyuarakan tanya.

“Gak kok. Lagian ‘kan si Nadin gak tahu kalo gue pacaran sama Cakra. Itu salah gue, jangan benci Nadin ‘ya? Kita satu kelas, satu keluarga.” Esther tersenyum tipis.

Rumpang [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang