06

2.9K 371 2
                                    

💞

Keesokan harinya, Kara sudah berada di depan gedung Hutama group yang menjulang tinggi. Ia bertekat untuk menemui tuan Ardha. Mungkin ia bisa meminta kapada petinggi perusahaan tersebut untuk meminta keringanan, walaupun itu terlihat mustahil.

"Semoga saja Tuan Ardha berbaik hati. Semangat Kara! Tuan Ardha juga manusia!" 

Kara mencoba menenangkan fikirannya yang kacau dari semalam. Kara menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Itu dilakukannya berulang-ulang sampai detak jantungnya kembali normal.

Dengan langkah pasti, Kara memasuki loby perusahaan Hutama Group. Kara berjalan menuju ke meja resepsionis untuk memastikan Tuan Ardha berada di tempatnya atau tidak.

"Apakah anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanya Resepsionis.

Kara terkejut, ia lupa jika bertemu dengan  orang penting tidaklah mudah.

"Belum, Mba," jawab Kara.

"Mohon maaf, bila Anda ingin menemui Pak Ardha, silahkan membuat janji terlebih dahulu." Resepsionis tersenyum ramah.

Raut wajah Kara berubah kecewa, gagal sudah ia bertemu dengan Ardha hari ini. Bukan apa-apa, Kara takut kalau Ardha nekat datang ke rumahnya dan nantinya akan bertemu dengan Baron, sudah dipastikan abangnya akan sangat murka bila mendengar Kara memiliki hutang, apalagi dalam jumlah yang tidak sedikit.

"Apa tidak bisa di telfon saja Mba, Tuan Ardha nya? Saya datang karena menerima surat dari Tuan Ardha," ucap Kara sedikit memohon. 

Resepsionis terdiam sesaat, kemudian tersenyum kembali. "Mba tunggu saja di sana kalau begitu, mungkin sebentar lagi Pak Ardha datang." Sang Resepsionis menunjuk sofa di pojok loby sebagai ruang tunggu.

"Terimakasih ya, Mba." 

Kara tersenyum dan mengangguk kepala, lalu berjalan menuju sofa dan memutuskan untuk duduk menunggu Ardha.

10 menit.

20 menit.

30 menit.

Hingga satu jam berlalu, orang yang ditunggu-tunggu belum muncul juga. Kara mulai bosan, berkali-kali diliriknya jam yang ada di dinding loby.

"Mungkin lain kali aja ya aku datang kemari." Kara bangun dari duduk dan memutuskan untuk kembali esok hari.

Tapi ketika sampai di depan pintu, Kara melihat Ardha turun dari mobil mewah dengan mengunakan setelah jas berwarna biru, dan kacamata hitam yang melekat di wajah tampannya membuat Kara diam membeku. Nyalinya semakin menciut melihat Ardha yang begitu dihormati dan disegani oleh semua karyawan. Apa berani dia mengajukan penawaran dengan orang yang sangat dihormati dan disegani itu?

Saat Kara akan mendekat, seorang pria yang terlihat lebih muda segera berdiri di belakang Ardha. Asisten pribadi itu datang bersama dengan Ardha, mereka baru menyelesaikan rapat penting di luar.

Ardha berjalan begitu saja melewati Kara, membuat Kara segera menyusul langkah kaki Ardha untuk kembali masuk ke dalam loby.

"Tuan Ardha, saya mau bicara!" seru Kara.

Alva segera berhenti saat mendengar suara yang mengganggu gendang telinganya. Berani sekali orang ini.

"Siapa Anda?" Tanpa basa-basi Alva langsung bertanya kepada Kara dengan wajah datarnya.

Ardha yang mendengar namanya disebut, berhenti dan berbalik badan. Ia melihat gadis dengan tampilan yang berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Kara menggunakan celana panjang hitam dan kemeja soft pink.

"Biarkan dia, Al. Aku mengenalnya," ujar Ardha.

Alva yang sudah berdiri membentengi tuannya bergeser ke samping.

Racikan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang