37

159 13 1
                                    

Satu tahun kemudian.
*
*
***

"Grazi per la collaborazione, signor Antonio."

Ardha menjabat tangan Antonio dengan senyum sumringah. Usahanya melobi pemilik perusahaan besar di Roma, Italia yang selama setahun terakhir ini diusahakannya akhirnya membuahkan hasil dengan selesainya penanda tanganan kontrak kerjasama yang tentunya akan menguntungkan kedua belah pihak.

"Mi piace lavorare con te. Sono sicuro che questa collaborazione andrà bene perché ho visto il suo track record nel mondo degli affari, signor Ardhana." Antonio pun turut senang dengan kerja sama yang telah mereka sepakati.

Setelah perjamuan makan siang, Ardha pamit bersama dengan Gio, asisten pribadinya. Mereka berdua meninggalkan perusahaan Desain Interior itu diantar oleh mobil perusahaan.

"Pak, mumpung kita masih di Roma, boleh tidak kalau kita mampir dulu ke Koloseum. Mumpung deket nih," pinta Gio.

"Kalau saja kau bukan saudara Very, sudah kupecat kau."

Tapi meski begitu, Ardha tetap menuruti permintaan Gio untuk pergi ke Colosseum, sebuah bangunan bersejarah di negara asal Pizza tersebut meskipun jalan yang akan mereka lalui berlawanan arah dengan hotel yang mereka tempati.

"Tuh sudah kelihatan kan?" Ardha menunjuk bangunan yang berada di sebelah kanannya.

Gio melongok ke luar jendela mobil, "Mampir sebentar, Pak. Mau foto di sana."

"Rewel banget ini bocah!" desis Ardha.

Ardha dan Gio akhirnya turun dan membiarkan mobil yang mereka tumpangi kembali ke perusahaan.

Ardha harus rela berjalan kaki untuk mengikuti Gio berkeliling Koloseum. Bahkan dengan tidak tau dirinya, Gio meminta Ardha untuk memotretnya. Dengan terpaksa, Ardha menerima ponsel Gio dan mengambil beberapa foto dengan bermacam-macam gaya.

"Ayo pulang!" ajak Ardha.

"Sebentar, Pak, saya mau lihat dulu hasilnya." Gio menggeser-geser foto hasil jepretan Ardha di layar ponselnya.

"Bagus," gumam Gio.

"Iyalah, foto mahal itu," ucap Ardha.

"Makasih, Pak Ardha," ucap Gio, "Bapak nggak mau Foto?"

"Saya gak norak kaya kamu." Ardha menenteng kembali tas kerjanya dan berjalan meninggalkan Gio. Gio pun berlari mengejar Ardha dan berhenti di depannya.

"Pak, senyum!" Gio memotret Ardha.

"Hapus, Gio!"

"Bagus, Pak. Lagi!" pinta Gio.

"Jangan kurang ajar!"

"Sekali lagi, Pak. Bagus ini. Apa lagi di belakangnya ada mba-mba cantik, jadi kaya foto preweding." Gio berkomentar.

"Gak minat sama bule." Ardha tetap saja berjalan.

"Dari wajahnya orang indonesia, Pak. Cantik banget, sumpah."

Ardha pun menoleh ke belakang, melihat wanita cantik yang dimaksud Gio.

Tubuh Ardha seketika membeku saat melihat siapa wanita yang sedang berjalan di belakangnya bersama seorang anak kecil berusia empat tahunan.

"Kara," gumamnya.

Kara pun sama terkejutnya saat tiba-tiba Ardha muncul di hadapannya. Detak jantungnya berdetak tak beraturan saat Ardha menatap dalam dirinya. Genggaman tangannya pada Vero dipererat. Tangannya mulai terasa dingin.

"Ma, kok berhenti?" Vero bertanya kepada Kara.

Pandangan mata Ardha yang semula menuju kepada Kara, kini beralih kepada anak kecil di samping Kara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Racikan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang