13

2.3K 295 29
                                    

💞

Kara menyentuh bibirnya sambil tersenyum di depan cermin. Pantulan wajahnya menandakan betapa ia sangat bahagia saat ini. Kara masih mengingat dengan jelas perlakuan manis Ardha kepada dirinya, saat Ardha menarik tangan Kara dengan lembut ketika mereka  beranjak pergi dan Ardha tetap menggenggam tangan Kara sampai mereka ke luar Cafe.

Kara lebih terkejut lagi ketika Ardha membukakan pintu mobil untuknya, sebuah hal yang sangat mustahil dilakukan tapi hari ini benar-benar dilakukan oleh seorang Ardhana.

"Walaupun hari ini hanyalah mimpi, jangan biarkan aku bangun, Tuhan. Aku ingin selamanya bermimpi."

💞

Sesuai janji yang telah dibuat dengan Bima beberapa hari yang lalu, hari ini Kara akan pergi ke rumah Bima membuat pesanan ramuan obat. Dengan semangat membara dan bayangan rupiah di depan matanya, Kara melangkahkan kaki ke luar kamar.

"Mbok, aku pergi dulu!" seru Kara seraya menutup pintu ruang tamu.

Sebuah mobil memasuki halaman rumah membuat Kara menghentikan langkahnya saat ia sudah ke luar dari teras rumah.

"Hai, calon istri," sapa seorang pria berusia tiga puluh tahun itu menghampiri Kara yang berdiri sambil memegang kedua tali tas punggungnya.

Kara melewatinya begitu saja, ia berjalan menuju motornya yang sudah terparkir di depan rumah.

"Aku akan mengantarmu hari ini," ucap Sam seraya menggenggam tangan Kara yang melewatinya dengan acuh.

"Tidak mau, aku bisa pergi sendiri!" Kara melirik tajam tangan yang dipegang Sam.

"Apa kamu mau bertemu dengan pacarmu lagi?" tanya Sam dengan senyum sinisnya.

"Bima bukan pacarku, bukankah kamu tahu itu."

"Yang ku maksud bukan Bima, tapi pria lain yang bersamamu beberapa hari lalu."

Kara terhenyak kaget, ia menggigit bibir bawahnya karena gugup. Apa Sam tau kalau itu Tuan Ardha?

"Jangan ulangi lagi kesalahanmu, atau aku akan mencari tau siapa dia," bisik Sam di telinga Kara.

Kara hanya menganggukan kepalanya, sedikit lega karena ternyata Sam belum mengetahui siapa yang pergi bersamanya berapa hari lalu.

Sam tersenyum dan mengusap kepala Kara. "Aku akan mengantarkamu dan jangan menolak!" tegas Sam.

Kara akhirnya pasrah dengan perintah Sam. Ia hanya bisa menantap nanar ketika Sam memasukan motornya kembali lewat pintu samping rumah.

Untuk pertama kalinya, Kara duduk di dalam mobil berdua dengan Sam. Pria itu terlihat sangat serius mengemudi. Kara memalingkan wajahnya ke luar kaca jendela mobil. Menatap bangunan pertokoan dan kendaraan yang lalu lalang. Fikirannya menerawang entah ke mana. Mungkin tertuju kepada pria yang telah mengisi relung hatinya, atau memikirkan cara bagaimana caranya Kara bisa lari dari pernikahan yang tidak diinginkan sama sekali. Entahlah ... Kara bingung.

Sentuhan lembut di kepala Kara membuyarkan lamunannya. Kara menoleh dan mendapati Sam yang sedang tersenyum manis sambil menatapnya.

"Maaf kalau aku tadi kasar kepadamu, aku hanya sedang cemburu." Sam akan menyentuh wajah Kara, tapi Kara segera memundurkan badannya hingga merapat ke pintu mobil.

"Jangan sembarangan menyentuhku!" sentak Kara.

Sam terkekeh mendengarnya, "Inilah alasanku memilihmu, Ra. Kamu selalu membentengi dirimu dari pria yang belum berhak atas dirimu," ucap Sam. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke depan dan kembali menginjak pedal gasnya, melajukan mobilnya kembali setelah beberapa saat ia hentikan.

Racikan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang