17

2.2K 298 5
                                    

Kara menangis tersedu-sedu di dalam kamar sesaat setelah Sam resmi melamarnya. Lamaran yang tidak Kara harapkan, lamaran yang mengikat dirinya dengan pria yang sama sekali tidak dicintainya.

Kalau saja bukan karena paksaan dan ancaman dari Baron, Kara tidak akan mau dilamar secepat ini oleh Sam. Ancaman apalagi yang membuat Kara menyetujui permintaan Baron kalau bukan ramuan racun mematikan yang beberapa hari lalu berhasil dibuatnya dan beberapa bahan ramuan yang ada di dalam kamar Kara disita oleh Baron. Abangnya mengancam akan memproduksi masal racun itu dan akan dijual di pasar gelap dengan harga yang tinggi.

Kara mati-matian merebutnya, ia tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau racun itu dibuat dan diperjual-belikan secara ilegal. Akan banyak korban yang berjatuhan karena mudahnya mereka membunuh orang lain. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh gadis bertubuh mungil itu? Perlawanannya sia-sia. Baron membawa pergi bahan-bahan ramuannya. Teriakan dan jerit tangis Kara tidak diperdulikan oleh Baron.

"Aku mau menikah dengan Sam!"

Akhirnya Baron berhenti setelah mendengar teriakan dari Kara. Senyum licik menyungging dari sudut bibirnya.

"Setelah acara lamaran, akan kukembalikan bahan-bahan ini," ucap Baron lalu pergi membawa bahan ramuan langka yang Kara pesan dari Jepang itu.

Kara masih terisak, ia menelungkupkan wajahnya di atas tempat tidur. Sebuah langkah kaki tidak membuatnya terbangun, Kara tetap setia dengan posisinya itu.

"Kara." Sebuah suara berat memanggilnya, Kara merasakan ada tangan kekar yang mengelus kepalanya. Tangan itu lalu melepas jepitan dan hiasan sanggul di kepala Kara. Hingga kepala Kara kini terasa ringan.

Sam membalikkan tubuh Kara, lalu dengan lembut diusapnya wajah Kara menggunakan tisu. Make up Kara sudah berantakan karena deraian air mata. Sam membuang tisu bekas ke dalam kotak sampah, ia tersenyum dan membelai lembut wajah Kara.

"Kenapa di hari bahagia kita, kamu menangis? Padahal aku sedang bahagia dengan lamaran ini," ucap Sam lembut.

Kara merasa risih dalam posisi seperti itu, dirinya berbaring dan Sam juga berbaring di sampingnya. Satu tangan Sam menopang kepala dan satu tangannya membelai wajah Kara.

"Awas, Bang. Aku mau bangun." 

Kara mendorong Sam hingga Sam terlentang di tempat tidur, tapi dengan cepat Sam menarik Kara ke atas tubuhnya. Sam memeluk Kara dengan kedua tanganya erat. Kara meronta tapi sia-sia.

"Lepas!!"

Sam hanya tersenyum, "Aku calon suamimu, Kara. Lusa kita akan menikah, jadi tidak masalah kita berada di dalam kamar berdua." Sam lalu menatap bibir Kara.

"Atau kita bisa mencicil untuk malam pertama kita?" ucap Sam.

Kara membelalakkan matanya. Ia semakin meronta dalam dekapan Sam. Tapi Sam dengan cepat meraih tengkuk Kara dan mecium bibirnya. Menekannya, menyesap dan mel*mat bibir mungil Kara, tapi Kara membalas dengan menggigit bibir Sam. Secepat kilat Kara menarik diri dari dekapan tubuh Sam saat Sam menjerit karena bibirnya terasa perih.

"Kamu memang kurang ajar, Sam!" Kara bangun dan mengelap dengan kasar bibirnya. Berusaha menghilangkan bekas ciuman dari laki-laki yang sebentar lagi menjadi suaminya.

Sam yang semula akan marah malah tertawa melihat hal konyol yang Kara lakukan. "Bibirmu terasa manis, Kara. Aku menjadi ketagihan." Sam menyentuh bibir Kara dengan ibu jarinya, tapi Kara dengan cepat menangkis tangan Sam.

"Jangan sentuh aku, Brengsek!! Aku jijik sama kamu! Kamu jahat! Kamu bajingan!!" jerit Kara dengan mata yang memerah, marah.

Sam mencengkeram lengan Kara dengan kasar, lalu dengan secepat kilat Sam membuat Kara sudah berada di bawah tubuhnya.

Racikan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang