Selamat membaca...
Terima kasih atas waktu luangnya untuk membaca sampai bab ini.
________Pagi yang cerah tapi keadaan di ruangan Ai terasa cukup tegang. Pasalnya si Lukas, kepala bagian sosial media menunjukkan tanda yang cukup buruk di akun milik Kim. Akun pribadi itu sepertinya sudah dikloning di ponsel mantan suaminya, tak hanya itu DM dari keluarga mantan suami serta hal buruk lainnya juga cukup tak baik bagi mental pemilik akun.
"Ini, sih toxic parah, Ai," kata Janu.
"Iya, mbak. Tapi tenang saja, saya sudah merencanakan beberapa langkah. Yang pasti, jangan sampai follower kecewa, dan kondisi mental mbak Kim juga aman," ucap Lukas.
"Ai, kayanya kamu perlu temuin dia, deh," kata Janu.
"Iya," jawab Ai, "Jadi untuk urusan pelunasan ruko, suruh Dira saja," balas Ai.
"Oh, soal itu aku bisa urus," balas Janu, "Sama Nami, kan?" Lanjutnya, bertanya.
"Iya. Minta bantuan Dira, kalau butuh mulai berberes tempat baru," kata Ai, sambil mengemas tasnya dan pergi.
Kemudian Ai segera menuju ke tempat Kim. Ia juga ingin tahu apa rencana Kim ke depan terkait komitmennya pada KG. Ia tahu belum mungkin untuk meminta Kim datang ke galeri, mengingat masih berada dalam masa 'iddah pasca perceraian. Selang beberapa menit dari galeri ia sampai di rumah Kim. Terlihat Kim sedang mengantar kepulangan keluarganya dari rumahnya. Jadi Ai menepi sebentar, lalu baru maju ke pintu gerbang setelah mobil orangtua Kim melaju.
"Wah, banyak furnitur yang mau dijualin, apa dibuang ini?" Tanya Ai, setelah masuk ke dalam rumah.
"Semua fotonya sudah saya kirimkan ke Lukas. Besok akan dia share di insta story akun saya, untuk dilelang. Dan semua hasil lelang akan saya sumbangkan untuk proyek amal KG," jelas Kim.
"Bicara soal instagram, apa mbak Kim tidak ingin mengelolanya sendiri seperti dulu? Soal pengamanan, Lukas bisa membereskannya," kata Ai.
"Maaf, saya belum sanggup. Tapi saya masih butuh kolaborasi ini berjalan, sampai selesai masa kontrak," balas Kim.
"Kalau kontrak selesai?"
"Mudah-mudahan tabungan saya sudah cukup. Saat ini saya sedang mengumpulkan banyak uang untuk bisa tanam modal besar di kerajaan bisnis abah. Lagipula sekarang saya jadi lebih mudah mengatur waktu. Alba, barangkali butuh saya lebih dari sebelumnya," jelas Kim.
Ai hanya mengangguk setuju. Lalu ia tengok Alba sedang mengembalikan piring bekas dia makan.
"Alba akan tumbuh jadi anak yang hebat," komentar Ai.
"Amiiin," balas Kim.
Kemudian Alba yang manis itu mendekati Ai, dan berkata, "Tante, sering-sering main ke sini, ya. Tante Dira sama Kak Nami juga."
"Iya. Kalau ada waktu senggang, pasti tante main," balas Ai, dengan senyum tulusnya.
"Iya, tante. Soalnya biar ibuk happy. Seperti Alba kalau kumpul sama teman-teman juga happy," ucapnya, polos.
Ai memberi pelukan gemas pada gadis kecil itu. "Alba masih sering, ajak ibu makan ice cream?" Tanya Ai."Ibuk selalu makan sedikit. Sisanya Alba yang habiskan. Katanya orang dewasa tak boleh terlalu banyak makan manis," jawab anak itu, polos. Terlihat sangat menggemaskan.
Ai dan Kim tertawa lepas, mendengar penjelasan Alba. Setelah tawa mereka terhenti, terdengar sebuah bel. Ada ojek pengantar makanan. Ai memesan beberapa cup besar ice cream rendah kalori untuk Kim.
"Mbak Ai, pesan ini untuk saya?" Tanya Kim, sambil mengayunkan kantong ice cream yang baru saja ia terima.
Sambil tersenyum Ai menjawab, "Itu yang pernah saya janjikan. Semoga cukup menghibur."
"Sebenarnya perpisahan ini tak pernah membuatku bersedih. Tapi sumpah serapah dan hujatan orang-orang membuat saya merasa tertekan. Dengan tanpa mengenalku mereka mengatakan jika saya sangat kekanak-kanakan, dan akan tunggu waktu untuk menyesal. Bukankah itu terdengar terlalu merendahkan?" Kisah Kim, yang ia akhiri dengan senyum getir.
"Dulu mama sama papa pisah, karena mereka berdua tak bisa mengalah pada mimpi masing-masing. Cerita selebihnya saya tak banyak peduli. Mama bahagia dengan pilihan hidupnya, mama juga berhasil membahagiakan saya," kisah Ai, mencoba memberikan semacam semangat pada Kim.
"Sepertinya saya harus banyak belajar dari Bu Wina," gurau Kim.
"Tentu saja takkan sulit bagimu. Bahkan mama tahu persis potensi kamu, dan memaksaku untuk membuat proyek kolaborasi denganmu," balas Ai, mengenang betapa menjengkelkannya pertemuan mereka, hingga kini mereka bisa berteman. Diawali dengan satu cup ice cream saat hujan di perjalanan pulang.
Satu cup ice cream dengan rasa manis yang dingin.
Seakan menawar resah akan getar yang tak lagi terjalin.
Caci maki yang terkadang datang tanpa permisi.
Teriakan "bajingan," padaku yang sekuat tenaga mengumpulkan kepingan hati.
Terima kasih atas hidupku hari ini.***
Di tempat yang berbeda Janu mengurus transaksi pembayaran pembelian ruko, bekas milik Runa dan Nami. Setelah beres semuanya ia meminta Dira untuk datang ke lokasi itu, guna membuat planing berberes di esok hari. Nami membantu Dira untuk berkeliling terlebih dahulu. Ruko itu terdiri dari tiga lantai dengan dekorasi interior yang masih tampak kosong. Ada satu ruang bilik di lantai dua, di sana ada barang-barang milik Nami dan Runa.
"Ah, itu ada sedikit barang-barang saya. Akan segera saya bereskan," kata Nami, saat melihat sebuah box berisi tumpukan kertas dan barang lain.
Nami mengangkatnya, lalu sebuah bingkai foto terjatuh, Dira mencoba memungutnya,
"Oh ini foto kamu sama Runa," komentar Dira, tanpa beban. Sembari memberikannya pada Nami. "Ternyata lebih dari sekadar dekat," lanjutnya, masih tanpa rasa berdosa."Ini, hanya semacam folder sampah," balas Nami, terdengar sensitif.
"Jangan suka membuang teman, itu mengerikan," nasihat Dira, dengan senyum renyah yang mengembang.
"Jangan suka mencampuri urusan orang lain, itu menggelikan," balas Nami.
Dengan ekspresi jengkel Dira menjawab, "Hei, anak mudah. Harusnya kamu bisa lebih menghargaiku yang lebih tua. Kata-katamu itu menjengkelkan."
Dira terlihat sedikit ngambek, lalu berjalan cepat mendahului Nami.
"Mbak, jangan marah, dong," kejar Nami, sembari membawa box berisi banyak barang.
"Siapa yang marah, saya hanya buru-buru turun, karena mengkonfirmasi lokasi pada sopir jasa angkut online itu. Letakkan barang-barang itu. Saya tahu kamu ke sini hanya pakai motor, kan?"
"Oh My God... pantesaaan kamu jadi asisten andalan Aisha Kartika. Cara kerja mbak Dira, benar-benar gila," komentar Nami, kagum.
"Ya udah, cepetan,"
"Mbak Dira pulang sama saya aja. Saya traktir ice cream, mau?"
"Terserah,"
"Ada kedai ice cream yang semua menunya enak. Ai yang mengenalkanku pada tempat itu," jelas Nami.
Dira mengikuti ajakan Nami dengan senang hati.
"Curang, mbak Ai nggak pernah ajak saya ke sini," kata Dira.
"Jangan iri, pada staf ahli KG seperti saya," ucap Nami, sombong, disambut dengan tawanya yang garing.
"Entah bagaimana saya harus bersikap padamu. Usiamu lebih muda, tapi kamu adalah staf ahli di kantor kita. Aaah ini menyebalkan," komentar Dira.
Kemudian hidangan pesanan mereka sampai.
"Mbak, boleh tanya sesuatu? Ini tentang Ai,"
"Saya tak banyak tahu. Tapi akan coba saya jawab,"
"Tentang Biru Langit. Apa mbak Dira mengenalnya?" Tanya Nami.
"Namanya Azura. Dia sahabat lama mbak Ai waktu di Amerika. Dan kami pernah bekerja bersama pada proyek hotel di Jeddah, Saudi," kisah Dira.
"Apa, hubungan mereka terlihat istimewa?"
"Rumit, sih, lebih tepatnya. Kaya hubungan mbak Ai sama semua orang," kata Dira, enteng.
Jawaban Dira barusan cukup membuat Nami tahu, bahwa Azura bukan orang asing bagi Ai. Atau mungkin justru orang istimewa?Apakah kamu benar-benar takkan tersentuh olehku?
Sebenarnya untuk apa manusia saling bertemu?
Resah, rinduku selalu tentangmu.
Namun tentangmu belum pernah ada aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG TANPAMU vol.02
RomanceBarangkali kamu, adalah salah satu dari mereka. Maka jangan pernah berpikir bahwa dirimu adalah produk gagal.