Materi presentasi bersama Kim sudah disiapkan rapi oleh Dira, hari ini Ai akan bekerja seharian tanpanya. Saat pagi tiba Ai merasa khawatir jika lagi-lagi Kim tak bisa datang. Tapi ternyata tak seburuk itu, Kim datang tepat waktu, dan presentasi konsep langsung dimulai.
"Kami memiliki tenaga ahli di bidang pahat, dan beberapa konsep produk sudah kami siapkan untuk menjadi media kolaborasi." Demikian Ai membuka presentasi. Lalu dia tunjukkan sisanya dengan bahan slide show yang sudah disiapkan oleh Dira.Selama presentasi Kim tak sepatah kata pun memberikan tanggapan sampai Ai merasa seolah Kim tak benar-benar mendengarkannya. Tapi saat Ai jeda, Kim mengatakan, "Lalu?" Jadi Ai hanya melanjutkan sampai selesai.
"Jika saya menyetujui kolaborasi ini, ada dua hal yang ingin saya tanyakan," kata Kim.
"Silakan," balas Ai."Saya butuh stodio pribadi, kalau tidak ada saya akan pergi ke sini hanya jika harus saja. Lalu yang ke dua, saya ingin secepatnya bertemu dengan ahli pahat yang tadi dijelaskan," Kim mengatakan itu seakan tanpa banyak berpikir.
"Soal materinya? Tidak ada pendapat?" Ai bertanya dengan sedikit rasa jengkel.
"Dua hal tadi, bisa dijawab sekarang?"
Kini Ai semakin merasa sedikit emosi, ia tahu itu tak baik, maka ia pun meminta Janu untuk masuk ruangan.
"Mbak Kim. Jadi ini adalah Janu, beliau adalah pemegang kebijakan di sini. Sampaikan dua hal tadi pada beliau. Maaf, ada yang harus saya selesaikan di luar," Ai pun pamit dengan berusaha sembunyikan kekesalannya. Janu yang masih bingung ikut keluar untuk mengejar Ai dan meminta sedikit penjelasan.
"Ai, ini maksudnya apa?"
"Jadi gini, aku udah presentasi panjang kali lebar, tadi malam lembur untuk siapin semuanya, dan dia tidak mendengarkan. Malah hanya bertanya akan dua hal. Kamu tanya lagi apa dua hal itu, turutin secepatnya, yang penting dia bersedia dengan proyek kolaborasi ini," jelas Ai, sambil buru-buru keluar.
"Ai, kalau kamu nggak sreg sama dia, nggak harus maksain kaya gini!" Janu masih berusaha menasehati.
Mama sreg, dan mama mau. Itu saja alasanku," balas Ai. Dan Janu pun mau tak mau harus menyetujuinya.
***
"Halo," Ai menerima panggilan dari mamanya.
"Kita jadi ke lokasi, kan, hari ini?" Tanya Bu Wina. "Jemput mama, ya," pintanya.
"Baik," jawab Ai, singkat.
Sejak semalam Ai tak pulang, dia bersiap juga di galeri. Karena itu dia memang harus pulang dulu ke rumah untuk menemani mamanya bersiap kerja.
"Hari ini siapa saja yang datang ke proyek?" Tanya Mamanya.
"Nami sama Pak Dar, sekaligus tukang-tukangnya," jawab Ai.
"Mama itu heran, loh, sama Nami. Perempuan, masih muda, kok bisa dia itu punya tukang-tukang gitu,"
"Ai nggak heran, sih, ma. Dulu kan Ai juga muda banget mulai kerja di interior," kata Ai, santai. "Dia tuh, kaya punya wadah gitu, buat mengumpulkan dan mendidik orang-orang yang kurang beruntung sampai bisa ia pekerjakan," kisah Ai.
"Wah, kamu cukup paham, ya, soal dia. Ini, kamu tidak sedang mengaguminya, kan, Ai?" Kata-kata terakhir mamanya entah kenapa tetiba terasa tajam bagi Ai. Mood nya segera memburuk, meski dia berusaha sembunyikan itu dari mamanya. Iya. Ai yang sudah dewasa itu terkadang masih bisa saja tersinggung dengan ucapan mamanya, dan ngambek.
KAMU SEDANG MEMBACA
HILANG TANPAMU vol.02
RomanceBarangkali kamu, adalah salah satu dari mereka. Maka jangan pernah berpikir bahwa dirimu adalah produk gagal.