11. Tak Pernah Sederhana

159 20 11
                                    

    Malam hari usai bekerja Dira merasa sedikit kesal, karena seharian Hikam tak memberi kabar, juga tak menanyakan apakah ia sudah makan atau belum. Dira pun memalingkan kekesalan tak beralasan itu dengan mengobrol santai bersama bapak ibunya.

    "Perutmu gimana, Nduk? Sudah membaik?" Tanya ibunya.

    "Yang penting rajin minum obat, sama nggak telat makan, buk," jawabnya.

    "Nduk, sekarang ini kan kerjaan suamimu makin mapan, ada baiknya kalau kamu serius ingin punya anak, mulai pikirkan untuk bantu saja kerjaan suamimu, mungkin akan lebih santai," ibunya mencoba memberi sedikit nasehat, karena merasa belakangan Dira lebih sibuk dari biasanya.

    "Buk, tiga hari ini Dira ada tugas penting dari mbak Ai, setelah itu Dira akan ambil cuti beberapa hari untuk berlibur dengan bapak ibuk," kata Dira. "Gimana?" Tanya Dira.

Sambil tersenyum dan menggeleng ibunya menjawab, "Terserah kamu saja. Disuruh istirahat kok susah bener."

    "Ibuk, bapak, sekarang ini perusahaan kami sedang dalam proyek kemanusiaan. Dira bangga berada di dalamnya. Mohon restui Dira untuk terus bekerja di KG," ucap Dira, serius.

    "Dira, sejak kecil kamu adalah anak yang bertanggungjawab atas pilihan kamu sendiri, bapak ibuk selalu percaya sama kamu," ucap bapaknya, sambil menepuk punggung Dira.

    Malam kian larut, kedua orang tuanya sudah terlelap. Dira masih sibuk dengan layar ponselnya, berharap ada pesan singkat dari suaminya. Karena sejak pagi ia tak menerima panggilan atau pun pesan menyapa dari Hikam. Bahkan pesan yang ia kirimkan tak ada tanda telah terbaca. Ia terus menggeser layar ponselnya, bolak balik membuka aplikasi yang berbeda.

Kemudian Dira yang sejak beberapa pekan ini mulai bermain instagram mencoba membuka akun milik orang-orang kantor yang ia kenal. Itu dia lakukan karena mulai merasa bosan menunggu kabar. Tanpa direncanakan ia membuka dan melihat-lihat akun milik Nami. Ia geser terus hingga ke postingan lama. Dira terkejut, ternyata Nami dan Runa cukup dekat dulunya.

Dira tak memikirkan hubungan keduanya, ia hanya berpikir bahwa ia harus waspada pada Nami, jangan-jangan dia ada hubungan dengan perusahaan tempat Runa bekerja sekarang. Meski begitu Dira juga tak mau terlalu sibuk dengan buruk sangkanya.

***

    Pagi Dira berbeda dari biasanya, itu karena secara mengejutkan Nami menjemputnya untuk pergi ke tempat kerja bersama.

    "Kenapa menjemputku?" Tanya Dira.

    "Biar makin akrab aja, kan beberapa hari ini kita akan bekerja bersama," jawab Nami, tanpa beban.

    "Apa biasanya kamu juga menjemput Pak Dar?" Gurau Dira.

    "Tentu saja tidak, Pak Dar kan punya motor sendiri," balas Nami, sambil nyengir.

    Persiapan untuk pengecoran tahap awal sudah selesai, kini tinggal menunggu truk molen atau mixer pengaduk beton cor tiba di lokasi. Lima hingga sepuluh menit dari jam yang dijanjikan belum juga datang.

    "Nami, ini kenapa belum datang?" Tanya Dira.

    "Mungkin sebentar lagi, molor sedikit biasa, kan, mbak?" Balas Nami.

Namun hingga hampi 50 menit truk nya tak datang, sementara itu Dira terlanjur mengabarkan pada grup donatur bahwa hari ini adalah saatnya pengecoran, agar para donatur tenang dengan melihat proyek tetap berjalan lancar. Kali ini Dira serius kesal pada Nami yang masih tampak santai saja saat keterlambatan sepanjang ini terjadi.

    "Berikan nomornya padaku," pinta Dira.

    "Saya bisa menanganinya," balas Nami.

    "Bukan seperti ini caranya bekerja," ucap Dira, serius. Nami tak berani main-main dengan wajah serius Dira.

HILANG TANPAMU vol.02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang