TURN

96 22 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



🤍🖤🤍🖤🤍

"Hey mate, how are you doing? Bangun dong, aku sama Eunsang kesepian banget tanpa kamu.  Ga takut ketinggalan materi kuliah emangnya? Kalo kamu kelamaan tidur kaya gini, jangan nangis kalo IPK kamu turun."

Kyungmin mengelus punggung tangan Donghyun yang terasa dingin perlahan, ada rasa sakit yang tak kasat mata saat melihat kondisi Donghyun yang masih tak sadarkan diri dengan puluhan selang terpasang di tubuhnya.

Banyak rasa penyesalan timbul, tentang dirinya yang tak bisa menjaga Donghyun seperti sebelum laki-laki itu berpacaran, tentang waktu yang terlewat begitu saja tanpa mereka habiskan bersama-sama, atau tentang posisinya yang menjadi tempat berkeluh kesah Donghyun sudah tergantikan oleh Baekseung.

Ia sudah hampir merelakan sahabatnya itu berhubungan serius dengan laki-laki pilihannya, walau tak dipungkiri rasa cemburu itu selalu ada saat melihat keduanya bersama.

"Harusnya hari itu aku gak nyerah, Keum.. Kalo tau dia gak menjaga kamu sampe kamu kaya gini, harusnya aku ga nyerah."

Kini pemuda manis itu hampir terisak, Ia tahu saat ini bukan waktu yang tepat untuk menyesal. Namun jika saja Baekseung menjaga Donghyun lebih baik, kejadian ini tak akan terjadi.

"Bangun Keum, Bangun. Kamu gak boleh pergi sebelum aku jujur sama kamu. Inget kan, janji kita dulu? SMA, kuliah, kerja, kita bakalan selalu bareng-bareng. Aku tau kamu ga pernah ingkar janji. Jadi please Keum, please bangun."

"Please.."


🖤🤍🖤🤍🖤

Baekseung melirik Kyungmin yang berjalan kearah keluarga besar Donghyun yang sedang berkumpul di ruang tunggu. Mata lelaki itu sembab seperti sebagian besar orang-orang yang ada disana.

Ia tak ingin berada di ruang tunggu itu lebih lama saat Oma dan beberapa wanita muda yang mirip dengan Hyesun, ibu tirinya terlihat menangis dan memanggil nama Donghyun dengan ratapan yang memilukan.

Baekseung menghela nafas, kemudian melangkah masuk keruangan dimana papa dan bunda sedang berdiri persis disamping ranjang Donghyun.

"Seung, kamu makan dulu sayang. Biar bunda sama papa yang gantian jaga Donghyun.."

Sejenak ia tak mempedulikan kehadiran mereka berdua, Baekseung hanya duduk ditempatnya seperti biasa, dan menggenggam lembut jemari kecil Donghyun.

"Kamu belum tidur dari kemarin, belum makan juga, gak boleh egois sama badan sendiri. Donghyun bakalan sedih kalo kamu gak jaga kesehatan kayak gini." Ucap Bunda lirih namun lagi-lagi diabaikan oleh Baekseung.

Baekseung merogoh kotak beludru berwarna navy dari saku celana, mengeluarkan cincin sederhana berwarna perak dan memasangkan di jari manis Donghyun.

Ia mendengar bunda menangis tersedu, dan ayahnya menenangkannya namun Ia tak mengindahkan semua itu. Ia hanya menatap Donghyun putus asa dengan genangan air yang tampak dipelupuk mata.

"Kak, lets get married." Bisiknya pelan, mengecup punggung tangan pucat laki-laki itu beberapa kali. Kepalanya berdenyut kencang, dan tenaganya seolah menguap keudara. Ia tahu tubuhnya sangat membutuhkan istirahat, namun ia enggan menutup mata. Ia hanya ingin jika Donghyun terbangun, dirinya adalah orang pertama yang Donghyun lihat.

"Ayo bangun, buka mata kamu yang. Please." Bisiknya dengan suara bergetar.

Ia tahu, dengan melakukan ini mungkin ayahnya akan murka, namun sungguh ia tak peduli. Ia bahkan sudah menganggapnya tak ada sejak hari dimana ayahnya menyakiti Donghyunnya.

"Paspor kamu udah jadi, kemarin bang Dawit yang bolak-balik urus paspor dan visa buat kita, please wake up Yang.. Aku gak bisa kaya gini.." Bisiknya sendu.

"Aku gak bisa tanpa kamu, aku gak bisa. Kamu mau tidur berapa lama lagi? Kamu punya janji ke aku yang belum kamu penuhi Kak, tolong sekarang bangun, dan lunasin janji kamu." Kini Baekseung terisak, memandangi wajah pucat Donghyun yang tak bergerak.

Tak berapa lama Bunda yang sedari tadi menyandarkan diri dipelukan suaminya, bergerak pelan kearah Donghyun. Menundukkan tubuhnya mendekati anak semata wayangnya.

"Sayang, bunda minta maaf. Maafin bunda." Hyesun berbisik sambil menangis.

Harapan Hyesun pupus saat tim dokter menjelaskan padanya bahwa Donghyun sudah tak ada peluang untuk membuka mata lagi. Sampai detik ini hanya alat-alatlah yang membuatnya tetap hidup. Namun apakah Ia sampai hati menahan Donghyun seperti ini?

"Bunda ikhlas, asal kamu gak sakit lagi." Isaknya pelan.

Baekseung menggelengkan kepalanya, ia membenci kalimat itu. Tidak! Harusnya bunda tidak menyerah semudah ini!

"Kalo kamu capek, kamu bisa istirahat sekarang, bunda ikhlas."

Ia berhenti berkata untuk beberapa detik saat sesak menyeruak penuh di dadanya.

"Tapi kalo kamu mau bertahan, hhh.. I will give you my bless, nak. Bunda sayang kamu. Apapun jalan hidup yang kamu pilih, bunda dukung." Wanita itu mengecup kening anaknya untuk waktu yang cukup lama.

Sementara itu Baekseung hanya bungkam. Mengapa semuanya seolah menyerah? Mengapa semuanya menangis dan mengucapkan kata-kata perpisahan? Apakah mereka tahu, bahwa Itu semua hanya membuat hatinya lebih hancur.

Atensi matanya tiba-tiba beralih pada tangan mungil di genggamannya. Baekseung berani bersumpah tangan itu sedikit bergerak beberapa kali. Ia tak sedang bermimpi bukan?

"Bun.."

Baekseung berdiri, mendekatkan tubuhnya kearah Donghyun.

"Kak.." Ucapnya serak melihat beberapa tetes airmata keluar dari mata bulan sabit yang masih terpejam itu.


"Please.."


Hanya beberapa detik, harapan Donghyun untuk kembali sadar muncul kembali. Sebelum akhirnya monitor hitam itu menunjukkan garis lurus diikuti pekikan histeris Baekseung yang terus menyebut nama kekasihnya.

"No! Please No! Come back! Keum Donghyun,please come back! Keum!"



🤍🖤🤍🖤🤍





LIGHT ON METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang