Sequel dari Childish
.
.
.
.
.
Taehyung menghempaskan diri ke atas ranjang hotelnya yang empuk dengan perasaan kesal. Dia bahkan sudah melemparkan sandalnya entah kemana. Bersungut-sungut seperti orang sinting.
Meraung jengkel, lalu menghentakkan kakinya di atas kasur. Dia bangkit, lalu menghempaskan dirinya kembali ke atas kasur. Dia duduk, lalu berguling-guling lagi di atas kasur seperti bayi yang sedang tantrum.
Dia kesal sekali demi apa!
"Dasar pria tua menyebalkan!" Taehyung menendang-nendang selimut yang tadi dia pakai, hingga selimut itu jatuh teronggok di atas lantai. Dia lalu bangun lagi, duduk di atas bed yang empuk.
"Memangnya apa susahnya sih bicara secara transparan? Kenapa harus selalu menjadi sok misterius seperti itu heuh?! Dia pikir dia keren apa? Dan dia pikir memangnya aku dukun apa, yang bisa menebak isi hati seseorang! Haaaish, menyebalkan sekali." Taehyung menghempaskan diri ke kasur lalu bangkit lagi, lantas terduduk lagi dengan rambut berantakan seperti setan.
Melirik ke arah ponselnya yang teronggok miris di bawah kasur, bahkan Yoongi hyung tidak berusaha untuk menghubunginya sedikit pun. Tidak berusaha untuk meminta maaf padanya sedikit pun.
"Kenapa dia tidak datang dan menggenggam tanganku, lalu meminta maaf setelah mengatakan kondisi yang sesungguhnya?" Taehyung mencibir pelan.
"Aaaargh! Kesal kesal kesal! Kenapa dia tidak menelfonku untuk meminta maaf!" Taehyung hempaskan diri lagi ke kasur, lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.
Menjerit dan meraung sendirian, misuh-misuh dan marah-marah tidak jelas. Terlebih setelah dia mengetahui kenyataan jika hyung-nya sama sekali tidak memiliki itikad baik untuk mengajaknya berbaikan.
"Aaaaargh! Aku tidak bisa begini!" Taehyung bangun lagi. Lalu segera membuang selimutnya lantas melompat dari tempat tidurnya.
Menendang sendal yang sangat sulit sekali untuk dikenakan, jadi dia putuskan untuk pergi tanpa menggunakan alas kaki. Dia begitu emosi saat ini, rasa kesal yang mungkin lebih baik untuk dia salurkan dengan cara adu mulut dengan Yoongi. Daripada harus menahan semuanya sendiri seperti ini.
Jadi dengan segala perasaan kesal yang mulai membuncah sampai di ubun-ubun, Taehyung mulai berjalan menuju kamar Yoongi. Di tangannya dia genggam kartu kunci kamarnya, serta kunci cadangan untuk kamar Yoongi.
Mereka memang begitu, selalu memiliki kunci kamar satu sama lain. Entah untuk ruang pribadi saat di Korea, maupun ketika mereka sedang melakukan tour.
"Apa wajahku sangat terlihat jelas?"
Tangan Taehyung masih menggantung pada knop pintu, pintu itu bahkan masih belum sepenuhnya terbuka. Tapi dia sudah bisa melihat jika ada Jimin yang sedang berbaring di atas kasur Yoongi, dengan menjadikan paha Yoongi sebagai bantal.
"Hmm, sedikit." Tutur yang lebih tua. Yoongi alihkan atensi dari telfon genggamnya, menuju ke arah Jimin.
Pria Park itu hembuskan nafasnya dalam, "aku sungguh tidak cemburu, hyung." Ucapan Park Jimin diangguki oleh Yoongi.
"Hmm, aku tahu."
"Aku hanya tidak nyaman dengan segala respon penggemar yang cenderung berlebihan untuk kedekatan mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silently ; Taegi
Fiksi PenggemarWhen the mouth silences it too well, then no one will know. Just something happen between Taehyung and Yoongi, with their silence. It's Taegi! Bahasa!