1| Perkenalan (1)

28 10 5
                                    

T h e  L u c e l e n c e' s

"KEITH?" Lima ketukan pintu. Tak ada balasan. Alarm sudah berbunyi berkali-kali. Sarah sendiri yang menyetelnya, namun percuma saja.

"Keith Adharva Lucelence?!"

"KEITH!" Kesabaran nyonya rumah habis.

Sia-sia. Mau berapa kali pun ketukan serta teriakan di balik pintu kamar. Sang pemilik kamar tak kunjung bangun, jiwanya tengah melanglang buana ke alam bawah sadar.

Sulit dipercaya bahwa anak pertamanyalah yang selalu terakhir bergabung di meja makan. Entah seseru apa mimpinya setiap hari. Kalau saja hari ini libur, Sarah memilih membiarkannya saja.

"Kak Keith..." Hei, hei, bahkan adik bungsunya sudah bangun, memanggilnya lembut.

Sepertinya memang tak ada pilihan lagi.

"Teriel!" Sarah memanggil suaminya dari lantai atas. Kalau ada yang bisa membangunkan Keith, sudah pasti Teriel salah satunya.

Dari lantai bawah, tepatnya ruang makan. Kepala keluarga yang hampir memasukkan sesendok nasi ke mulutnya berhenti karena panggilan itu. Lagi? Kapan Keith bisa menyembuhkan kebiasaan buruknya itu?

Pasrah. Teriel melirik anak ketiganya, mereka berpandangan. Mari kita lakukan lagi.

"Sebentar." Tangan putih keriput terangkat di depan mata. Grandma menginterupsi. "Apa biar nenek saja yang bangunkan dia?" Grandpa terbatuk hebat.

"Sebentar, biar aku ambilkan." Grandma meraih segelas air, yang malah membeku ketika tangan kurus Grandma menyentuhnya.

"Ups!" Grandma terkekeh, merasa bersalah.

"Tidak apa-apa, Ma. Biar kami saja. Ini, Pa." Teriel menenangkan keduanya, mengambilkan Grandpa segelas air. Dia dan River bisa mengatasi ini. Mereka berdiri.

"Mei! Xia!"

"Siap, Tuan!" Dua pelayan bermata sipit dan berwajah serupa menempelkan kapas sebagai ke telinga dua sesepuh itu, bergantian menyerahkan penyumbat telinga yang tersisa ke tangan Teriel, River, Eira dan si bungsu. "Persiapan, selesai!" teriak keduanya, memasang penyumbat di telinga mereka sendiri.

River melempar segelas penuh air ke udara. Mengikuti hukum gravitasi, air itu mengalir jatuh.

River menghentikannya. Dia mengumpulkan air itu di udara. Dengan bantuan cahaya yang masuk, gumpalan awan serupa kabut mulai terbentuk.

"Pa?"

"Baiklah." Teriel menarik cahaya dari lampu gantung di atas mereka. Lampu padam. Bergemeletuk listrik, Teriel mengarahkan tangannya ke awan.

CTARR! CTARR! Kilat mulai menyambar. Air mulai menetes ke lantai. Hujan. River dan Teriel mengarahkan awan itu ke lantai atas. Tepat di depan pintu kamar sulung Lucelence.

Sarah dan Iris mengambil jarak. "Kak Dara masih di kamar, Ma?" Sarah mengangguk. Satu urusan lagi.

Awan itu menembus pintu kamar, mengambang di atas kamar tidur Keith.

Rinai air yang jatuh hanya membuat Keith berguling ke sisi lain. Tetap tak sadarkan diri.

CTARRR! CTARRR!

Berpadu dengan angin yang selalu mengelilingi Keith suara kilat itu menjadi tambah keras, bergaung di telinganya.

Keith menutup telinganya, terus berguling dan jatuh. "Au!" Jiwanya merangsek masuk ke tubuhnya. Cahaya dari segala arah masuk. Keith membuka mata.

Lets Meet The Lucelence'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang