4| Perkenalan (4)

13 8 1
                                    

T h e  L u c e l e n c e' s

MILO memulai harinya dengan kegembiraan dan sedikit kekacauan.

Seminggu berada di lingkungan baru tidak membuatnya puas menjelajahinya. Karena itu, Milo bangun pagi-pagi sekali. Membuka jendela terdekat dengan tangannya tanpa pindah dari posisi berbaring.

Secercah cahaya yang masuk menampakkan kamarnya yang sejuk dengan nuansa hijau daun.
Bayangkan, pot-pot gantung berisi tanaman digantung di langit-langit kamarnya. Lantai keramik pun dilapisi rumput hijau, lembut saat disentuh.

Tidak ada yang salah dari kamar Milo, omong-omong. Hanya terlalu rimbun hingga Adara menyebutnya hutan rimba. Terlalu 'semak' sampai Keith buru-buru pamit. Tapi Iris senang berada di kamarnya. Pun Kouhei yang kamarnya di sebelah.

Milo menguap, dia bangun, duduk. Milo memegang kepalanya, mengambil mahkota daun yang ia rangkai sendiri. Mahkota itu terbelah dua, lagi. Mungkin ini mahkota untuk mimpi indah yang keseribu kalinya patah. Tidak apa, Milo masih bisa membuat seribu lagi yang seperti itu. Apalagi, dia menyetok puluhan di laci dengan hiasan yang berbeda.

Sekarang waktunya untuk menjalankan rencana besarnya hari ini. Milo mengintip keluar kamar. Tak ada siapapun. Berani bertaruh, Lu Xia dan Lu Mei bahkan belum terbangun.

Diketuknya lantai rumput dengan ujung kaki. Sebuah batu yang dihinggapi lumut timbul dari sana. Dengan santai Milo duduk di atasnya, menghadap kaca bulat. Dia memasang dasi, lalu memutarnya ke belakang. Milo membuka laci, mengeluarkan mahkota daun ke seribu satunya. Memasangnya. Dia tampak seperti pangeran dunia peri. Peri hutan.

Lebih tepat jika dijuluki orang utan yang liar, tawa jahat Adara berdengung di telinganya.

Milo mengabaikannya.

Dia tersenyum, mengangkat dagu. Mengacungkan telunjuknya pongah, memasang pose 'raja yang tengah memerintah para abdi setia'.

Dibandingkan dengan Adara, Keith, apalagi River, Milo bagaikan semut di antara kawanan jerapah. Tinggi Milo 162 cm, dia akan bertumbuh lagi jadi tidak masalah.

Rambut Milo bergelombang lembut di atasnya, berponi. Kulit Milo cokelat muda, lebih gelap dibanding anggota keluarganya yang lain. Alisnya rapi, hitam tebal. Benar-benar sangat Milo. Kekhasan Milo yang lain adalah tawanya yang renyah, cocok dengan kepribadiannya yang cerah.

Bicara soal tawa membuka ingatan Milo tentang cara Adara tertawa yang seperti nenek lampir (kadang-kadang tawanya terdengar bagus, kadang-kadang lho, Iris mengeluarkan tawa seindah denting bel, sementara Keith dan River jarang tertawa. Mereka lebih sering tersenyum.

Usai bercermin, dia meraih ransel, membuka jendela. Salah satu cara ekstrim keluar dari rumah adalah melompat dari jendela kamar lantai dua.

Itulah tepatnya yang Milo akan lakukan.

Berjongkok, kedua tangannya memegang tepi kaca jendela yang tertahan pengait.

Hup! Milo melompat, sesaat tubuhnya di udara sebelum ditarik gravitasi lurus ke tanah. Sejengkal sebelum kakinya menyentuh rerumputan, sebuah batu berlumut muncul, meninggi, menahan kaki kanannya.

Kaki kirinya yang terangkat melompat ke udara kosong, sebuah batu yang lebih tinggi menjadi tempat sandarannya. Terus begitu, Milo melangkah riang. Dimana dia berpijak, disitu seonggok batu muncul menjadi tempat pijakannya.

Tiba di luar garasi, Milo mengetuk pintu garasi tiga kali. Pintu terbuka. Seutas sulur merambat, melilis skateboard Milo, mengeluarkannya.

Hup! Milo melompat ke atas skateboard, dia mulai meluncur keluar rumah. Melewati pagar.

Lets Meet The Lucelence'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang