1.

3.9K 464 3
                                    

“Ayah..” lirih seorang pemuda yang terbaring di ranjang rumah sakit. Kedua manik berwarna coklat itu terus menatap lurus.

Pemuda yang terbaring itu adalah Alfan, tetapi dia bukan Alfan asli. Karena jiwa Alfan asli sudah tidak ada, dan itu telah digantikan dengan jiwa seseorang gadis remaja, yang bernama Liora.

Eamnuel yang mendengar lirihan Alfan hanya bisa menatap marah. Kemarin malam, saat hendak menemui Alfan guna membicarakan tentang kerja kelompok yang akan di kerjakan ditempat nya. Dirinya menemukan temannya itu di kamar, terbaring dengan posisi tengkurap di atas lantai. Disertai darah yang keluar dari luka sayatan pada tangan kanannya.

Awalnya Emanuel mengira temannya itu terjatuh dari ranjang saat tengah tertidur. Ia bahkan tertawa sejenak dan perlahan membalikkan badan Alfan. Tetapi saat sudah membalikkan badan Alfan, matanya seketika membola melihat darah segar mengalir dari luka sayatan pada tangan kiri temannya. Emanuel menatap wajah pucat Alfan dengan tatapan campur aduk, antara terkejut, khawatir, takut, dan marah.

Manu termangu melihat sosok Alfan yang tampak pucat tak lupa dengan pandangan mata kosongnya. Sudah tiga kali ini Manu menyaksikan temannya mencoba untuk bunuh diri dan lagi-lagi ia tidak tahu perihal masalah yang dihadapi sang sahabat sampai memutuskan untuk bunuh diri.

“Gila ya lo udah gue bilang jangan macem macem, ada yang sakit gak?!” suara Manu meninggi. Kepala Alfan menoleh dan menatap pemuda disebelahnya dengan raut yang tidak bisa diartikan.

“Engga.” suara Alfan yang lemah, membuat pemuda yang disamping ranjang pasien mengambil handphone dari saku nya.

Liora yang sudah tau apa yang akan Emanuel lakukan pun langsung mencegahnya.

“Jangan pernah coba-coba buat ngabarin keluarga gue.”

Emanuel hanya mengangguk. “Mau ngabarin Gerald.”

Menurut ingatan yang terus berputar di kepalanya. Alfan ini adalah seorang pemuda yang sangat tertutup, bahkan kepada keluarga sendiri. Alfan sampai pindah ke apartemen untuk mengurangi interaksi dengan semua anggota keluarga. Tidak pernah tertawa ataupun tersenyum kecuali pada keluarga.

Memiliki keluarga yang kaya dan harmonis. Juga memiliki dua teman yang selalu ada saat dirinya membutuhkan bantuan yakni Emanuel dan Gerald bukankah sangat sempurna.

Wajahnya yang tampan mampu memikat seluruh siswi maupun siswa disekolahnya. Ditambah kepintaran dan kedisiplinannya dalam menjalankan tugas sebagai seorang siswa. Membuat guru-guru menyayangi dan selalu mengandalkan nya. Liora tentu saja sedikit senang mengetahui kehidupan Alfan, tidak jauh berbeda dengan kehidupannya yang lalu.

Namun, ada hal yang mengganjal di hati Liora saat mengetahui kelakuan Alfan di apartemen miliknya. Dari meminum minuman keras, merokok, dan memakan obat-obatan secara berlebihan. Percobaan bunuh diri juga sering Alfan lakukan, akan tetapi berakhir gagal. Sangat berbeda jika ia di luar apart.

“Lo bisa keluar.” Emanuel hanya mengangguk singkat dan keluar dari ruangan itu.

Sebelum keluar Emanuel menghampiri Alfan. “Gue ke kantin yaaaa?”

“Terserah lo.” manik mata coklat milik menatap datar kepergian sang pemuda tadi.

Damian Alfandy Flynn Johannes, anak kedua dari pasangan Christina Rosyana Johannes dan Raditya Criss Johannes. Memiliki dua adik kembar dan kakak laki-laki, yakni Dafi Adelio Johannes, Diva Adelia Johannes, dan Yuda Frederick Johannes.” gumam Alfan mengingat kilasan yang terus berputar di kepalanya.

“Perpindahan jiwa ya? Benarkah ada hal semacam itu?” tanya Alfan pada dirinya sendiri.

Senyum miring tercetak jelas di wajah tampan Alfa. Tangan kanannya mencoba meraih gelas dan memecahkan gelas ke meja. Diambilnya serpihan kaca gelas yang sedikit panjang nan tajam. Menahan nyeri hebat pada tangan kirinya.

“Kalaupun ada, gue lebih baik mati daripada harus terjebak ditubuh asing.” ungkapnya dan dengan gerakan cepat ia menancapkan kaca itu dan menekannya kuat-kuat.

Warna merah pekat mengotori pakaian putih yang dipakai Alfan. Beberapa ringisan keluar dari bibir pucatnya.

Emanuel terduduk santai di kursi kantin rumah sakit sembari menikmati nasi goreng dan es tehnya. Sesekali matanya menatap layar handphone yang menampilkan kartun Ipin Upin. Tak berselang lama dia beranjak dari tempatnya tak lupa membayar dan setelah itu dirinya berlari ke tempat sahabatnya dirawat.

“Ehhh perawat ada apa itu rame rame diruangan sahabat saya?” tanya Emanuel pada salah satu perawat menatapnya dengan wajah bingung. Pasalnya banyak perawat yang berlalu-lalang di depan ruang rawat sahabatnya.

“Maaf tuan pasien yang ada diruangan ini mendapati luka tusukan di dada sebelah kiri yang cukup dalam dan saat ini kondisi pasien sedang dalam masa kritis karena kehilangan banyak darah, permisi.” jelas sang perawat kemudian meninggalkan Manu sendiri.

“Tusukan? Kritis?” Manu menatap kosong pintu ruangan Axxx yang ditempati Alfan.

“Gila lo Al....” tangannya merogoh saku dan mulai memainkan handphonenya.

***

“Manu, gimana keadaan Al?” tanya Gerald sahabat Alfan yang lain.

“Kondisinya udah sedikit membaik tapi belum dibolehin masuk, kata dokter nunggu tu anak sadar dulu.” tutur Manu menjelaskan pada Gerald.

“Bagus deh kalau gitu, lo beneran ga mau kabarin tante Christie? Atau Diva?” tanya Gerald khawatir.

“Lo mau gue disembelih si Alfan?! Ogah.”

“Oh iya, yaudah kita tunggu aja sampe dia sadar.” Gerald memandangi pintu ruangan. Ada sedikit rasa kecewa melihat sang sahabat yang sangat berkeinginan untuk pergi meninggalkan dunia.

****

“Udah selesai?” tanya Alfan pada kedua temannya.

“Sudah.” jawab Gerald.

Emanuel sedikit mendekat ke Gerlad dan mulai berbisik. “Tau ga? berasa jadi babu banget gue dari kemarin disuruh-suruh sama si kunyuk terus.”

Yang dibisikkan hanya terkekeh geli dan menepuk jidat Emanuel. “Terus kenapa lo gak nolak goblok.”

Emanuel menatap Gerald kesal. “Ya gue kasian dia jalan aja kek ayam pincang, mana tega gue, padahal yang sakit tangan sama perut nya.”

Alfan yang mendengar semua pun mendengus. “Kalau gak mau lain kali gausah bantuin.”

“Hehehe ikhlas kok, yaudah kalo gitu mau dianter gak?” Tanya Emanuel.

“Gak ada kerjaan? Rumah keluarga gue deket kalau lo gak lupa.” ucap Alfan dan di iyakan kedua sahabatnya itu.

Alfan berjalan pelan dan masuk kedalam taxi yang sudah ia pesan, dan ketiga nya melambaikan tangan pertanda ucapan selamat tinggal.

“Hati-hati.” ujar Emanuel dan Gerald.

thanks

Gerlad menatap Emanuel yang masih melambaikan tangan. “Ntu anak rada berubah ya.”

Emanuel mengangguk dan menatap balik Gerlad. “Iya udah mulai bisa di ajak bercanda hihihi.”

Suasana didalam taxi itu sangat hening. Dengan adanya sopir yang fokus menatap jalan raya, dan si penumpang yang asik tertidur.

****

Transmigrasi Of Ketos [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang