28. DEKAT

43 5 0
                                    

"Sekian pembelajaran kita siang hari ini. Jangan lupa tugas yang tadi saya berikan dikerjakan dan di pertemuan selanjutnya akan kita bahas. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab serempak siswa-siswi yang ada di dalam kelas.

Guru Sejarah yang mengajar pun kemudian keluar dari kelas. Diikuti dengan siswa-siswi yang bergantian bergegas untuk pulang ke rumah mereka masing-masing.

"Ayo kita pulang, Sin!" ajak Iori kepada Sinus.

"Ayo!" balas Sinus dengan semangat.

"EH!! KALIAN NGGAK NUNGGUIN GUE?" teriak Pratista yang saat ini tengah sibuk mengemasi peralatan sekolahnya.

"Eh, iya. Kelupaan!" balas Sinus.

"Buat apa nungguin lo? Lo kan juga punya kaki. Kalau kita jalan duluan, lo kan bisa gunain kaki lo buat jalan! Lo pingin gue gendong? Gitu?" sahut Iori dengan entengnya.

"Ya, kalau lo mau sih nggak papa."

"Dasar temen lucknut! Ayok, Sin! Dia kita tinggal aja!" Iori menarik tangan kanan Sinus keluar kelas meninggalkan Pratista yang tengah tersulut emosi.

"Ya beginilah keseharian gue. Bersahabat dengan mereka, memaksa gue agar bisa bersabar meskipun kadang gue merasa teraniaya," ucap Pratista merenungi nasibnya.

Sementara itu di tengah perjalanan, Sinus merasa tak enak dengan Pratista yang ditinggal sendiri di kelas. Ia pun melepaskan cekalan tangan Iori yang kemudian langsung membuat keduanya berhenti.

"Ada apa, Sin?" tanya Iori sembari membalikkan badannya menatap Sinus.

"Kita beneran ninggalin Pratista sendirian di kelas, Ri?"

"Halah... nggak usah dipikirin lah, Sin.... Lagian di sekolahan ini nggak ada hantu ataupun penculik yang berani nyulik Pratista. Kalaupun ada, kita ikhlasin aja!" jawab Iori mencoba meyakinkan Sinus dengan kedua alis yang dinaik turunkan.

"Ooo... gitu, ya?"

"Ya iyalah. Udahlah, nggak usah dipikirin terlalu dalem, Sin. Ayo kita lanjut jalan!" Iori menarik tangan Sinus lagi agar Sinus kembali berjalan.

Namun, baru beberapa langkah berjalan, Sinus merasa ada yang memanggil namanya. Sinus pun berhenti yang membuat Iori berhenti kembali juga.

"Ada apa lagi, Siiinnn???" jengah Iori karena Sinus kembali berhenti berjalan.

"Lo denger ada yang manggil nama gue nggak, Ri?" tanya balik Sinus sembari melihat ke sekitar.

"Gue nggak denger apa-apa, Sin. Lha emangnya lo denger ada yang manggil lo? Cowok apa cewek?"

"Kedengerennya sih suara cowok. Tapi, entah itu suara siapa."

"Lo yakin ada yang manggil nama lo?"

"Iya, Ioriii. Gue yakin seratus persen! Ngapain juga gue bohong."

"Lha terus, mana orangnya?"

"Gue pastinya juga belum tahu lah, Ri. Kan gue barusan cuman denger suaranya, bukan lihat orangnya."

"Mungkin tadi cuman perasaan lu doang kali. Udahlah, kita lanjut jalan aja."

Iori menarik tangan Sinus untuk melanjutkan jalan mereka.

"WEEYYY!!! TUNGGUIIINN!!!"

Sinus dan Iori pun terpaksa berhenti berjalan setelah mendengar teriakan Pratista. Bukannya peduli dengan Pratista, tapi mereka peduli terhadap lingkungan sekitar. Mereka saat ini masih di sekolah. Dan kalian mungkin tahu sendiri bagaimana suara cempreng Pratista yang begitu cetar membahana bisa saja mengganggu Bapak/Ibu guru yang masih ada kesibukan di sekolah. Bisa turun harga diri mereka hanya gara-gara ulah satu orang saja.

LOVE IN TRIGONOMETRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang