3. KUIS

232 37 6
                                    

Bel masuk telah berbunyi. Kini semua siswa sudah berada di kelas mereka masing-masing. Tetapi, ada juga siswa yang masih berkeliaran di luar kelas.

Bu Ana kini sudah memasuki ruang kelas XI MIPA 1. Beliau adalah guru Matematika MIPA yang sangat lemah lembut. Terkadang ada siswa yang sampai ketiduran karena Bu Ana menjelaskan materi dengan suara yang pelan dan lembut seakan membacakan dongeng untuk siswanya.

"Assalamu'alaikum, Anak-anak!" sapa Bu Ana.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab siswa kelas XI MIPA 1 secara serentak.

"Sebelum kita memulai pembelajaran, saya ingin mengadakan sebuah kuis. Dalam kuis ini, kalian menjawab secara berebutan. Siapa yang lebih cepat dia yang mendapatkan poin," jelas Bu Ana.

"Yah, kuis lagi. Udah siang kaya gini masih disuruh cepet-cepetan ngitung."

"Nyerah, dah! Rasanya nih otak udah overload akan kenangan masa lalu."

"Halah, percuma cepet-cepetan. Noh, si Sinus tanpa ngitung aja pasti dia udah tahu jawabannya."

"Tahan ya rambutku! Janganlah kalian lari karena kepanasan dibuat mikir."

"Andaikan kuis ini seperti kuis Super Family Seratus yang telah disurvei pada banyak orang. Tapi apalah daya, kuis Matematika meskipun di survei orang satu sekolah, ya percuma karena jawabannya yang benar memang hanya ada satu."

"Yeyyy, kuis lagi! Asolole, mantap jiwa bosku! Sik asik sik asik joget denganmu. Aku bahagia hidup sejahtera di katulistiwa," teriak Sinus tak jelas membuat semua siswa menatap sedih ke arahnya karena semakin hari semakin aneh dia bertingkah.

"Baiklah, Anak-anak. Mari kita mulai!" kata Bu Ana.

Semua siswa langsung bersiap siaga untuk menjawab soal yang akan diberikan Bu Ana bagaikan orang yang akan menunggu pengumuman pemenang kupon undian. Mereka sudah menyiapkan kertas, pensil, penghapus, penggaris, potongan lidi, bunga, kerikil, dan itu semua akan mereka gunakan untuk menghitung jawaban.

"Soal yang pertama ini adalah soal tentang geometri. Tolong perhatikan dengan baik-baik! Diberikan kubus ABCD.EFGH dengan panjang rusuk 4 satuan dan P titik tengah sisi EFGH. Jika M adalah titk tengah PH, tentukan panjang segmen garis AM!" ucap Bu Ana menyampaikan soal.

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Min Lima."

"Heh, mana ada panjang garis itu negatif. Ngutang lo?"

"Seratus."

"Salah! tolong dihitung dengan teliti dan JANGAN NGAWUR!" kata Bu Ana sambil menekankan pada kata 'jangan ngawur'.

"Akar dua puluh enam, Bu!" teriak Sinus dari bangkunya.

"Benar sekali. Tiga poin untuk Sinus," kata Bu Ana.

"Hah? Jauh banget dari jawaban gue."

"Yaaahhh..., kok jawabannya akar sih. Itu nggak sekalian batang gitu?"

"Itu otaknya dikasih asupan apa, sih?"

Begitulah kata siswa-siswi yang masih kebingungan.

"Oke, Anak-anak. Perhatikan soal yang kedua! Dalam kantong terdapat 7 bola merah dan 8 bola putih. Andi mengambil dua bola sekaligus dari dalam kantong. Peluang terambilnya dua bola yang berwarna sama adalah," kata Bu Ana membacakan pertanyaan.

"Tujuh per lima belas, Bu!" jawab Cosinus disaat siswa-siswi yang lain tengah mencerna dan menerka-nerka jawaban dari soal kombinatorika tersebut.

"Benar sekali, Cos!" sahut Bu Ana.

"Wiiihhh, canggih. Gue juga baru nulis angka tujuh doang, tuh anak udah nyeplos jawabannya gitu aja"

"Aduh, sayangku! Cerdasnya dirimu. Kalau kita nikah nanti, gue jamin anak kita bakal cerdas kayak Albert Einstein. Aduhaiii..."

"Eh, malah nyesek lo pacaran sama dia. Dikit-dikit pakai perhitungan. Mau duduk dihitung, mau naik tangga dihitung, mau beli makan dihitung, hah semua serba perhitungan."

"Eh, biarin! Yang penting dia nggak bagi cintanya ke orang lain, wleee..."

Hah, bagaimana mungkin Cosinus bisa njawab tuh soal secepet itu? Oh, gue akui dia memang cerdas. Tapi, lebih cerdasan gue juga, lah, batin Sinus membanggakan diri.

"Oke, sekarang soal yang ketiga. Hitung dua angka terakhir dari tiga pangkat dua ribu sepuluh!" ucap Bu Ana.

"Hah? Tuh soal udah gue pelajari seminggu yang lalu," batin Sinus.

"Nggak kebalik, Bu?" teriak seorang siswa dengan bingung.

"Hadeuhhh, ni rambut auto gondrong buat mikir."

"Sebanyak buih di lautan, Bu?"

"Sebanyak bintang di langit, Bu?"

"Oh, sebanyak cintaku yang terbuang sia-sia untuk mantan, Bu!"

"Kalian itu jangan asal ceplas-ceplos jawaban! Hitung yang bener!" teriak Bu Ana sedikit marah.

"Empat puluh sembilan!" teriak Sinus dan Cosinus bersamaan.

"Yap, tepat sekali. Kalian memang jago," balas Bu Ana.

"Eh, hantu! Ngapain lo nyontek jawaban gue?" tanya Sinus pada Cosinus tak terima.

"Nggak!" balas Cosinus.

"Halah, bohong! Kamu tukang bohong!"

"Terserah!"

"Ya udah, terserah lo!"

"Cieee... ciiieee.... Suami istri lagi bertengkar," teriak semua siswa pada Sinus dan Cosinus.

"Baru aja kenal tadi pagi."

"Yah, patah hati gue."

"Mungkinkah kau merasakan semua yang kurasakan?"

"Keenaaangglaah kaaasiiihhh...!"

Begitulah perkataan siswa-siswi yang seketika membuat kelas menjadi heboh.

"Sudah, semuanya diam! Dari kuis kali ini, Sinus mendapatkan enam poin, Cosinus mendapatkan enam poin, dan yang lainnya tidak mendapatkan poin, alias zonk," jelas Bu Ana.

"Ibu harap nanti Sinus dan Cosinus bakalan menjadi perwakilan dari sekolah kita dalam olimpiade Matematika nanti. Ibu langsung berkata seperti ini karena Sinus dan Cosinus sudah pernah menjuarai Olimpiade Matematika, dan kelas kalian adalah kelas unggulan, serta pertimbangan dari bapak dan ibu guru nanti," terang Bu Ana.

"Sekarang mari kita lanjutkan materi kita yang kemarin. Buka buku paket halaman 80!" perintah Bu Ana.

"Baik, bu!" jawab semua siswa serentak.

Bersambung....

***

LOVE IN TRIGONOMETRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang