25. MENJAUH

56 6 0
                                    

Tok... Tok... Tok....

"Assalamu'alaikum," salam Einstan setelah mengetuk pintu ruang wakasek kesiswaan.

"Wa'alaikumsalam. Silahkan masuk!" balas seorang pria paruh baya dari dalam ruangan.

"Maaf, Pak Ridwan. Kami kesini untuk memenuhi panggilan tadi," ucap Einstan dengan sopan. Sedangkan Sinus hanya diam di belakang Einstan.

Pak Ridwan mengalihkan pandangannya dari laptop dihadapannya dan kemudian menatap Einstan dan Sinus dengan tatapan yang kelihatan sedikit bingung. Dan beberapa detik kemudian...

"Oh, Bapak baru ingat. Silahkan duduk dulu," ucap Pak Ridwan kepada Einstan dan Sinus untuk mempersilahkan mereka duduk di kursi yang sudah ada di depan mereka.

Einstan dan Sinus kemudian segera duduk dan menunggu penjelasan dari Pak Ridwan.

"Jadi gini nak, Sin, Tan. Sekolah kita butuh perwakilan untuk seminar besok di tingkat provinsi dan bapak nunjuk kalian sebagai perwakilan sekolah kita," terang Pak Ridwan.

"Besok, Pak?" kaget Einstan.

"Iya. Maaf kalau bapak memberi tahu kalian secara mendadak. Soalnya, bapak juga baru dapat informasi ini semalam," jelas Pak Ridwan.

"Maaf sebelumnya, Pak. Saya kok bisa jadi perwakilan sekolah kita, Pak?" kaget Sinus. Sebenarnya, ia sudah ingin menanyakan pertanyaan itu setelah Pak Ridwan menjelaskan alasan ia dan Einstan dipanggil kesini. Namun, Einstan terlebih dahulu menanyakan hal lain pada Pak Ridwan.

"Bisa lah, Sin. Kamu kan murid berprestasi sekolah kita. Makanya bapak tak segan nunjuk kamu buat jadi perwakilan sekolah kita," jawab Pak Ridwan enteng.

"Terima kasih banyak, Pak."

"Sama-sama."

"Jadi, besok itu kegiatannya gimana ya, Pak?" tanya Einstan kemudian.

Einstan, Sinus, dan Pak Ridwan kemudian berbincang-bincang mengenai kegiatan seminar yang akan diadakan esok hari itu.

***

Setelah sekitar lima belas menit berada di ruangan Pak Ridwan, Sinus dan Einstan keluar dari sana dan segera menuju kelas mereka masing-masing. Namun, saat Sinus berbelok ke koridor menuju kelasnya, Einstan justru mengikutinya. Padahal, sudah sangat jelas bahwa koridor menuju kelas XII bertolak belakang dengan koridor ke kelas XI.

Sinus yang merasa heran pun akhirnya bertanya kepada Einstan, "Kok Kak Einstan juga kesini?"

"Iya," jawab Einstan dengan enteng.

Karena rasa keheranannya kembali meningkat, Sinus akhirnya melontarkan sebuah pertanyaan lagi pada Einstan.

"Kenapa Kak Einstan lewat sini? Mau kemana? Kan kalau mau ke kelasnya Kak Einstan nggak lewat koridor sini."

"Iyaaa, gue tahu." Einstan masih saja berjalan dan mensejajarkan langkahnya dengan Sinus.

"Lha terus? Oohhh, Kak Einstan mau bolos pelajaran kan?" Sinus bertanya dan seakan-akan penuh selidik.

"Nggak lah, Sin," balas Einstan lagi dengan dilanjutkan dengan kekehan kecil.

"Lha terus ngapain ke sini sih, Kaakkk?" tanya Sinus lagi dan kali ini ia mulai merasa jengah karena sedari tadi Einstan belum menjawab pertanyaannya dengan jelas.

"Kalau gue nganter lo sampai kelas, emangnya nggak boleh?"

"HAH?" Sinus kaget dan berteriak dengan suara nyaringnya tepat di depan pintu kelas XI MIPA 3 dan kemudian membuat semua orang yang berada di dalam kelas tersebut menoleh ke arahnya, termasuk seorang guru yang sedang mengajar di depan dan membuatnya merasa was-was sendiri. Sinus takut kalau ia akan diberikan hukuman oleh guru tadi.

LOVE IN TRIGONOMETRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang