3

1.2K 96 0
                                    

Gio sedang duduk di kafe. Entah sudah berapa lama ia tak menghirup udara segar. Selama 10 tahun terakhir, sejak lulus kuliah ia sibuk mengurus perusahaan yang dipercayakan Arfian padanya.

Pesanan kopi hitam miliknya datang. Suasana kafe masih cukup sepi karena masih pagi. Ada beberapa orang yang terlihat sibuk dengan laptop dan ponsel mereka.

Satu persatu orang berdatangan memesan kopi. Tatapan mata elang Gio seolah tak berhenti memperhatikan orang-orang di sana.

Ia sedang sebegitu kurang kerjaan saat ini. Padahal biasanya ia tak pernah memperhatikan siapapun. Bahkan saat di kantor, ia jarang menatap wajah sekretaris ataupun para karyawannya.

Ponselnya bergetar di atas meja. Ia meraihnya dan melihat nama Leo tertera di sana.

"Halo."

"Lo dimana, Yok?"

"Lagi di kafe. Kenapa bro?"

"Kafe mana nih? Kafe bertebaran banget di muka bumi ini."

"Kafe perempatan jalan depan fried chicken."

"Lo di rumah?"

"Kagak. Udah di bilang di kafe."

"Bukan. Maksud gue, lo nginep di rumah ortu lo?"

"He-em."

"Haha.. Berarti bokap gue gak salah liat."

"Kesini aja lo kalau mau."

"Oke. Gue deket kok."

Panggilan terputus. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya. Masih pukul 9 pagi.

"Permisi."

Gio mendongakkan kepalanya karena suara itu berdiri di dekatnya.

"Boleh saya duduk di sini?"

"Maaf?"

Matanya dengan cepat menatap ruangan kafe yang tiba-tiba menjadi sangat ramai. Hanya bangku di hadapannya yang kosong. Ada 2 orang lagi yang juga sedang mencari tempat untuk duduk.

"Oh silakan." Ucapnya dengan cepat menyadari situasi.

"Terimakasih."

Gio mengangguk kecil.

Suaranya lembut. Mengingatkan Gio pada Olivia, Mamanya.

Gio menundukkan pandangannya. Ia lebih memilih fokus menatap layar ponselnya daripada menatap wanita yang duduk di depannya.

"Iyok."

Gio mengangkat wajahnya mencari suara tersebut. Ada Leo yang melambaikan tangan dari arah pintu. Ia memanggil Gio untuk keluar.

"Permisi. Saya ada urusan. Silakan digunakan kursinya."

Gio melangkah menuju tempat pembayaran. Setelahnya ia keluar menemui Leo.

"Weh bro." Leo tampak sangat senang melihat Gio.

Mereka berpelukan khas pria dengan cara saling menempelkan pundak.

"What's up?" Tanya Gio tersenyum ramah.

"Wah.. Gue bener-bener gak bisa ngenalin lo." Puji Leo kagum melihat Gio.

"Jangan berlebihan. Gak kenal tapi manggil."

"No. No. I'm sure, brother."

Mereka terkekeh bersama. Leo datang bersama seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil.

The Archer [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang