⠀⠀02. Pertengkaran

1K 122 19
                                    

Juna memberhentikan mobilnya di depan pagar rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juna memberhentikan mobilnya di depan pagar rumah. Dengan suara memelas dan geraman tak karuan, lelaki itu keluar untuk membuka pintu pagar. Mobilnya dia biarkan disana, sedang sang insan sudah masuk ke rumah--tentu dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa bersamanya di saku celana.

"Selamat sore," kata Juna pun matanya langsung mengitari ruang tamu yang tampak sepi itu. "Anak-anak kemana yah?" Tanyanya yang tak dijawab siapapun.

"Tamara! Natya!" Seru Juna dengan suara lebih keras.

Lelaki itu membuka sepatu dan kaos kakinya, mencuci tangan, dan membasuh muka dengan kilat. Dasi pun ia longgarkan agar tidak menghambat pergerakan leher yang terasa pegal karena seharian tidak tidur. Tak mendapat jawaban apa-apa, Juna melenggang pergi menuju dapur. Dia ambil segelas air putih dan meneguknya hingga selesai. Rautnya masih datar, sembari otak berlalu-lalang mengingat rentetan peristiwa yang membuat Juna ingin sekali memukul meja dihadapannya. Dia sungguh harus belajar mengontrol emosinya, sebab ini hampir melewati batas.

"Papa!"

Sibuk dengan pikirannya, Juna hampir-hampir tak menyadari kedatangan si sulung dengan tinggi 90 cm itu.

"Papa!" Celos Tamara dengan muka kesal. Kini berada tepat di samping kaki ayahandanya lalu segera menarik baju pria itu dengan kencang.

Juna langsung merespon. "Tamara! Natya dimana hm?" Kedua tangan segera merangkak menuju bahu sang anak dan lalu menggendong tubuh itu. Senyum simpul tercipta setelah sekian lama terus menampilkan suram berkepanjangan.

"Natya masih tidur."

"Sampai sore gini?"

Tamara memonyongkan bibirnya, membuat Juna gemas. "Masa papa gak tahu kalau Natya itu tidur siangnya sampai sore gini? Ah iya, papa kan gak pernah ada di rumah. Pulangnya juga jarang," protesnya tenang.

Juna mengangguk pelan, ditatapnya mata Tamara. "Papa sibuk kerja."

"Harus ingat keluarga yah. Keluarga itu Papa Juna, Mama Yera, Tamara, dan Natya bukan tiga atau dua orang. Berempat, papa."

"Iya, cantik!" Seru Juna.

Tamara tersenyum mendengarnya. "Gitu dong, ganteng."

"Sekarang, papa turunin aku dulu." Juna segera jongkok dan melepaskan rengkuhannya pada sang anak yang sedari tadi ia gendong. Terlihat Tamara menggenggam beberapa jemari Juna dan menariknya menuju suatu tempat. "Kita mau kemana?" Tanya Juna yang masih ikut saja dengan langkah pendek sang anak.

"Mama sakit."

"Mama sakit?" Seketika kedua alisnya bertautan dan mulutnya terbuka sebentar.

"Iya."

"Dari subuh, mama demam. Aku sempat buat bubur instan dan bawa ke kamar, tapi pas mama makan, malah dimuntahkan semua. Sekarang aku beneran bingung, papa. Mama juga gak keluar kamar dari pagi, makanya aku yang ngurus Natya. Kebetulan ini weekend, jadi aku gak sekolah dan bisa bersih rumah dikit-dikit."

The Last Person ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang