⠀⠀40. Play Me A Memory

897 47 27
                                    

Tiga cangkir kopi seakan menghidupkan suasana mati diantara setiap pemilik cangkir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga cangkir kopi seakan menghidupkan suasana mati diantara setiap pemilik cangkir. Entah keanehan apa, Dion tiba-tiba meminta dua sahabat dekatnya--Uga dan Yera--untuk bertemu dengan dia.

"Ada apa?"

Posisi duduk saling berhadapan dengan meja bulat membatasi jarak ketiganya, berhasil membuat mereka bisa melihat saling melihat jelas ekspresi wajah.

"Kalian berdua udah berdamai kan?"

Sedang Yera hanya memberi tatapan kosong sembari menatap dua sosok itu secara bergantian, Uga justru mengangguk tipis. "Sudah. Kenapa?"

"Takutnya bakal canggung."

"Aman Di, ngobrol aja. Jangan pusingin muka gue, soalnya gue mau cerai." Kali ini ia berucap dengan nada iseng, meski Uga dan Dion menanggapi begitu serius.

Uga sudah mendekatkan kursi disamping Yera dan Dion langsung membuka mulut lebar-lebar.

"Yer, April Fools udah lewat. Jangan bercanda yang goblok kayak gitu."

Yera tersenyum tipis. "Pengennya sih gue bohong, tapi emang kenyataannya begitu."

"Siapa yang ngajuin cerai?"

"Gue."

"Hah?!" Uga menyahut tak percaya.

Pembicaraan tiga sahabat itu mengambil tempat di sebuah kafe bergaya vintage. Topik pembahasan yang seharusnya dibahas ialah terkait masalah Dion. Entah masalah apa, ia pun belum sempat menbuka mulut. Ditambah lagi, ucapan Yera barusan yang terkesan santai dan menganggap remeh sebuah ikatan suci pernikahan.

"Kenapa lo minta cerai, Yer?" Tanya Dion tak sabaran. Sang Jeharu agaknya sudah lupa untuk menggunakan bahasa sopan dengan orang yang duduk bersama dia siang hari itu.

Perempuan ini cukup bodoh untuk diajak bicara formal. Lihat saja manisnya wajah dan senyum tipis tak kunjung pudar.

"Gue udah hilang rasa sama dia. Gue udah punya kekasih baru--"

"Siapa lagi?"

"Rea," celetuknya singkat.

Ingin sekali Uga Janaira menyirami Yera dengan tiga cangkir kopi di atas meja, yang belum juga mereka sentuh bibr cangkirnya.

"Yera, lo ada masalah apa sih?"

"Gue tahu kita baru damai. Gue tahu, udah gak sopan gue ngomong pake bahasa non formal gini. Tapi ucapan lo tuh agak gimana yah......" Uga membuang napas dengan gusar. "....bikin emosi."

Dion langsung mengangguk setuju akan keluhan Uga.

"Lo lagi gak sakit kan?" Satu telapak tangan yang akan ditempelkan ke jidat Yera itu langsung ditepis oleh puan itu.

Dion menyandarkan punggungnya kembali ke kursi. "Lo emang orang yang plin plan. Perasaan suka berubah-ubah, tapi masa harus main-main juga sama yang namanya pernikahan?"

The Last Person ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang