⠀⠀11. Peribahasa Buaya Darat

513 79 24
                                    

Tautan emosi di setiap sel dalam tubuh Uga Janaira seakan terputus oleh dahsyatnya perkataan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tautan emosi di setiap sel dalam tubuh Uga Janaira seakan terputus oleh dahsyatnya perkataan tersebut. Dia harus pulang, mengganti pakaian, makan makanan bergizi, dan menuju kasur lalu membaringkan badan dengan damai.

Seharusnya begitu.

Uga masih tidak mengerti. Ucapan Juna terlalu tiba-tiba mencekam dirinya, seakan menahan dia untuk bernapas dengan luwes. Ia terus memandangi Juna, meminta penjelasan lebih meski yang dia dapat adalah sebuah permintaan maaf.

"Uga, gue ngomong begini biar lo tahu seberapa jahatnya Terala sama lo. Dan terakhir, gue minta maaf dari hati yang paling dalam, tolong banget jangan marahin Yera."

Wanita itu menaikkan dua alisnya. Mulut menganga. Benar-benar tak percaya dengan kata Juna barusan. Ia langsung tertawa begitu keras, masih dengan mata menatap tajam lelaki dihadapannya.

ENAK AJA LO SURUH-SURUH GUE!

"Tolol banget lo jadi suami! Jangan main hakim sendiri dong! Enak aja lo suruh-suruh gue ampuni salahnya Yera. Lo kira enak diselingkuhin? Dan gila yah, setelah putus dari Tera baru gue tahu masalah ini?"

"Hebat banget sandiwara istri tersayang lo itu, Juna!" Pujinya mengakhiri ucap panjang lebar tersebut.

Juna menggeleng keras.

Kini tangannya terangkat dan langsung mendarat pada kedua bahu Uga. "Heh! Bukan lo doang yang tersakiti. Gue juga sakit hati, Uga! Selama pernikahan sama Yera, dia malah selingkuh! Lo tahu sakit hatinya gue melebihi sakit hati lo?"

"Ngapain lo curhat ke gue?"

Uga menatap sinis lelaki itu. Ia tepis tangan Juna yang menempel di bahunya barusan. "Itu masalah lo! Emang gue yang nikahin lo sama Yera? Itu keputusan lo berdua!"

"Juna, Kak Uga."

"APA?!" Lantang mereka bersama-sama, menolehkan lehernya kemudian merapikan raut wajah yang sempat berantakan karena emosi berlebihan.

Dion Jeharu-tuan yang memanggil mereka berdua itu berdiri tegak di samping Ayudia dengan muka serius.

"Pertengkaran tadi tuh gak jelas banget! Sama-sama diselingkuhi kok malah adu nasib! Mending yah, samperin itu pasangannya masing-masing. Terus-"

"Itu laki-laki biadab bukan pasangan gue lagi."

"Bisa gak protesnya abis gue ngomong?" Geram Dion.

Uga mendelik pada lelaki lebih muda beberapa tahun dengannya itu. Ia kembali berusaha mendengar secara seksama meski paham justru nihil dari otaknya. Wanita itu sungguh akan membalas dendam jika diberi sebuah cela yang indah.

"Gini, mending samperin itu pasangannya yang udah selingkuh terus tanya alasan mereka selingkuh. Abis itu tanyain lagi, mau hubungannya lanjut apa selesai? Jangan sampai selama ini lo berdua tuh pelampiasan mereka, atau justru mereka selingkuh sebagai pelampiasan karena sikap lo berdua. Paham?"

"Basi banget!" Tukas Uga sehabis Dion berbicara. "Ngapain gue tanya Tera alasan dia selingkuh? Emang dikira gue tukang interogasi?"

"Tanya doang kak."

"Gak bisa. Gue mau samperin terus gue kasi tempeleng ke muka sok kegantengannya Tera itu!"

Dion mengangguk pelan. Sempat melirik Ayudia yang tersenyum kecil pada komunikasi tadi. Sungguh menggemaskan di mata Dion. "Itu bagus, tapi tolol."

"Ya lu kasitau gue cara elegan buat hukum orang yang selingkuh apaan?"

Ayudia tiba-tiba berucap. "Maaf bu, saran saya sih mending buat dia nangis, galau, dan menyesal udah mutusin ibu. Kalau bisa sampai stress."

"Bagus sih tapi saya gak mau dicap bunuh mental orang. Lebih baik ditempeleng dulu, biar si buaya itu sadar diri."

"Kalau itu saya setuju?"

"Oke." Tatapan Uga berpindah pada Juna. Lelaki itu menggaruk tengkuknya singkat. "Juna, karena lo udah nikah, gue gak tahu mesti ngomong apa."

"Maaf udah ngata-ngatain lo tadi. Maaf yah gue udah berprasangka buruk kalau lo selingkuh, karena si Yera curhat ke gue begitu. Please, kalau mau cerai, gue dukung seratus persen."

"Asal jangan lupa nasib anak yah. Mental masa depan Tamara dan Natya ada di tangan lo berdua. Pengalaman bisa bikin orang kuat, tapi bisa bikin orang jatuh ke jurang juga," timpal Dion yang mendapat senyum tipis dari Juna.

Hatinya terluka.

Sudah menikah dan menerima wejangan dari mereka yang berstatus baru putus atau single itu sedikit memilukan bagi seorang Juna Astakoma. Tak pernah disangka bahwasanya pernikahan dia adalah sebuah lukisan indah yang dilukis bersama Yera, tanpa tahu ada hal mengerikan dibalik kanvas tempat lukisan indah itu.

"Maaf saya gak jago ngasih saran, apalagi ke bos sendiri. Tapi Pak Juna, begini." Ayudia berucap pelan dan berhenti di tengah penjelasan, menunggu respon pemimpinnya yang lebih dahulu menatap dengan kedua alis terangkat.

"Begini apa, Ayudia?"

Gadis itu tahu ini salah. Namun inilah hal yang pernah dia perbuat sewaktu dulu pada mantannya.

"Kenapa Pak Juna gak balas dendam aja ke istrinya? Setidaknya istri bapak bisa ngerasaian apa yang bapak rasaian selama ini."

《○》

HALO!!!!!!

pren, ayo beri semangat untuk uga dan juna!

bagaimana chapter ini?
terima kasih sudah
meninggalkan jejak
komen dan vote di
chapter ini.

💟

sampai jumpa!

sampai jumpa!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Last Person ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang